Jumat, 25 Juni 2010

BERHENTI SEJENAK UNTUK PERUBAHAN

Jumat, 25 Juni 2010 30

Bagi saya, perubahan itu wajib hukumnya. Perubahan itu wujud kalau kita hidup, karena menandakan sebuah pergerakan, entah itu ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Perubahan terjadi sebagai bentuk adaptasi manusia agar tetap eksis. Siap tidak siap, perubahan harus kita lakukan dan kita hadapi. Berdasarkan hal tersebut, saya akan melakukan perubahan yang cukup besar terhadap blog GILASINEMA sebagai wujud penyesuai terhadap status baru yang akan saya sandang. Status baru membawa konsekuensi penyesuaian demi penyesuaian serta tanggung jawab baru hingga menulis di blog yang sebelumnya menjadi salah satu aktivitas saya yang cukup penting menjadi kegiatan dengan urutan prioritas yang tidak lagi tinggi.
Perubahan status yang akan menimpa diri saya, menjadi momen yang pas untuk melakukan perubahan pada blog GILASINEMA. Postingan ini adalah postingan terakhir saya sebagai GILASINEMA. Saya masih akan tetap nge-blog namun dengan intensitas yang lebih sedikit dan dengan nama blog yang berbeda. Perubahan nama ini akan terjadi sewaktu-waktu, tergantung kesempatan waktu yang saya miliki. Apabila blog GILASINEMA sudah tidak bisa lagi dibuka, berarti sudah terjadi perubahan nama. Kalau semuanya berjalan lancar, kemungkinan blog GILASINEMA akan berubah nama menjadi CURHATSINEMA.
Ketika niat ini saya sampaikan terhadap salah satu teman yang merupakan fans berat blog GILASINEMA (sok kondang hehehehe…), teman saya tersebut langsung mencak-mencak. Menurut dia, nama GILASINEMA itu sudah sangat catchy dan ikonik. Sebuah pernyataan yang membanggakan. Namun perubahan tetap harus terjadi meski sebenarnya sangat berat. GILASINEMA itu saya rasa sangat mencerminkan diri saya yang suka mengkonsumsi semua jenis film (kecuali bokep yang aneh-aneh), tak peduli kualitas filmnya dan dari Negara mana film tersebut diproduksi. Selain karena faktor status baru yang bakal mengikis sedikit intensitas saya dalam mengkonsumsi sinema, perubahan nama GILASINEMA menjadi CURHATSINEMA disebabkan juga karena ada rasa malu. Setelah mengenal beberapa penggila sinema dengan referensi yang dahsyat, penggunaan GILASINEMA terkesan pongah mengingat banyak sekali yang lebih gila dari saya. Bahkan sudah masuk taraf psycho sinema hehehehe….
Sebelum benar-benar berubah menjadi CURHATSINEMA, perubahan-perubahan kecil sudah saya lakukan. Dimulai dengan perubahan dari sisi fisik (template) yang membawa konsekuensi tampilan banner dengan wajah menjijikkan itu menjadi lebih kecil dan akhirnya hilang sama sekali. Dari segi isi, kalau diperhatikan, akhir-akhir ini saya tidak lagi menggunakan kata GILASINEMA sebagai kata ganti orang pertama. Perubahan juga saya lakukan dengan merubah nama akun saya di Facebook dan Twitter. Kalau sebelumnya saya menggunakan akun dengan nama GILASINEMA, satu bulan terakhir ini saya menggunakan nama SOEBY untuk akun Facebook, dan SOEBY79 untuk akun Twitter. Sekedar informasi, saya juga membuat “rumah bayangan” di Wordpress dengan nama CURHATSINEMA . Langkah ini saya ambil gara-gara ada penghapusan blog beberapa waktu lalu oleh Blogger. Di curhatsinema.wordpress.com saya hanya meng-import konten dari blog ini. Dan kalau ada komentar, tidak saya moderasi.
Lebih dari 2,5 menyandang nama GILASINEMA, banyak sekali hal yang saya dapatkan. Saya jadi kenal banyak teman yang menggilai sinema, hingga bisa sAling bertukar ide lewat tulisan. Saya berterima kasih sekali terhadap apresiasi positif teman-teman semua. Ketika memulai blog GILASINEMA, tidak pernah saya membayangkan akan berada pada posisi seperti sekarang ini. Tidak pernah ada dalam benak saya untuk menjadi salah satu blog film yang paling niche seperti yang ditulis oleh Mas EKA NUGRAHA di AYO NGEBLOG . Tidak pernah saya berambisi menjadi blog film terbaik seperti yang dianugerahkan oleh LABIRIN FILM . Saya bahkan malu kalau ada yang menyebut saya sebagai sesepuh blog film dan disebut-sebut sebagai salah satu pemicu semaraknya blog film seperti yang disinggung oleh salah satu kontributor di BICARA FILM , mengingat banyak sekali teman-teman yang memulainya jauh sebelum saya seperti TUKANG REVIEW , JALANG FILM yang sudah mulai nge-blog sejak tahun 2005 dan teman – teman di FLICK MAGAZINE yang sudah banyak berkiprah dunia maya untuk urusan sinema serta masih banyak lagi.
Meski dari jumlah pengunjung tidak sedahsyat JAGOAN MOVIES yang kondang itu, saya selalu takjub dengan angka yang menunjukkan pergerakkan jumlah pengunjung perharinya. Terus terang, meski dibaca banyak orang bukanlah tujuan utama, angka tersebut memicu saya untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas tulisan sampai kadang saya merasa telah diperbudak oleh blog hehehehe. Popularitas memang candu! Terima kasih sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya buat teman – teman yang sudi meluangkan waktu untuk berkunjung dan membaca tulisan saya, walau dengan baca cepat sekalipun. Waktu, adalah pemberian terhebat. Terima kasih juga dengan teman-teman semua yang masih setia meluangkan waktu untuk memberikan kepada kita tulisan-tulisan yang bagus, informatif,inspiratif dan menyenangkan. Tidak menyangka banyak diantaranya yang baru lulus SMA!
Selain ucapan terima kasih, tak lupa saya meminta maaf, terutama terhadap pihak-pihak yang merasa tersinggung oleh beberapa tulisan saya. Tak ada kesengajaan sama sekali. TERIMA KASIH, TERIMA KASIH, TERIMA KASIH.

Selasa, 22 Juni 2010

THE WEDDING

Selasa, 22 Juni 2010 4

Bulan Juni – Juli tidak hanya disemarakkan dengan gempuran film-film heboh dan juga ditandai kesibukan anak sekolah menikmati liburan. Dua bulan ini biasanya juga diwarnai dengan banyaknya undangan menghadiri pesta pernikahan, terutama buat mereka yang berasal dari Jawa. Saya kurang tahu, kapan musim nikah di luar Jawa. Saking banyaknya undangan yang datang, sampai pusing rasanya mengatur pengeluaran. Apalagi buat mereka yang penghasilannya pas-pasan seperti saya. Blog Gilasinema selalu berusaha tidak ketinggalan momen, karenanya akan saya sajikan film – film yang ada kaitannya dengan pernikahan. Tidak kalah seru dengan film tentang sepak bola kok, dan mungkin buat yang mau nikah bisa mengambil inspirasi dari film-film yang bakal saya singgung. Sebelumnya perlu saya tegaskan, tulisan di bawah ini akan sangat dipaksakan (untuk nyambung).


Pernikahan itu umumnya diawali dengan pertemuan dua hati, namun adakalanya karena paksaan juga sih layaknya nasib si Siti Nurbaya. Namun, alangkah baiknya kalau pernikahan itu dilakukan ketika kita sudah matang secara finansial, umur dan emosional serta bukan karena hamil duluan (Married by Accident, Akibat Hamil Muda). Jodoh itu bisa ditemukan dimana saja dan kapan saja. Ada kalanya jodoh kita temukan setelah menghadiri 4 pernikahan dan 1 acara pemakaman (Four Weddings and A Funeral), atau karena adanya ikatan masa kecil yang terlalu kita anggap serius (Sweet Home Alabama). Tidak masalah sih kapan dan dimana kita bertemu jodoh asal kita bisa menekan ego, kebanggaan dan prasangka serta mau membuka hati (Bride and Prejudice).


Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya memastikan beberapa hal agar kesialan dan kekacauan bisa kita hindari. Selidiki secara mendalam apa sebenarnya pekerjaan dari orang yang akan kau pilih mendampingi hidupmu. Bahaya juga kan kalau ternyata dia itu seorang gangster (My Wife Is a Gangster). Sarankan pada calon pasanganmu untuk menyelesaikan semua masalah di masa lalu. Jangan sampai ketika kamu siap diikat dalam janji pernikahan, datang badai dari masa lalu yang celakanya bisa mencabut nyawamu (Kill Bill). Dan yang tak kalah penting adalah memastikan dia benar-benar lajang, hingga menyingkirkan kemungkinan munculnya orang yang mengaku sebagai istri/suaminya (Berbagi Suami) dengan diiringi lagu Tamu Tak Diundang-nya Iis Dahlia. Selain itu, tak ada salahnya memastikan adakah perselisihan antar orang tua (Mot Mallineun Gyeolhon / Unstoppable Marriage). O iya, khusus buat para cowok, pastikan calon pasangan kita tidak sedang diincar orang yang menggeluti klenik. Tidak lucu kan, saat nanti mau menikmati malam pertama, kita malah ”ditusuk” laba-laba hitam (Pernikahan Berdarah).


Kalau sudah mantap dengan seseorang, jangan lupa untuk mendekati keluarganya. Disini perlu kehatian-hatian, sikap waspada serta buka mata dan hati, agar tidak bernasib sial atau terkejut dengan perilaku keluarga pasangan (Meet the Parents, Meet the Focker). Buat para cowok, hati-hati menghadapi ayah yang begitu mencintai putrinya (Father of The Bride). Pastikan juga kamu mempunyai teman-teman bermain yang bisa mendukung pilihanmu, bukannya malah mengacaukannya dan memicu pertempuran antar kampung (Get Married). Dan ini nih yang paling penting, si dia sudah mantap apa belum melangkah ke jenjang pernikahan. Jangan sampai kita sudah siap melakukan akad nikah, si dia malah lari karena takut akan komitmen (Runaway Bride).


Motif melakukan pernikahan juga penting diketahui lho untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya. Jangan terpesona dengan daya trik seks yang kuat, terutama dengan orang yang baru pertama kali kita lihat (Original Sin). Pastikan pernikahan bukan berlandaskan untuk memenuhi ekpsektasi orang tua yang sangat berbeda dengan harapan kita. Gak seru dong ketika misalnya kita senengnya sama sesama jenis, tapi demi membahagiakan orang tua terpaksa menikahi lawan jenis (The Wedding Banquet). Ada juga yang terpaksa memenuhi lamaran karena terjebak dalam perjanjian yang menyudutkan (The Proposal, Ngebut Kawin). Masih untung kalau ternyata berjodoh, kalau tidak? Tapi ada juga sih yang menikah gara-gara kegilaaan sesaat, seperti mabok di Vegas (What Happens in Vegas).


Sebelum melangsungkan pernikahan, persiapan demi persiapan wajib dilakukan agar tidak terjadi kekacauan pas hari H nanti. Dan lagi, sebagai momen yang idealnya sekali seumur hidup, pasti ingin pernikahannya berjalan sempurna menurut ukuran masing-masing. Kalau mau gampang sih tinggal cari wedding organizer saja, tapi kalau bisa yang mengurusi jangan sampai menjadi ancaman karena pesona fisiknya bagi pasangan kita (The Wedding Planner). Perlu juga dipikirkan penyanyi yang bakal melantunkan lagu-lagu kenangan, dan kalau sang penyanyi terpikat dengan pegawai catering ya syukur alhamdulillah (The Wedding Singer). Yakinkan pengiring pengantin yang tepat. Jangan memilih orang yang pada hari yang sama menjadi pengiring pengantin di dua tempat yang berbeda (27 Dresses) atau pengiring pengantin yang justru mengajak pasanganmu melakukan tindak criminal (Best Man). Jangan lupa, komunikasikan tanggal pernikahanmu dengan sahabatmu biar tidak terjadi bentrok yang mengancam persahabatan kamu dengannya (Bride Wars). Pilih penghulu yang bener-bener waras dan mempunyai itikad baik menyatukan dua hati, jangan yang egois memikirkan eksistensi (Kawin Laris). Ingin pernikahanmu diliput media? Ikut perlombaan pernikahan terunik bisa dijadikan alternative. Tapi ingat, tetap harus berlandaskan cinta, jangan karena nafsu ingin menjadi pemenang justru malah mengacaukan segalanya (Confetti). Toh setiap pernikahan itu menyimpan keunikan masing-masing.


Siapa – siapa yang bakal diundang juga berpengaruh pada kesuksesan acara. Acara bakal meriah kalau teman-teman terbaik kamu bisa hadir, namun bisa terjadi sebaliknya kalau ada si usil terselip didalamnya (American Wedding). Perlu diwaspadai orang-orang tak dikenal yang menyusup hanya sekedar untuk menggasak hidangan dan mengincar tamu lain yang masih lajang, atau bahkan pasangan orang lain untuk diseret ke ranjang (Wedding Crasher). Pertimbangkan masak-masak sebelum mengundang mantan pacar calon suami/istrimu. Bisa jadi dia masih menyimpan rasa cinta dan malah mencoba mensabotase pasanganmu (My Best Friend’s Wedding). Dan jangan terkejut kalau ternyata mantan pasanganmu ternyata satu jenis kelamin (Kiss the Bride). Semua orang punya masa lalu bukan? Minta bantuan saudara atau teman untuk mengedarkan undangan, jangan malah minta bantuan mantan pacar yang membuatmu gamang akan pilihanmu sekarang (Hari Untuk Amanda).


Bachelor party? Hmmm…bukan kebiasaan orang sini sih, tapi tak ada salahnya kalau ingin menyelenggarakannya. Pesta bujangan ini bisanya berhubungan dengan keliaran yang diwarnai tarian telanjang dan mabuk – mabukan. Dua- duanya bisa menimbulkan masalah. Mabuk-mabukan dengan campuran zat terlarang bisa membuatmu babak belur ditinju Tyson, hampir di terkam harimau, mendapat “anugerah” bayi dan berurusan dengan mafia tengil (The Hangover). Jangan terlalu liar mencumbui perempuan yang hadir di pesta bujangan, karena akibatnya bisa berbahaya dan mengacaukan segalanya (Very Bad Things). Menyusuri perkebunan anggur bersama sahabat terbaik tampaknya lebih direkomendasikan, dengan syarat sahabatmu tidak melakukan hal-hal nakal (Sideways).


Akhirnya, setelah melalui proses panjang yang melelahkan, sampailah pada hari besar yang dinantikan. Saatnya semua orang berkumpul bersilaturahmi. Keluarga besar yang terkumpul bisa menghadirkan keceriaan, sekaligus kebingungan buat yang tidak terbiasa terperangkap dalam kemeriahan keluarga besar. Banyak prosesi yang harus dilakoni, tergantung dari budaya mana sang mempelai berasal. Pesta pernikahan bisa jadi kajian budaya yang menarik (My Big Fat Greek Wedding, Monsoon Wedding). Selain saat yang tepat untuk berkumpulnya seluruh anggota keluarga, pesta pernikahan bisa dijadikan ajang rekonsiliasi atas luka dimasa lalu (Rachel Getting Married, Margot at The Wedding). Namun, siap-siap saja akan kejutan demi kejutan, terutama rahasia masa lalu yang bisa membuat kamu limbung (Monsoon Wedding, After the Wedding). Namun, tak peduli apapun yang terjadi di selama pesta penikahan, kedua mempelai berhak mendapatkan perhatian penuh. Menjadi raja dan ratu sehari.


Sedikit saran buat perempuan berumur yang masih sendiri, mengajak male escort ke pernikahan saudara yang lebih muda bisa dipertimbangkan lho. Siapa tahu male escort tersebut justru merupakan jodoh kamu hehehehe…(The Wedding Date). Ketika orang tua masing-masing mempelai dipusingkan dengan kegiatan setelah pernikahan seperti membersihkan dan membereskan sisa – sisa pesta, Sang Pengantin menikmati status baru mereka dengan berlibur di sebuah tempat yang indah, namun bukan tidak mungkin tanpa kekacauan (Just Married). Kita doakan saja mereka tidak terjebak di sebuah pulau dimana sepasang pembunuh berantai berkeliaran mengincar pasangan-pasangan baru (The Perfect Gateway). Dan semoga pernikahan mereka menjadi jembatan sempurna untuk Happily Ever After layaknya dongeng (lama) Disney.


Pernikahan itu bukanlah hak istimewa orang-orang tertentu saja. Setiap makhluk berhak melakukan pernikahan yang mungkin terkesan ganjil dalam pandangan pihak lain namun justru manis romantis bagi mereka yang menjalaninya. Toh yang terpenting bukan pernikahannya, tapi bagaimana menjalankan “kontrak” sebaik mungkin. Tidak tertarik atau belum tertarik untuk mengikatkan diri? It’s OK. Semuanya dikembalikan pada pilihan masing-masing individu.

Sabtu, 19 Juni 2010

THE REAL MALE MOVIE STAR ON THE LAST DECADE

Sabtu, 19 Juni 2010 14

Kalau sebelumnya saya memilih 10 bintang cewek sebagai THE REAL FEMALE MOVIE STAR ON THE LAST DECADE , kali ini giliran para cowok yang menurut saya pantas masuk THE REAL MALE MOVIE STAR ON THE LAST DECADE. Ukurannya masih sama, pencapaian dolar dan kualitas acting, dalam hal ini Oscar lagi-lagi saya jadikan patokan. Namun, kali ini saya sedikit curang dengan memasukkan satu nama yang belum pernah tersentuh Nominasi Oscar sepanjang tahun 2000 – 2009. Nama tersebut terpaksa saya masukkan, mengingat film-filmnya laris luar biasa. Dan lagi, dalam pengamatan saya, aktingnya tidaklah jelek-jelek amat. Phillip Seymour Hoffman dan Sean Penn terpaksa saya singkirkan dari daftar mengingat film-film keduanya banyak yang kurang sukses dipasaran. Keduanya lebih kuat disisi aktor saja. Lain halnya dengan Adam Sandler dan Ben Stiller yang lebih kuat dari sisi dagang dan belum benar-benar diakui dari segi akting, meski di beberapa film, mereka menampilkan sesuatu yang berbeda.


Ada satu nama yang menurut saya pantas mendapatkan penghargaan khusus yakni sebagai bintang muda paling sukses selama tahun 2000 – 2009. Bintang muda tersebut adalah Daniel Radcliffe. Sejak bermain dalam Harry Potter, wajahnya tak henti-hentinya menghiasi berbagai media, padahal sebelumnya tak ada yang mengenal namanya. Daniel Radcliffe sangat diuntungkan dengan franchise Harry Potter yang mempunyai banyak penggemar fanatik. Sepanjang 10 tahun terakhir ini rasanya kita diajak untuk melihat pertumbuhan dari Daniel Radcliffe/Harry Potter. Daniel Radcliffe pastinya akan selalu diingat oleh mereka yang beruntung mencicipi seri Harry Potter sepanjang tahun 2000 – 2009, bahkan kalau Daniel Radcliffe karirnya tenggelam nantinya. 6 seri Harry Potter berhasil memberikan penghasilan kotor sebesar lebih dari 5,4 milyar US dolar. Sebuah pencapaian yang luar biasa.
Ok, langsung saja saya gelar 10 bintang cowok paling berkilau versi saya sepanjang tahun 2000 – 2009.



10.RUSSEL CROWE
$ RATE : 5
Gladiator menjadi gerbang kesuksesannya hingga namanya lebih dikenal banyak orang. Sayangnya dia melakukan blunder ketika diberitakan menjalin hubungan dengan Meg Ryan yang saat itu masih berstatus sebagai istri Dennis Quaid yang mengancam kelangsungan karirnya. Untungnya dia kembali menggebrak dengan A Beautiful Mind yang selain sukses di ajang Oscar juga sukses di pasaran. Film-film yang dia bintangi sepanjang tahun 2000 s/d 2009 berhasil mengumpulkan pendapatan lebih dari 1,7 milyar US dolar. Banyak filmnya yang cenderung mengecewakan di tangga box office Holly mengingat film-film yang dia bintang bermodalkan dana yang cukup besar. Namun, namanya masih cukup menjual untuk pasar global.
ACTING RATE : 7
Tiga tahun berturut-turut mendapatkan nominasi Oscar (2000 – 2002) dan berhasil membawa satu piala bukanlah prestasi sepele. Sayang sekali, paska A Beautiful Mind yang merupakan penampilan terbaiknya setelah The Insider, Russel Crowe belum lagi membuat gebrakan.
STAR RATE : 6


9.MATT DAMON
$ RATE : 6
Sebelum seri pertama dari Bourne dirilis dan diluar keikutsertaannya dalam kisah Danny Ocean, rasanya Matt Damon lebih banyak menuai kegagalan dari film-film yang dia rilis dari segi bisnis hingga namanya belumlah terlalu dikenal luas. Sudah dikenal, namun kalah tenar dibanding temannya, Ben Affleck. Namun setelah kesuksesan The Bourne Identity, binar kebintangannya mampu meredupkan pamor Ben Affleck yang disibukkan dengan kisah asmara. Di luar trilogy Ocean, film-film Matt Damon mampu menghasilkan pemasukan total lebih dari 2 milyar US dolar. Nah, kalau ditambahkan dari pendapatan trilogy Ocean, jumlah tersebut membengkak menjadi lebih dari 3 milyar US dolar.
ACTING RATE : 6,5
Sejak dikenal lewat Good Will Hunting dan dilanjutkan dengan penampilan yang memikat di The Talented Mr. Ripley, Matt Damon sudah menunjukkan kepiawaiannya memainkan berbagai peran. Dengan wajah yang terbilang biasa-biasa saja justru menjadi kekuatan baginya dengan membuka banyak sekali peran yang berbeda-beda. Bisa jadi protagonist maupun antagonis dengan sama meyakinkan. Keberhasilannya memerankan Bourne patut diacungi jempol. Dalam The Informant! Matt Damon menyuguhkan peningkatan kualitas acting yang menggembirakan.
STAR RATE : 6,25


8.DENZEL WASHINGTON
$ RATE : 6
Film-film Denzel Washington meski tidak mendatangkan hasil luar biasa, ternyata untuk hasil kotornya dari peredaran seluruh dunia selalu melebihi biaya produksinya lho. Bahkan untuk film yang dia sutradarai, Antwone Fisher. Film ini dengan budget $3juta, mampu mendatangkan hasil lebih dari $20 juta. Sedangkan The Great Debaters mampu mendatangkan hasil 2 kali lipat biya produksinya yang sekitar $15 juta. Film-film Denzel Washington, keseluruhan menghasilkan lebih dari 1,3 milyar US dolar.
ACTING RATE : 7
Satu Piala Oscar lewat Training Day menjadi bukti kepiawaian Denzel Washington dalam berakting, meski penampilannya dalam Training Day bukanlah pencapaian terbaik darinya. Pasca Training Day, Denzel sayangnya jarang sekali muncul dalam film yang dilirik movie award. Tapi kayaknya penampilan dia jarang mendapat penilaian negative ya.
STAR RATE : 6,5


7.TOM CRUISE
$ RATE : 8
Hmmm…rasanya tidak adil kalau tidak memasukkan nama yang satu ini. Memang selama decade terakhir dia tidak pernah masuk dalam nominasi Oscar. Namun lihatlah pencapaian dolar dari film-filmnya yang melimpah, terutama pra pernikahannya dengan Katie Holmes. Bahkan tanpa tambahan dari pemasukan film Tropic Thunder yang melibatkan dirinya sebagai cameo, 9 film lain yang dia bintangi mampu mengumpulkan pendapatan lebih dari 3 milyar US dolar! Bukti kalau kebintangannya belum benar-benar habis. Hanya sedikit meredup.
ACTING RATE : 5
Sebagai Ethan Hunt dia tetap mempesona, tampil meyakinkan sebagai kriminal yang membuat pusing Jamie Foxx dan meski porsinya sedikit, perannya dalam Tropic Thunder sangatlah memorable hingga rencananya bakal dibuatkan kisah tersendiri. Bukti kalau Tom Cruise mempunyai kapasitas akting yang tidak buruk.
STAR RATE : 6,5


6.GEORGE CLOONEY
$ RATE : 6
Dibandingkan nama-nama lain dalam daftar ini, George Clooney bisa dibilang paling produktif dengan merilis sekitar 20 film sepanjang tahun 2000 – 2009. Diluar 3 seri Danny Ocean, film – film yang dia bintangi sebenarnya tidaklah sukses-sukses amat, bahkan ada yang gagal total seperti The Good German, Welcome to Collinwood dan Leatherheads. Kegagalan beberapa film yang George Clooney bintangi bukan disebabkan karena dia tidak kondang, justru dia sangatlah terkenal dengan seringnya tampil di media. Mungkin karena tema filmnya dianggap kurang begitu menarik. Dari sekitar 20 judul film yang dia bintangi, terkumpul hasil sekitar lebih dari 2,4 milyar US dolar.
ACTING RATE : 7,5
Beberapa kali masuk nominasi Oscar dan memenangkannya sekali, merupakan bukti kalau bujang lapuk ini aktingnya mendapatkan apresiasi positif. Tidak dari semua pihak memang, mengingat banyak yang bilang peran-peran yang Clooney pilih bukanlah peran-peran yang (dianggap) berbeda jauh dengan pribadi aslinya. Penampilan dari George Clooney yang saya suka ada di O Brother, Where Art Thou dan Michael Clayton. Sayang sekali saya belum melihat Syriana.
STAR RATE : 6,75


5.BRAD PITT
$ RATE : 7,5
Cakep, kondang, fisik sempurna dengan pasangan seksi dan bisa acting. Sungguh sebuah perpaduan sempurna untuk menjadi seorang bintang. Semuanya itu melekat pada Brad Pitt hingga memuat Jesse James iri dan membunuhnya hehehehe…. Wajahnya tak henti menghiasi media hiburan apalagi paska Mr and Mrs. Smith. Film-filmnya telah mengumpulkan hasil lebih dari 3 milyar US dolar. Sayangnya, The Assassination of Jesse James by the Coward Robert Ford yang menurut saya salah satu film terbaik dia, gagal total di pasaran.
ACTING RATE : 7
Pemilihan perannya cukup baragam. Mulai dari mata-mata, pembunuh bayaran, pelatih gym yang bego hingga tukang kupas kulit kepala para Nazi. Dimata saya sih dia cukup berhasil dengan peran-perannya tersebut. Semoga sebelum dia jadi Presiden USA, dia mendapat Oscar.
STAR RATE : 7,25


4.TOM HANKS
$ RATE : 7,5
Tidak banyak actor berumur yang masih bisa mejual filmnya. Tom Hanks patut diacungi jempol dengan kejeliannya memilih film. Kejeliannya dibuktikan dengan kenekadannya memerankan Prof Langdon, meski dikritik banyak pihak. Dengan modal fisik yang tidak bisa dibilang mempesona, total pendapatan film yang menghadirkan dirinya mencapai lebih dari 3,3 milyar US dolar. Jumlah tersebut belum ditambahkan dengan pendapatan dari film The Simpsons Movie yang mencapai lebih dari $500 juta lho. Pundi-pundi Tom Hanks makin membengkak dengan makin agresifnya dia memproduseri film-filmnya.
ACTING RATE : 7,5
Dari segi acting, penampilan Tom Hanks sepanjang tahun 2000 – 2009 memang tidak segemilang penampilnnya di era 1990 – 1999, era dimana dia meraih 2 Oscar, namun tetap saja diatas rata-rata. Contohnya dalam Cast Away dimana dia menampilkan perubahan fisik yang dramatis dengan beban peran yang amat besar. Panampilannya sebagai anggota mafia dalam Road to Perdition juga cukup meyakinkan. Pokoknya Tom Hanks selalu total dengan peran-perannya.
STAR RATE : 7,5


3.WILL SMITH
$ RATE : 9
Tak bisa dipungkiri, Will Smith adalah actor berkulit gelap paling moncer sepanjang 10 tahun terakhir. Jarang sekali film-filmnya gagal di pasaran, bahkan untuk film cinta macam Hitch yang berhasil meraup lebih dari $300 juta untuk peredaran seluruh dunia. Paling hanya The Legend of Bagger Vance dan Ali saja yang hasilnya kurang begitu menggembirakan. Men in Black 2, I, Robot, Shark Tale, Hitch, The Pursuit oh Happyness, I am Legend dan Hancock adalah film-film Will Smith yang berjaya dengan perolehan di atas dari $300 juta. Total pendapatan dari film-film yang melibatkan Will Smith mencapai lebih dari 3 milyar US dolar! Yang membuat Will Smith pantas dikagumi adalah meski dia merupakan A-list Actor, dia bisa menjauhkan keluarganya dari gossip miring. Will Smith akhir-akhir ini juga rajin berperan sebagai produser.
ACTING RATE : 6
Sebenarnya, Will Smith itu punya kemampuan acting yang bagus, hanya saja potensinya tersebut tertutup oleh kesibukannya bermain dalam film-film “heboh”. Bukti potensi acting Will Smith bisa disaksikan lewat Ali dan The Pursuit of Happyness yang membuahkan nominasi Oscar. Harapannya sih kedepannya dia bermain di film-film yang lebih mengoptimalkan kemampuan aktingnya.
STAR RATE : 7,5


2.LEONARDO DICAPRIO
$ RATE : 7
Nama yang satu ini termasuk bintang muda yang sangat memilih peran. Sangat beresiko sebenarnya. Saking pemilihnya, sepanjang tahun 2000 s/d 2009, dia merilis tidak sampai 10 judul, termasuk The 11th Hour. Untungnya Leonardo DiCaprio sudah mengumpulkan banyak penggemar pasca kesuksesan luar biasa dari Titanic, hingga film-filmnya cukup menguntungkan dari hitungan bisnis. Yang paling laris tentu saja Catch Me if You Can. Secara keseluruhan, film-filmnya “hanya” mengumpulkan sekitar 1,5 milyar US dolar. Kebintangannya bisa dilihat dengan intensitas berita seputar cewek-cewek yang dekat dengan dirinya.
ACTING RATE : 8,5
Pemilihan film yang ketat tentu saja berimbas pada tantangan acting yang besar. Hebatnya, Leonardo DiCaprio selalu tampil prima dalam setiap filmnya. Paling suka dengan penampilannya di Blood Diamond. Sayangnya saya belum pernah liat aksinya di The Aviator yang dipuji banyak pihak. Suatu saat dia harus dapat Oscar!
STAR RATE : 7,75


1.JHONNY DEPP
$ RATE : 8
Jhonny Depp pantas berterima kasih pada Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl, karena gara-gara perannya sebagai Jack Sparrow dalam film tersebut, kebintangannya makin moncer. Sebelum Pirates of the Caribbean rilis, film-film Jhonny Depp sangat sulit diterima pasar, meski tidak rugi-rugi amat. Paling hanya Chocolat yang berhasil menembus $150 juta. Trilogy Pirates of the Caribbean berhasil meraup pendapatan lebih dari 2,6 milyar US dolar. Total pendapatan dari film-film yang dibintangi Jhonny Depp mencapai lebih dari 4 milyar US dolar.
ACTING RATE : 8
Sangat jarang Jhonny Depp tampil jelek, meski kadang sedikit bosan dengan peran-peran eksentrik yang dia pilih. Saya paling suka dengan actingnya yang bersahaja di Finding Neverland dan masih menunggu dia mengambil peran-peran manusia biasa yang kadang tak kalah menantang.
STAR RATE : 8


Lalu siapakah actor yang bakal bersinar selama 10 tahun kedepan. Hmmm….terus terang sangat sulit memprediksinya mengingat persaingannya sangat ketat. Setiap saat terus saja bermunculan bintang-bintang muda yang diprediksi bakal bersinar. Hal ini makin sulit ketika rotasi untuk para bintang cowok itu tidak secepat pada bintang cewek. Kebintangan pemain film cowok itu ketika makin berumur bukannya meredup justru makin berkilau. Lihat saja kiprah Jhonny Depp dan Tom Hanks. Belum lagi akhir-akhir ini nama-nama seperti Robert Downey, Jr, Christian Bale dan Hugh Jackman makin mengukuhkan taringnya. Tapi kalau boleh menebak, nama-nama bintang muda seperti Jake Gyllenhall, James Franco, Joseph Gordon – Levitt dan Chris Pine rasanya bakal makin bersinar, selain Matt Damon yang tampaknya masih akan tetap bertahan. Di lubuk hati yang paling dalam, saya juga berharap Keanu Reeves dan Jack Black bisa melakukan sebuah come back yang mengejutkan.

TANAH AIR BETA : KONSISTENSI ALENIA


Karena situasi politik, Merry (Griffit Patricia) harus berpisah dengan kakaknya, Mauro (Marcel Raymond). Demi menuntaskan rindu, Merry seringkali bercakap-cakap dengan bantal yang dibalut kaos kakaknya. Sebagai seorang ibu, Tatiana (Alexandra Gottardo) sangatlah sedih melihat hal tersebut. Setelah beberapa tahun berpisah dan kondisinya lebih kondusif, Tatiana mendapatkan kabar soal anak pertamanya. Sayang, Mauro yang marah karena merasa ditinggalkan di Timor Timur enggan bertemu dengan ibunya. Mengetahui hal ini, Merry bertekad menempuh perjalanan panjang demi bertemu dengan kakaknya. Di tengah perjalanan, dia disusul oleh teman sekolah yang paling dia benci, Carlo (Yahuda Rumbindi). Siapa sangka, Carlo justru banyak membantunya di perjalanan.


Sekali lagi Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen mendedikasikan hidup mereka dengan konsisten menghadirkan film keluarga setelah sebelumnya merilis Denias, Liburan Seruuu dan King. Setelah balik sejenak ke Jawa, kali ini Alenia kembali ke Timur dan mengangkat kisah persaudaraan yang terkoyak paska jajak pendapat di Timor Timur. Banyak keluarga yang terpisah setelah jajak pendapat tersebut. Mereka yang memilih sebagai WNI memutuskan untuk mengungsi ke Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara sekilas, Alenia menunjukkan betapa masih menyedihkannya kehidupan mereka dan seakan kurang mendapat perhatian yang pantas dari pemerintah. Banyak yang belum melek huruf dan fasilitas kesehatan yang minim. Sedih rasanya mendengar Carlo berkata tidak ingin menjadi dokter karena tidak ada yang bisa menyembuhkan keluarganya ketika mereka sakit dan akhirnya meninggal dunia.


Namun, jangan harap kita digempur dengan rentetan permasalahan yang terjadi dipengungsian. Penonton yang mengharapkan kisah yang berisi gugatan sosial dan kritikan tajam terhadap politik dan pemerintah, bakal kecewa. Saya sendiri sempat dibuat terganggu dengan minimnya interaksi Tatiana dengan warga lainnya. Dia seolah-olah hidup terpisah dari yang lain. Tanah Air Beta nyatanya lebih mengedepankan kisah Merry yang berusaha menemui kakaknya. Pendekatan ini tampaknya sengaja dipilih oleh Alenia karena ya itu tadi, konsistensi untuk menghasilkan tontonan keluarga. Tontonan yang bisa dikonsumsi semua umur. Karenanya, di pertengahan cerita layar lebih berfokus pada usaha Merry dan Carlo.


Sayangnya, dengan usaha Merry menemui kakak yang sangat dia sayangi sebagai motor cerita, film ini tidak ada sama sekali visualisasi memori Merry dengan kakaknya. Visualisasi ini menurut saya penting demi meyakinkan penonton akan kuatnya ikatan persaudaraan antara kakak adik tersebut. Dampaknya, secara keseluruhan Tanah Air Beta terkesan main aman dan emosi yang dihadirkan cenderung datar karena minim letupan. Endingnya yang berpotensi menghasilkan sesuatu yang dramatis dihadirkan dengan sangat biasa. Lantunan lagu Kasih Ibu kok terasa kurang pas ya mengingat sebelumnya tidak ada adegan yang menegaskan kalau lagu Kasih Ibu merupakan lagu kenangan antara Merry dan Mauro.


Cerita yang terlalu datar untungnya dibalut dengan sinematografi yang cantik olahan Ical Tanjung. Gambar-gambarnya cukup indah meski settingnya bisa dikatakan cukup kering. Dan menyaksikan Tanah Air Beta ini saya jadi merasa melihat film dengan setting Afrika. Film ini juga sangat terbantu dengan akting para pemainnya yang bagus. Di paruh pertama saya dibuat terkesan dengan penampilan Alexandra Gottardo yang benar-benar berbeda dengan penampilannya sebelumnya di sinetron. Dengan balutan make-up yang bagus, Alexandra Gottardo melengkapinya dengan logat bicara yang meyakinkan. Di paruh kedua saya dibuat kagum dengan penampilan Griffit Patricia dan Yahuda Rumbindi. Sebagai pemula, keduanya bermain bagus dan natural. Saya suka bagaimana keduanya menciptakan chemistry yang apik. Dari keduanya, kisah persaudaraan terasa lebih kuat.


Sebagai tontonan keluarga, Tanah Air Beta bolehlah dijadikan pilihan di musim liburan ini. Pesan persaudaraan yang di hembuskan oleh Alenia cukup bisa tersampaikan lewat hubungan Merry dengan Carlo. Beberapa selipan humornya mampu membuat tersenyum, terutama adegan-adegan yang menghadirkan Carlo. Sikapi film ini sebagai film keluarga (anak-anak), dan kamu akan lebih bisa menikmatinya. Indonesia Pusaka sebagai lagu penutup mampu membuat saya merinding. Kalau boleh memberi saran kepada Alenia, mungkin kedepannya bisa mengajak tim yang berbeda biar karya-karyanya tidak mudah ketebak. 3,75/5

SHORT REVIEW : HUMANISME DALAM 3 FILM PERANCIS

L’HUMANITE (1999)


Kisahnya sebenarnya sangatlah simple. Seorang polisi, Pharaon De Winter (Emmanuel Schotte), menemukan mayat seorang gadis yang diperkosa dan dengan caranya sendiri, mencoba untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan karakternya yang cenderung lurus dan tampaknya mempunyai tingkat kecerdasan yang di bawah rata-rata, metode yang dia gunakan terlihat mentah. Wajahnya menyiratkan kekosongan, kebingungan, kemarahan, kesedihan maupun harapan. Film ini tampaknya merupakan semacam study of character dari Pharaon. Bagaimana karakternya dihadapkan pada karakter-karakter lain yang cenderung lebih “kasar” di tengah jaman dimana humanisme makin tergerus. Melalui proses yang sangat pelan (film ini berdurasi lebih dari 140 menit), kita bisa merasakan perubahan emosi dari Pharaon paska ditemukannya mayat gadis cilik tadi.


Sutradara dan penulis cerita Bruno Dumont tidak menjejali film dengan banyak dialog, namun lebih menyajikan ide-idenya dengan bahasa gambar. Dampaknya, penonton dituntut untuk lebih berpikir lebih keras tentang maksud dari creator. Beberapa adegan bisa kita pahami sebagai wujud berubahnya perilaku manusia, misalnya mobil box merah yang sangat besar yang tiba-tiba melintas di tengah pemukiman, perilaku Domino (Severine Caneele) dan Joseph (Philippe Tullier) yang cenderung mengumbar erotisme atau bagaimana atasan Pharaon menginterogasi dua anak kecil dan masih buaaanyak lagi. Sebuah film yang sangat kontemplatif dan tidak cukup menyaksikannya hanya sekali. Yang tidak saya mengerti adalah ketika di layar tiba-tiba tersaji gambar kelamin perempuan secara frontal dalam durasi yang cukup lama. Apakah ini wujud ketidaksenonohan? Entahlah. Film yang berhasil menggondol Grand Jury Prize, Best Actor dan Best Actress pada Cannes 1999 ini, auranya mengingatkan saya pada Cache-nya Michael Haneke. 4/5


THE DREAMLIFE OF ANGELS / LA VIE REVEE DES ANGES (1998)


Dibandingkan dua film diatas, film ini lebih bisa dinikmati dengan santai. Apalagi durasinya yang Cuma 113 menit. Dua cewek pekerja Isa (Élodie Bouchez ) dan Marie (Natacha Régnier) dipertemukan secara tidak sengaja. Keduanya tinggal di sebuah apartemen dimana pemiliknya, Sandrine (Louise Motte) sedang koma di rumah sakit. Awalnya kita melihat Isa dan Marie memiliki kesamaan hingga keduanya terlihat klop. Namun seiring berjalannya waktu, kita melihat betapa keduanya sangatlah berbeda. Ira sangatlah ekspresif, optimis dan realistis terhadap hidupnya. Sedangkan Maria cenderung tertutup, sinis dan mudah meledak serta cenderung apatis terhadap hidupnya. Dalam salah satu adegan, kita diberikan sedikit informasi tentang sejarah keluarga dari Isa dan Marie yang mempengaruhi kepribadian mereka.


Perbedaan karakter tersebut lantas membuat keduanya berselisih, terutama ketika Marie bersinggungan dengan Chris (Grégoire Colin) yang cenderung membuat Marie terlena dengan cinta semu. Ketika Marie terbuai dengan mimpi-mimpi, Isa menjalani hidupnya dengan lebih bersahaja. Dia menjalani pekerjaan apapun dengan ceria dan meluangkan waktu untuk menjenguk Sandrine dan menuliskan kisah bagi Sandrine. Dari kunjungan-kunjungan inilah Isa lebih bersyukur kan hidupnya dan juga membuatnya mempunyai harapan untuk bertahan hidup. Harapan yang sayangnya harus berhadapan dengan realita yang kejam dan mengejutkan, Seperti halnya adegan menjelang akhir yang membuat Isa sedih.Namun, hidup harus terus berjalan.


Sutradara sekaligus penulis cerita Erick Zonca mengemas The Dreamlife of Angels dengan sangat sederhana namun hasilnya adalah sebuah tontonan yang kuat, terasa nyata dan inspiratif. Temanya sangat dekat dengan keseharian kita. Penampilan dua bintang utamanya sangatlah natural dan meyakinkan. Keduanya mendapat predikat Aktris terbaik pada Cannes 1998. Filmnya sendiri berjaya di Cesar Award 1999. The Dreamlife of Angels sangat sayang untuk dilewatkan, terutama buat para cewek. 4,25/5

LA GRAINE ET LE MULET / THE SECRET OF THE GRAIN (2007)


Film arahan Abdellatif Kechiche ini mengisahkan bagaimana usaha Slimane Beiji (Habib Boufares), pria paruh baya berdarah Arab, yang mencoba menegakkan wibawanya ditengah situasi yang menghimpitnya. Mulai dari persoalan pekerjaan hingga persoalan keluarga, dimana Slimane seakan terbuang dan tidak dipandang oleh anak dan mantan istrinya. Meski sudah mempunyai istri lagi yang begitu pengertian serta anak perempuan yang tak henti menyemangatinya, wajah Slimane senantiasa menyiratkan kelelahan dan kepedihan. Kesempatan memperoleh wibawanya kembali datang ketika Slimane berniat mendirikan restoran keluarga di atas kapal. Pada saat pembukaan demi meyakinkan investor, awalnya semuanya berjalan lancar dan menyiratkan optimisme, namun situasi berubah total saat salah satu anak dari Slimane melakukan kesalahan yang tidak ia sadari.


Dengan durasi sekitar 150 menit, The Secret of the Grain terasa bertele-tele di 90 menit pertama. Pada bagian ini kita disuguhi adegan yang terkesan biasa saja. Namun tenyata, rentetan adegan-adegan yang terkesan biasa tadi sangat efektif mengikat emosi saya sebagai modal menikmati 60 menit terkahir yang sangat mengesankan. Kita dibuat harap-harap cemas paska kelalaian yang dilakukan oleh salah satu anak dari Slimane. Sesak nafas saya dibuatnya. Hancur lebur hati ini melihat usaha Slimane yang berlari sekuat tenaga, begitupun saat melihat pengorbanan yang dilakukan oleh anak dari istri kedua Slimane. Buat para pecinta film drama keluarga, film ini sangat saya rekomendasikan. Terasa nyata dan amat menguras emosi. Brillian. 4,5/5

Kamis, 17 Juni 2010

MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK : PERSAUDARAAN DI NEGERI SEBERANG

Kamis, 17 Juni 2010 4

Victoria Park di setiap hari Minggu dipenuhi dengan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang mencari dolar di Hongkong. Disinilah para BMI tadi bisa secara bebas mengekspresikan diri mereka. Sesuatu hal yang mungkin tidak bakal mereka lakukan ketika berada di Tanah Air. Di Victoria Park, kita akan menjumpai berbagai aktifitas, mulai dari sekedar kongkow-kongkow, memadu kasih, pengajian, dakwah agama hingga ekpresi seni. Bahkan, mereka juga pernah melakukan demonstrasi di Victoria Park, mengkritisi kebijakan Pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat, seperti kenaikan harga BBM. Berkumpulnya BMI di Victoria Park bagi Lola Amaria, adalah simbol rekonsiliasi bagi dua tokoh utama dalam filmnya, yakni Mayang (Lola Amaria) dan Sekar (Titi Sjuman).


Motor penggerak cerita dalam Minggu Pagi di Victoria Park dalam pandangan saya adalah sibling rivalry dari Sekar dan Mayang. Hubungan keduanya mengingatkan saya pada hubungan Cameron Diaz dan Tony Colette di In Her Shoes. Lewat usaha Mayang yang terpaksa menjadi BMI karena paksaan ayahnya demi menemukan Sekar yang senantiasa membangkitkan rasa iri dihatinya, kita diajak untuk melihat seluk beluk kehidupan BMI di Hongkong. Dengan riset yang cukup, Titien Wattimena menyuguhkan kisah cukup menarik, mulai dari hubungan antar BMI, hubungan BMI dengan majikan sampai mengulik fenomena hubungan sesama jenis antar BMI.


Gempuran penggambaran para BMI dalam Minggu Pagi di Victoria Park membuat kita paham betapa sulitnya posisi mereka, mengingat tekanan dari berbagai pihak yang membuat mereka tak ubahnya sapi perahan. Dan tidak hanya terjadi di Terminal 4 lho. Tekanan pertama sebenarnya datang dari rumah. Banyak pandangan di desa kalau bekerja sebagai MBI itu menghasilkan pemasukan yang besar. Kesuksesan seorang MBI dinilai dari perubahan fisik rumah beserta isinya. Pada akhirnya semua bermuara pada prestise orang tua, dimana anak dituntut untuk memenuhi gengsi tersebut tanpa memahami betapa tidak mudahnya mencari uang di negeri orang. Tuntutan inilah yang menyebabkan Sekar serta banyak BMI lainnya terlilit utang.


Pola pergaulan yang salah juga bisa mendatangkan kesulitan. Para BMI di Hongkong dikabarkan sering menjalin hubungan dengan pria Nepal ataupun Pakistan yang notabene malah meloroti penghasilan mereka. Bahkan sampai ada yang hamil lho yang sayangnya tidak ditampilkan dalam Minggu Pagi di Victoria Park. Tekanan pekerjaan datang makin menggebu ketika mereka dituntut untuk bekerja dengan sigap dan cepat beradaptasi di lingkungan yang benar-benar baru. Kalau tidak kuat, hal ini bisa membuat diri terlilit keterasingan, yang fatalnya bisa mendorong mereka nekat melakukan aksi bunuh diri.


Hidup di negeri orang itu, sekali lagi tidaklah mudah, karenanya dibutuhkan solidaritas antar kaum pendatang. Dengan kebanyakan berjenis kelamin perempuan, tidak mengherankan kalau banyak BMI yang terlibat cinta sejenis hingga ada yang berani melakukan ”pernikahan”. Dari yang saya baca, hubungan sesama jenis ini ternyata banyak yang berawal saat mereka tinggal di tempat pelatihan di Indonesia lho. Kasusnya mungkin sama dengan para pekerja pabrik di dalam negeri yang juga banyak terlibat cinta sesama jenis karena tinggal dalam satu asrama. Penyebab mengapa banyak BMI yang menjalin hubungan sesama jenis, sayangnya kurang tergambarkan dalam Minggu Pagi di Victoria Park.


Minggu Pagi di Victoria Park berniat menyampaikan banyak hal seputar MBI di Hongkong, jadi sulit memang untuk menghadirkan kisah yang benar-benar utuh dan mendalam. Meski demikian, film ini tetap enak dinikmati dan yang terpenting tidak melukai logika dengan fatal. Film ini makin menarik berkat topangan akting yang kuat, terutama para pemeran wanitanya. Dalam hal ini bukan hanya Titi Sjuman dan Lola Amaria saja lho, mengingat para pemeran pendukung perempuan yang lain juga tampil tak kalah meyakinkan. Saya awalnya agak terganggu dengan gaya bicara Lola Amaria yang terkesan nanggung, namun pada akhirnya paham kenapa pendekatan ini dia pilih. Mayang itu seorang gadis desa yang terpaksa ke luar negeri dan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Coba deh perhatikan gaya omong orang desa yang jarang berbahasa Indonesia dan belum lama tinggal di kota. Setelah pemahaman ini saya kagum dengan bagaimana Lola Amaria mencoba konsisten dengan gaya bicara yang ”nanggung”.


Banyak yang merasa terganggu dengan penampilan Donny Damara, namun bagi saya justru kehadiran karakter yang diperankan oleh Donny Alamsyah sangatlah kurang kuat. Saya tidak paham mengapa dia begitu tertarik terlibat dalam usaha menemukan Sekar. Hal ini menyebabkan kehadirannya hanya sebatas pemanis saja. Andai saja dia diberi karakterisasi yang lebih ”kasar” pasti kehadirannya akan lebih meyakinkan. Misalnya saja, Sekar mempunyai hutang yang cukup besar darinya, hingga Vincent (Donny Alamsyah) ikut dalam usaha pencarian dan pada akhirnya ada rasa terhadap Mayang. Kehadiran Gandhi (Donny Damara) yang merepresentasikan pemerintah (atau LSM?) terasa lebih masuk akal, hingga saya bisa agak menerima penampilannya yang cenderung formal dan dramatis.


Minggu Pagi di Victoria Park secara keseluruhan merupakan tontonan yang bagus, tapi masih bisa lebih bagus lagi. IMO MOI lho. Saya membayangkan andai saja film ini menggunakan hand held camera selama adegan-adegan di Hongkong, kecuali adegan konser diakhir, pasti akan lebih mengikat rasa layaknya 4 Months, 3 Weeks and 2 Days. Eh...ada Novia Kolopaking sebagai Produser Eksekutif lho. 3.75/5

Minggu, 13 Juni 2010

BOLA! BOLA! BOLA! BOLA!

Minggu, 13 Juni 2010 10

Saatnya semua atensi diarahkan pada FIFA World Cup 2010. Bagi bola mania event yang satu ini pastinya haram buat dilewatkan. Kalau saya sih menyambut biasa saja pesta akbar olahraga yang katanya paling digemari orang sejagad ini. Tidak membencinya, namun juga tidaklah menyukainya sangat. Dengan waktu 2 jam, saya lebih tertarik untuk menghabiskannya untuk nonton sinema. Paling saya hanya mengikuti berita seputar hasil pertandingan saja.
Dulu saya pernah agak suka dengan sepak bola, tepatnya jaman ketika Zinedine Zidane. Bagi saya, Zidane ini sosok yang sempurna. Kalau ditanya siapakah sosok yang paling saya kagumi di muka bumi ini. Jawabannya adalah Zidane. Dia itu terkenal, hebat dibidangnya, tidak neko-neko dan keluarga yang belum pernah diberitakan mempunyai masalah. Itulah gambaran orang sukses dimata saya. Saya masih menyimpan tabloid olah raga tahun 1998 waktu Perancis menang Piala Dunia lho. Semua ya gara-gara Zidane. Insiden di final Piala Dunia 2006 tidak membuat saya berpaling. Kejadian tersebut justru menyempurnakan sosok Zidane sebagai seorang manusia. Tidak luput dari kesalahan.



Sudah ah curhatnya hehehe…Yang namanya penggila sinema, maka saya melahap semua jenis sinema (kecuali bokep yang aneh-aneh). Film tentang sepakbola bukanlah suatu pengecualian. Herannya, meski digelari sebagai olah raga paling digemari, film tentang sepakbola jumlahnya belumlah banyak. Hal ini mungkin karena di Holly sana, sepakbola masih kalah pamor dengan basket misalnya, sehingga film sepakbola dinilai belum menguntungkan secara dagang. Berikut ini beberapa film tentang sepakbola yang pernah saya tonton dan beberapa judul yang berkaitan dengan sepakbola yang sayangnya saya belum ada kesempatan menontonnya :


Untuk menjadi seorang bintang sepakbola layaknya Beckham ataupun Ronaldo itu dibutuhkan suatu proses panjang. Proses ini digambarkan dengan cukup bagus di Goal! The Dream Begins dan Goal! 2: Living the Dream. Perjuangan Santiago Muñez (Kuno Becker) diceritakan dengan cukup runut dan inspiratif. Asyiknya, film yang didukung FIFA ini menghadirkan banyak sekali bintang-bintang sepak bola seperti Zinedine Zidane, David Beckham, Raúl González, Alan Shearer, Frank Lampard, Steven Gerrard, Thierry Henry, Lionel Messi, Cesc Fàbregas, Samuel Eto'o dan masih banyak lagi. Goal 3 belum nonton karena tampaknya kurang menarik.


Selain pelatih, peran manajer dalam sepak bola itu sangatlah krusial. Dialah orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pemain agar menjadi satu tim yang solid. Dia tidak hanya harus berhadapan dengan pelatih, pemain, fans fanatik maupun pemilik klub, namun juga harus menghadapi ego diri yang bisa menjerumuskan dirinya dalam jurang keterpurukan. Michael Sheen bermain bagus sekali sebagai Manajer yang pernah membuat Leeds United merasakan puncak kejayaan. Suatu saat harus dibuat film yang mengisahkan Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho!


Sepak bola tidak akan seru tanpa kehadiran supporter dengan segala aneka polah mereka. Looking for Eric mengisahkan seorang pria paruh baya pengagum Eric Cantona dengan segala permasalahannya dan melarikan diri masalah tersebut dengan melakukan percakapan imajiner bersama Eric Cantona. Supoter klub sepak bola dikenal dengan solidaritas tinggi yang kadang terkesan dangkal. Nah, dalam Looking for Eric ini, para suporter bekerja sama membantu menyelesaikan masalah rekannya. Sayang sekali saya belum sempat menonton dua film lainnya, mengingat kaum hooligans ini menjadi fenomena menarik di Eropa sana. Di film Euro Trip, kita diberi sedikit gambaran keliaran para Hooligans.


Masih seputar suporter. Indonesia tidak mau kalah dengan pernah membuat 2 film seputar suporter sepak bola. Kalau The Conductors (belum nonton) menggunakan pendekatan dokumenter dalam menyoroti koordinator suporter yang tak beda jauh dengan konduktor musik, dalam Romeo dan Juliet, sang sutradara mengangkat kisah cinta klasik penuh tragedi antara dua suporter fanatik yang saling bermusuhan. Sang sutradara mengemasnya dengan cepat dan penuh dengan adegan kekerasan, plus selipan salah satu adegan paling ”membara” dalam sejarah film Indonesia.


Sepak bola bagi sebagian orang akan makin seru kalau diikuti dengan aksi taruhan. Judi olahraga ini nyatanya mampu menyeret orang-orang yang suka melakukannya, terseret ke dalam berbagai masalah, terutama persoalan finansial. Gara-gara kalah taruhan, Winky Wiryawan dan Herjunot Ali terseret ke dalam labirin konflik yang membingungkan dan kacau. Filmnya lumayan seru dan cukup menghibur.


Mempunyai cita-cita menjadi pesepakbola itu bukanlah sesuatu yang buruk. Daripada jadi anggota dewan yang selalu sibuk menggerogoti uang rakyat, ya mending jadi pemain sepakbola. Jadi, kalau ada anak yang ingin megembangkan bakatnya di bidang sepakbola akan lebih baik kalau didukung. Jangan sampai si anak melakukan kebohongan demi kebohongan layaknya karakter yang diperankan Emir Mahira dalam Garuda di Dadaku. Inilah salah satu film anak-anak terbaik karya anak negeri.


Seperti yang saya sebutkan di atas, Zidane adalah sosok yang sangat saya kagumi, karenanya Zidane : A 21st Century Portrait ini sangat sayang untuk dilewatkan. Menyaksikan film ini memang seperti menyaksikan pertandingan sepakbola biasa, bedanya dalam film ini kamera sangaaaat intens mengikuti pergerakan Zidane. Saya suka!


Siapa bilang sepak bola itu hanya untuk cowok. Kalau diberi kesempatan, para cewek juga bisa kok. Dan karena jenis kelamin mereka, tantangannya jauh lebih besar. Lihat saja apa yang ditampilkan dalam Bend it Like Beckham. Jesminder "Jess" Bhamra (Parminder Nagra) harus melewati berbagai rintangan sebelum akhirnya ada yang mengakui bakatnya. Dia tidak hanya harus membuktikan kalau jenis kelamin bukanlah penghalang untuk bermain sepakbola, namun juga harus berhadapan dengan kultur yang melingkupinya. Dalam She’s the Man lain lagi. Film ini sebenarnya tidak terlalu mengedepankan sepak bola dan lebih ke kisah cinta remaja, namun film ini cukup banyak menghadirkan gocekan kaki si pemeran utama cewek di tengah kumpulan cowok. Soccer Mom saya belum nonton, begitupun dengan Gracie. Dari judulnya, bisa dibayangkan Soccer Mom berkisah tentang apa. Sedangkan untuk Gracie, saya ingat, saat perilisannya, film ini cukup mendapat apresiasi positif dari para kritikus film.

Kisah wanita dan sepak bola biasanya dikaitkan dengan isu gender. Selain Gracie yang berjuang mendapatkan kesempatan yang sama di dunia sepakbola layaknya para pria, dalam Offside diceritakan sekumpulan perempuan Iran yang berusaha menyaksikan pertandingan sepak bola di negara yang terkenal membatasi pergerakan perempuan. Film yang menuai banyak pujian dan berhasil meraih Silver Bear di Berlin International Film Festival 2006 ini dilarang beredar di Iran. Dari trailernya, film ini tampaknya sangat menarik. Sayang, sampai sekarang belum beruntung menemukannya. Her Best Move menyuguhkan kisah pencarian jati diri dari Sara Davis (Leah Pipes) yang mendapatkan peluang bermain di tim sepak bola nasional USA.


Kisah sepakbola ternyata bisa dikemas dengan sangat menarik dan unbelieveable. Contohnya Shaolin Soccer yang diramu Stephen Chow menjadi film dengan sajian visual yang mengejutkan, ugal-ugalan namun tetap mengangkat semangat fair play. Sebuah film yang sangat menghibur dan tak bosan menontonnya. Stephen Chow berhasil mengawinkan sepakbola dengan kungfu dengan baik. Soccer Dog? Dari judulnya sudah bisa dibayangkan kalau film ini bak Air Bud versi sepak bola dan menyasar penonton belia. Film ini ternyata sangat sukses lho. Dengan dana $700,000, film ini berhasil mendapat pemasukan lebih dari $25 juta dolar untuk peredaran di seluruh dunia hingga dibuatkan sekuel, Soccer Dog: European Cup.


Sebenarnya masih banyak lagi film seputar sepak bola. Kebetulan banyak yang belum saya tonton. Bolly pernah merilis film tentang sepakbola berjudul Dhan Dhana Dhan Goal (perhatikan tagline-nya yang serupa tagline film Gladiator) yang dirilis tahun 2007. Kabarnya akan ada sekuel film yang dibintangi John Abraham dan Bipasha Basu ini.
 
GILA SINEMA. Design by Pocket