Selasa, 18 Maret 2008

LE SCAPHANDRE ET LE PAPILLON ( THE DIVING BELL AND THE BUTTERFLY )

Selasa, 18 Maret 2008

Jean-Dominique Bauby (Mathieu Amalric) adalah seorang jurnalis yang berperan sebagai editor di majalah Elle Perancis. Pada awalnya hidupnya dia lalui dengan normal – normal saja. Meskipun rumah tangganya bermasalah, Bauby adalah seorang ayah yang baik serta anak yang berbakti. Sampai sebuah kejadian membuatnya stroke dan merubah jalan hidupnya.

Stroke tersebut menyebabkan banyak bagian tubuhnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dia hanya bisa menggunakan kedipan mata untuk berkomunikasi dengan orang lain. Satu kedipan berarti “ya”, sedangkan “tidak” dengan dua kedipan.

Cerita yang ditawarkan kesannya biasa dan sudah sering dihadirkan. Tentang orang sekarat, dan bagaimana dia memaknai hari – hari terakhirnya. Namun sutradara Julian Schnabel, dibantu dengan sinematografer handal Janusz Kaminski mampu menghadirkan tontonan yang orisinil dan penuh makna. Belum lagi penampilan para pemainnya yang prima, terutama Mathieu Amalric. Barangkali Jhonny Depp menyesal telah meninggalkan proyek ini karena bentrok dengan jadwal syuting Pirates of the Caribbean.

Kamera diposisikan sebagai mata dari Bauby. Dalam film ini kamera berperan sebagai actor yang berinteraksi dengan tokoh – tokoh yang ada dengan Bauby. Sebuah pendekatan yang menakjubkan. Untungnya Julian Schnabel tidak menyajikan pendekatan tersebut sepanjang durasi film. Sutradara tahu benar kapan menempatkan kamera sebagai actor dan kapan kamera berperan sebagai kamera, sehingga film tidak terasa melelahkan dan membosankan.

Lewat pendekatan ini kita diajak untuk menyelami apa yang dilihat, dirasakan dan imajinasi dari Bauby. Terkadang kita diajak untuk merasakan kepedihan dari Bauby sebagai seorang pesakitan, namun dalam banyak adegan tak urung kita tersenyum dengan apa yang sebenarnya ada dalam benak Bauby. Dalam beberapa adegan kita disuguhi pikiran – pikiran nakalnya. Atau adegan ketika mencoba memperingatkan perawat agar tidak mematikan siaran TV yang sedang menayangkan pertandingan sepak bola. Lucu sekaligus membuat miris.

Seperti umumnya film yang bercerita tentang orang sekarat, film yang diangkat dari kisah nyata ini mengajak kita untuk lebih mensyukuri hidup ini dengan mengisinya dengan hal – hal yang berguna, terutama untuk orang lain. Rasanya tidak ada penonton yang tidak tersentuh melihat usaha Bauby menyelesaikan tulisannya dengan kondisi tubuh yang amat sangat terbatas.

Malu rasanya melihat semangat yang dimilik oleh Bauby, meskipun untuk menuju ke tahap itu butuh perjuangan yang kadang membuat putus asa dan ingin mati saja. Beruntung Bauby dikelilingi oleh orang – orang yang menyayanginya. Meski pada akhirnya Bauby meninggal dunia, namun dia meninggalkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan orang lain. 4,25/5

English


LE SCAPHENDRE ET LE PAPILLON (THE DIVING BELL AND THE BUTTERFLY)


Jean-Dominique Bauby (Mathieu Amalric) is a journalist that become an editor in Elle magazine in France. At the earlier, his live is so normal. Though his marriage is in trouble. Bauby is a good father and a good son. Until something happened and make him stroke, and it change his life.
Stroke that make most of his body is not well function. He only able to use the blink of his eyes to communicate with people. One blink is a yes, and two blinks is a no.
The story that offered here seems look a like with the other. And present too often. About dying person, and how he give a meaning to his last time of his live. But the director Julian Schnabel, helped by great cinematographer Janusz Kaminski that able to present the genuine show that full of meaning. And the cast that play so optimal, especially Mathieu Amalric. Perhaps Jhonny Depp feel sorry that abandoned this project because clash with the production of Pirates of Caribbean’s schedule.
The camera is positioned as Bauby’s eyes. In this film the camera is played as an actor that interact with the character around Bauby. A remarkable closure. Luckily that Julian Shnabel did not use this closure a long the duration. The director is knowing well when to put camera as an actor and when put it as a camera, so the film is not tiring and boring.
Trough this closure we are about to take and dive what is Bauby see, feel and imagine. Sometimes it make us feel the sorrow of Bauby. But in many scene we can smile for what are really in Bauby’s mind. In some scene we are served with his naughty minds. Or the scenes when he tries to warn the nurse not to turn off the TV that broadcast foot ball game. Funny and touchy.
Like a common film that tells about the dying person, the film that bring from the real story is inviting us to grateful for our live and fill it with something useful, especially to others. It’s feel that there are no audience that not touched to see Bauby’s aim to finish his writing on such condition.
It shame to see Bauby’s spirit, even sometimes to go to that stage need a struggle that make us desperate and make us want to die. Luckily that Bauby is surrounding by the people that loving him. Even though he finally died, but he left something valuable to someone’s life. 4.25/5

0 komentar:

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket