Senin, 19 Januari 2009

WENDY AND LUCY

Senin, 19 Januari 2009


Istilah film independent seringkali disematkan pada film dengan budget terbatas, minim efek visual, casting yang tepat tanpa mempertimbangkan faktor kebintangan, cerita yang unik serta teknik penggarapan yang tidak lazim. Masalah jumlah penonton tidak bisa dijadikan ukuran, karena hal tersebut berkaitan dengan teknik pemasaran. Blair Witch Project sebagai contoh. Keberhasilan film tersebut meraup banyak penonton bukan berarti membuat film tersebut tidak berhak dimasukkan ke dalam kategori film indie. Intinya ada pada semangat untuk berkarya sesuai hati kreatornya.
Wendy and Lucy menambah lagi satu contoh film indie yang sayang untuk dilewatkan. Paling tidak dari film ini kita bisa belajar bagaimana membuat film dengan dana pas-pasan tanpa harus menjatuhkan kualitas film. Plot cerita yang simple, yakni tentang Wendy (Michelle Williams) yang kehilangan anjingnya, Lucy, di wilayah yang asing baginya.
Di tengah perjalanan menuju Alaska, mobil yang Wendy kendarai mengalami masalah mesin yang memaksanya untuk tinggal di sebuah kota yang benar-benar asing baginya. Wendy yang hanya ditemani Lucy si anjing digambarkan sosok murung yang introvert. Berniat menghemat pengeluaran karena dana yang terbatas, Wendy melakukan tindak criminal yang menyeretnya ke kantor polisi seharian. Ketika kembali untuk mengambil Lucy, anjingnya tersebut telah raib entah kemana.
Kehilangan anjing mungkin bukan permasalahan besar, namun tidak demikian bagi Wendy, karena Lucy merupakan satu-satunya sahabat yang dia anggap bisa memahami dirinya. Wendy pun panic dan berusaha menemukan Lucy. Dimulailah petualangan Wendy dalam usahnya menemukan Lucy di tengah daerah asing.
Meski kesannya sepele, sutradara dan penulis cerita, Kelly Reichardt mampu mengaduk emosi penonton sedemikian rupa dengan modal cerita yang amat sederhana. Minimnya pemain yang dihadirkan di layar tidak menghalangi Kelly Reichardt untuk menghadirkan tontonan yang memikat. Ketegangan yang dihadirkan terasa begitu intens dan tidak berlebihan. Penonton dibuat penasaran bagaimana akhir cerita yang akan dihadirkan.
Kelly Reichardt mencoba menghadirkan sebuah ironi betapa manusia lebih nyaman hidup bersama binatang peliharaan dibandingkan dengan sesama manusia. Manusia diagambarkan acuh satu sama lain. Toleransi, simpati maupun empati yang makin luntur ditengah dunia yang terus berubah. Untungnya Kelly Reichardt masih mempunyai sedikit optimisme dengan menghadirkan beberapa tokoh simpatik.
Wendy and Lucy tidak bisa dipungkiri menjadi semacam one man show-nya Michelle Williams. Beban berat menghampirinya karena porsinya yang sangat dominant. Sepanjang durasi film, kamera menyorot aksinya. Sebuah tanggung jawab yang menuntut konsitensi. Michelle Williams sekali lagi mampu membuktikan bahwa dirinya mempunyai potensi. Dia berhasil memerankan Wendy dengan baik, dan menampilkan chemistry yang meyakinkan dengan Lucy. Penampilannya begitu konsisten hingga menimbulkan rasa iba.Justru divisi kostum yang tidak konsisten. Kalau cermat, blooper banyak hadir lewat pakaian yang dikenakan oleh Wendy.
Wendy and Lucy mungkin terasa romantic bagi mereka yang memiliki binatang peliharaan. Penonton yang tidak terbiasa memelihara hewan mungkin menilai reaksi Wendy sebagai sebuah hal yang berlebihan. Namun untungnya hal tersebut mampu tersamarkan dengan ending yang pas. Film ini sangat direkomendasikan kepada mereka yang ingin merintis karir membuat film. Bahwa tema apapun bisa dibuatkan sebuah film. Yang penting scenario yang kuat dan tentu saja …..SEMANGAT! 3,75/5

0 komentar:

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket