Rabu, 28 Januari 2009

THE CURIOUS CASE OF BENJAMIN BUTTON

Rabu, 28 Januari 2009

Benjamin Button (Brad Pitt) terlahir dengan fisik layaknya orang berumur 80-an. Dia dibuang oleh ayahnya yang tidak bisa menerima keadaan anaknya. Untung bagi Benjamin, karena dia ditemukan oleh Queenie (Taraji P. Henson) yang baik hati. Dengan sabar Queenie merawat Benjamin dengan segala keanehannya layaknya anak kandungnya sendiri.
Karena kondisi fisiknya, Benjamin tidak bisa menjalani kehidupan normal. Keinginan bermain layaknya anak kecil lainnya tidak bisa dia lakukan mengingat kondisi fisiknya yang renta. Untung (lagi) bagi Benjamin karena dia bisa diterima dengan baik di lingkungan dimana dia tinggal. Selanjutnya selain disuguhi pengembaraan Benjamin ketika fisiknya sudah mulai muda, kita diajak usaha Benjamin dalam meraih cintanya akan Daisy (Cate Blanchett). Ketika orang-orang disekitarnya beranjak menua kondisi fisiknya, Benjamin malah sebaliknya. Kondisi fisiknya makin bugar dan muda, meski secara kepribadian dia ikut menua.
The Curious Case Benjamin Button mengambil ide dari cerita pendek berjudul sama karya F. Scott Fitzgerald yang termuat dalam buku Tales of the Jazz Age (1921). Sekali lagi, film ini hanya mengambil ide utamanya saja yakni seseorang yang makin bertambah muda dari hari ke hari. Jalinan ceritanya amat jauh berbeda karena versi novelnya, Benjamin yang sejak belia sudah bisa bicara tidak dibuang, bahkan dibesarkan oleh ayahnya. Benjamin sempat kuliah di Yale sebelum dikeluarkan. Menikah dengan gadis yang dia cintai serta sukses menjalankan bisnis yang membuatnya kaya raya.
Benjamin kemudian terjun dalam Spanish-American War, dan ketika kembali ke rumah mendapati istrinya yang makin menua hingga menimbulkan jarak diantara keduanya. Benjamin menyerahkan perusahaannya kepada anaknya dan pergi ke Harvard. Dengan kondisi fisik layaknya pemuda usia 20-an, dia disana menjadi pemain football. Meski demikian tidak bisa dipungkiri kalau usianya mulai menua, diapun mengundurkan diri. Dan perlahan-lahan daya ingatnya pun mulai terkikis seiring makin muda tampilan fisiknya.
Setelah membaca ringkasan cerita versi aslinya dan membandingkannya dengan versi filmnya, terus terang kok cerita aslinya terkesan lebih kuat. Dalam film, dengan jalan hidup yang luar biasa, hidup Benjamin terasa begitu mulus karena dikelilingi oleh orang-orang yang baik hati. Tidak dihadirkannya tokoh yang begitu kontras dengan jalan hidup Benjamin, membuat perjalan hidup Benjamin kurang begitu inspiratif. Apalagi ketika kemudian dia disibukkan dengan Daisy-nya.
Banyak yang membandingkan kisah Benjamin Button dengan Forrest Gump. Mungkin ada beberapa kemiripan, namun dalam Forrest Gump, kita disuguhi banyak karakter yang berseberangan dengan Forrest hingga akhirnya keberadaan Forrest Gump begitu inspiratif bagi penonton dan karakter lainnya. Benjamin Button terlihat sibuk dengan kehidupan pribadinya. Sisi psikologisnya juga kurang tergali. Dengan kondisi yang menimpanya, tentu akan berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Dengan liciknya, Eric Roth sebagai penulis cerita, sengaja menempatkan Benjamin Button di sebuah panti jompo. Dan kelicikan ini berlanjut ketika Benjamin beranjak muda dengan “mengirimkannya” ke India (selain tentu saja untuk menghemat biaya).
Sekarang bayangkan kalau cerita setia pada versi aslinya. Tempatkan Benjamin kepada lingkungan biasa (pemukiman). Akan ada bagian dimana Benjamin berusaha menutupi keadaan fisiknya, terutama ketika dia meutuskan untuk kuliah. Tanggapan lingkungan sekitarnya yang mungkin bisa terasa kejam hingga gesekan dengan istri dan anggota keluarganya. Dan bayangkan juga ketika diusia renta dengan kondisi fisik yang makin muda, dia mendapati seorang gadis belia yang tergila-gila padanya!
Selain romantisme cinta antara Benjamin dengan Daisy, The Curious Case of Benjamin Button pada akhirnya lebih menarik dan akan dikenang dari segi penggarapan teknisnya, terutama dalam pemanfaatan teknologi yang amat maksimal. Tampilan efek visual dalam film ini memang…WOW!!! Terutama dalam menggarap karakter Benjamin Button. Untuk efek visual setting tidaklah istimewa, karena bagi mata yang telah terbiasa akan terlihat sekali balutan efek tersebut.
Penggambaran karakter Benjamin Button diakui oleh David Fincher memang mempunyai kesulitan tinggi. Tidak mengherankan kalau proses produksi berjalan cukup lama (David Fincher mengaku sejak 2003) demi mendapatkan teknologi yang mampu menguatkan cerita hingga akhirnya didapatlah Facial Capture dari Digital Domain. Penonton pasti dibuat takjub melihat wajah Brad Pitt dengan tubuh kecil yang menopangnya. Awal film hingga pertengahan, Brad Pitt hanya menyumbangkan wajahnya saja yang ditempelkan kepada actor yang berbeda disesuaikan dengan perkembangan fisik Benjamin Button. Brad Pitt benar-benar tampil utuh di menit 50-an, tepatnya ketika dia menaiki kapal ditengah terpaan salju!
Facial capture mungkin sebuah inovasi penting, namun sedikit menimbulkan kekhawatiran akan nasib para make up artist kedepannya. Akankah keberadaan mereka akan tergusur oleh program computer ini? Selain keajaiban teknologi, romantisme dan dongeng menakjubkan, apa sih yang bisa didapat setelah melihat The Curious Case of Benjamin Button ini? Eric Roth secara brillian menyampaikannya lewat prolog dan epilog dalam film ini.
Waktu bisa menjadi musuh sekaligus sahabat bagi manusia. Waktu lah yang bisa merusak sekaligus membentuk manusia. Membuat luka sekaligus menyembuhkannya. Kalau sudah demikian adanya, masih perlukah manusia berkata “andai aku bisa memutar kembali waktu” yang merupakan wujud penyesalan? Kita bisa mengendalikan waktu dengan menghargai setiap peristiwa yang menghampiri kita. Sama halnya dengan Benjamin Button yang senantiasa berucap “this is the first time….”
Berhenti bermain-main dengan waktu. Dan kalau suka dengan tontonan yang mempermainkan waktu bisa melihat lagi Sliding Doors atau Run,Lola Run yang dalam The Curious Case of Benjamin Button ada satu scene yang mirip kedua film tadi. Irreversible juga bisa sebagai tambahan referensi. The Curious Case of Benjamin Button tetaplah sebuah film yang penting berkat ide cerita yang AMAZING, dibalut dengan pencapaian teknologi terkini hingga menghadirkan tampilan visual yang BEAUTIFUL. 4/5

15 komentar:

Bang Mupi mengatakan...

nice review about Benjamin Button. Gue belajar banyak nih. :)

Anonim mengatakan...

Wah, review mantap. Sebelum bikin review lebih dulu baca cerpennya buat tambahan info.
salut...salut!!!

Anonim mengatakan...

Belum baca cerpennya kok, cuman cari-cari aja :)
Jadi salutnya disimpen aja.
Tapi seneng sekali kalo bisa berguna buat orang lain.
Mari kita saling bagi-bagi ilmu.
MERDEKA!!!
hhihi....garing yo...

omoshiroi mengatakan...

ni film emang bagus, tapi ga tau kenapa pas saia nonton kok ya ga bisa menikmati film ini ya?
saia merasa bosan.
tapi gatau juga deh itu gara-gara film-nya yang kepanjangan, atau karena kualitas DVD-nya yang jelek.

yang jelas review-nya manstab Boss!!
ajarin dung cara ngereview yang oke punya seperti punya anda ini..

Anonim mengatakan...

Weehhh...gile, reviewnya mantabb..tabb..saya yang baca dari tadi cuman, "iya..ya..iya..ya..".

Saya belum tau cerpennya kayak apa, kalo seperti yang anda bilang, berarti cerita aslinya lebih bagus..

Salam kenal, nice review anyway..

Bang Mupi mengatakan...

@omoshiroi : justru aneh nih film. Padahal monoton banget dari awal sampai akhir. Cerita cintanya Benjamin aja melulu. Tapi itu yang bikin gua aneh, kok gua ga bosen ya. hehe...Salam kenal buat semuanya.
Hehe, gua pikir lu uda baca cerpennya bro :)

Anonim mengatakan...

@omoshiroi : tips nya sih cuman rajin nonton da banyak baca, biar kaya referensi, dan jangan lupa untuk selalu open minded :)
Hehehe...Kok kayak guru sih. Kita soalnya dulu terlatih diskusi film yang habis kita liat ma temen-temen yang juga penggila film. Film apa saja. Bahkan bokep pun kita bahas, baik dari segi cerita, akting, teknis dan posisi yang dipilih :).
Kita menyebutnya apresiasi film, bukan kritik film.

@Bang Mupi : Idem Bang Mupi, dengan alur yang lambat film ini sukses memikat penonton. Mereka yang terpikat mungkn karena muncul rasa penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya ma Benjamin Button. Meski pada akhirnya sedikit kecewa dan bilang "yaah...kok cuman gitu sih"

Bang Mupi mengatakan...

Jadi bukan filmnya yang penasaran ya sesuai judulnya tapi calon penontonnya yang curious about Benjamin Button :)

Anonim mengatakan...

bos kasih tahu dong cerpennya biar buat bandingin ma filmnya.

Anonim mengatakan...

Aku baca garis besarnya aja kok.
Bisa disearc di google ato di Wikipedia :)

Anonim mengatakan...

setuju. aku juga belum baca cerita aslinya. cuma nampaknya film ini gagal mengangkat konflik psikologis dari benjamin. not a strong contender for oscar. masih mau nonton film yang lain bro!

Anonim mengatakan...

Nih film mulai dapet kampanye negatif, makin memperlemah kans dia di Oscar. Tapi siapa yang tahu. Oscar kan selalu penuh kontroversi. Dan kadang pemenangngya belum tentu yang terbaik.

Anonim mengatakan...

aku baru download versi aslinya. sekilas sih emang lebih bagus. rencananya mau kuterjemahkan dan kuposting online.

GILASINEMA mengatakan...

Kalo bisa sih diposting sebelum Oscar :)
Pengen baca, tapi kalo boso inggres yo males ;)

adhi27prakosa mengatakan...

mantap ini film
ak suka kisah cintanya

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket