Kamis, 29 Oktober 2009
KAMINEY
Kamis, 29 Oktober 2009
0
Guddu dan Charlie (diperankan semua oleh Shahid Kapoor) kembar identik yang gara-gara kematian ayahnya mereka di masa lampau memilih jalannya masing-masing. Keduanya cenderung saling benci dan menyalahkan malah. Guddu dan Charlie memilih jalan hidup yang benar-benar berbeda satu sama lain. Charlie yang bermimpi menjadi Bandar taruhan balapan kuda memilih bergabung dengan gank demi memuluskan mimpinya tersebut. Bahkan, dia menganggap Mikhail (Chandan Roy Sanyal), sebagai saudara kandungnya yang hilang.
Sedangkan Charlie memilih untuk bergabung dengan LSM yang bergerak di bidang AIDS, yang ironisnya justru membuat hamil ceweknya, Sweety (Priyanka Chopra) hamil karena berhubungan tanpa menggunakan pengaman. Lebih celaka lagi, kakak Sweety, Shekhar Bhope (Amol Gupte), yang sedang merintis karir politik menentang hubungan tersebut. Charlie makin terjepit setelah Sweety memaksa untuk dinikahi.
Hidup Guddu yang keras makin tidak karuan ketika terlibat dalam sebuah aksi yang melibatkan gembong obat terlarang, Tashi (Tenzing Nima). Situasi makin pelik dengan keterlibatan beberapa oknum kepolisian yang korup. Shekar yang tidak ingin Sweety menikahi Charlie, mengutus anak buahnya untuk “mengambil” Charlie, sedangkan disisi lain, Guddu yang diketahui membawa obat terlarang bernilai sangat besar, diburu oleh anak buah Tashi dan polisi korup tadi mengingat barang haram tersebut bernilai sangat besar.
Sudah bisa diduga, terjadi kekeliruan target yang diinginkan oleh masing-masing pihak tadi. Disepakati sebuah pertukaran yang membuat Charlie dan Guddu saling bertemu setelah sekian lama. Bukannya saling bantu, keduanya malah cenderung berusaha menyelamatkan diri mereka sendiri. Timbulah kekacauan yang makin balau dengan ketertarikan Shekhar akan barang haram yang tersimpan dalam tas gitar yang disembunyikan oleh Guddu. Puncak kekacauan terjadi ketika semua pihak bertemu dan bertempur di pemukiman padat dimana Shekhar tinggal.
Gilasinema berani mengatakan Kaminey sebagai salah satu film Bolly terbaik yang pernah Gilasinema tonton. Gaya bertutur dan kemasan visual yang berbeda menjadikan Kaminey unik dibandingkan film Bolly kebanyakan. Buat yang suka dengan film-film karya Guy Ritchie, kemungkinan akan menyukai film ini. Bahkan, ada sedikit pengaruh Tarantino dalam Kaminey ini dengan dimasukkannya beberapa kelucuan yang muncul dari konyolnya beberapa tokoh yang dihadirkan.
Yang menarik, Guddu dan Charlie sebagai sosok utama digambarkan jauh dari sempurna dan bahkan melakukan beberapa hal konyol. Contohnya ketika Charlie merasa enggan menikah karena baru merencanakannya untuk tahun 2012, hingga mendapat hujatan dari Sweety, “Menikah 2014, bulan madu di tahu 2009?!” Sedang Guddu, sering digambarkan mengalami dilemma dalam memilih suatu jalan yang bakal dipilih. Keduanya juga digambarkan mempunyai kekurangan dalam kemampuan berbicara.
Kedua karakter yang saling bertolak belakang tersebut membutuhkan kepiawaian acting yang lebih dari cukup. Untungnya, Shahid Kapoor mampu mengemban tugas berat yang Vishal Bhardwaj bebankan kepadanya. Tidak mudah lho memerankan karakter kembar yang saling bermusuhan, apalagi ketika saling berhadapan. Gilasinema sendiri terkesan dengan perubahan pada Shahid Kapoor. Pertama kali melihat aksinya di Ishq Vishk 6 tahun silam. Penampilannya dalam film yang merupakan debutnya tersebut masih terlihat sangat belia.
Bandingkan dengan penampilannya dalam Kaminey ini yang keras, lusuh dan harus melakukan beberapa adegan aksi. Agar penampilannya lebih menghentak, oleh Vishal Bhardwaj, Shahid Kapoor dilarang untuk “beredar” sampai filmnya laris. Rasa penasaran terhadap penampilan baru dari Shahid Kapoor bisa jadi menjadi salah satu nilai jual dari Kaminey dan terbukti efektif menjadikan film ini sebagai salah satu film Bolly terlaris tahun ini, mengalahkan beberapa film yang diprediksi sukses besar semacam Chandni Chowk to China.
Berhasilnya Kaminey menjadi tontonan yang berbeda dibandingkan film Bolly kebanyakan, tidak bisa dilepaskan dari peran Vishal Bhardwaj sebagai sutradara. Sutradara yang sebelumnya sukses menelorkan Omkara ini berhasil menjaga irama cerita hingga menit akhir yang sekitar 120 menit dan tidak membuat penonton merasa bosan, padahal hampir sepanjang durasi kita digempur dengan rentetan gambar suram dan setting yang jauh dari kesan indah. Priyanka Chopra yang merupakan salah satu bintang ternama pun dibalut tanpa polesan wajah.
Dan beruntung Vishal Bhardwaj dibantu oleh Tassaduq Hussain sebagai sinematographer. Paling asyik tentu saja adegan pamungkas ketika berlangsung pertempuran yang melibatkan semua pemain. Seru dan kacau banget. Dan seperti hamper semua film Bolly, Kaminey tak lupa menyisipkan musik asyik. Untuk urusan satu ini, Vishal Bhardwaj turun langsung menggarapnya. Nikmati Dhan Te Nan yang asyik buat ajojing. 3,75/5
WORLD’S GREATEST DAD
I used to think the worst thing in life was to end up all alone. It's not. The worst thing in life is ending up with people who make you feel all alone.
Lama juga ya tidak menyaksikan penampilan dari Robin Williams, yang merupakan salah satu actor favorit di era 1990-an. Gilasinema hampir lupa kapan terakhir film yang dia bintangi rilis di pasaran. Terakhir ada RV, itupun tidak tertarik menontonnya. Disibukkan dengan persoalan kesehatan, tampaknya berpengaruh terhadap produktivitasnya di dunia sinema. Tahun ini dia merilis World’s Greatest Dad dan Old Dogs.
Di Worl’s Greatest Dad, Robin Williams mengulang perannya dalam Dead Poets Society, yakni sebagai guru bernama Lance Clayton. Pria paro baya ini seakan digariskan menjadi pecundang. Berpisah dari istrinya dia mengurusi anak semata wayang, Kyle (Daryl Sabara) dan mengajar di kelas yang terancam ditutup karena kekurangan peminat. Obsesinya sebagai penulis tidak berani dia realisasikan dan hanya dia tunjukkan pada ceweknya yang cakep, Claire (Alexie Gilmore), yang serba palsu.
Tantangan terbesar Lance justru dari anaknya, Kyle. Remaja tanggung ini benar-benar susah diatur. Mempunyai hobi berbicara kotor dan browsing situs porno sebagai “bahan” masturbasi, Kyle menjadi bencana bagi Lance. Tidak hanya di rumah, namun juga di sekolah yang membuat Lance makin kurang dipandang.
Hidup Lance berubah drastic ketika mendapati Kyle menemui ajal gara-gara masturbasi dengan tehnik yang memang berbahaya. Mungkin karena menjaga arwah anaknya supaya tidak malu, Lance yang awalnya terpukul hebat, memposisikan matinya Kyle layaknya bunuh diri yang “wajar”. Perubahan hidup Lance terjadi ketika catatan perpisahan dari Kyle yang aslinya dibuat oleh Lance beredar di luar.
Entah mengapa, sosok Kyle dielu-elukan oleh hampir seisi sekolah. Kyle layaknya selebritis yang meninggal di puncak karirnya. Hal ini ternyata berpengaruh terhadap jumlah siswa yang mengikuti kelas Lance. Melihat kecenderungan ini, Lance melihat peluang menerbitkan karya atas nama Kyle. Sekali lagi karya tersebut disambut gempita ketika dilempar dalam bentuk buku. Namun akankah Lance hidup nyaman dalam kebohongan? Dan akankah dia mendengarkan gugatan teman Kyle yang penasaran dengan kejadian sebenarnya?
World’s Greatest Dad bukanlah sebuah tontonan yang membuat nyaman. Jangan terkecoh dengan judulnya. Terus terang Gilasinema sendiri merasa kurang nyambung dengan judul tersebut. Ayah paling hebat didunia itu ayah yang bagaimana sih? Sutradara Bobcat Goldthwait ( pernah masuk Razzie Award tahun 1989 leawt film Hot to Trot ) seakan ingin menyajikan sebuah tontonan alternative yang menjungkir balikkan pakem. Dimatikannya Kyle ditengah film menjadi bukti hal tersebut. Mengejutkan. Dan hal ini dikuatkan dengan pengakuan jujur dari Lance di penghujung film.
Film ini juga seakan menyindir penerimaan orang banyak akan sebuah peristiwa tanpa melihat lebih dalam peristiwa tersebut. Masyarakat seperti dipaksa menerima mentah-mentah informasi yang disemburkan oleh media. Di tengah makin maraknya hoax, film ini menjadi sedikit relevan.
Robin Williams tampil dominant sepanjang durasi. Tak heran penampilannya terlihat paling menonjol. Dia merupakan salah satu sedikit actor yang bisa main bagus di genre komedi maupun drama. Masih ingat dong pencapaian actingnya di The Fisher King, Patch Adams, Mrs. Doubtfire atau Good Will Hunting. Dia tampak fasih memainkan karakter melas dan penuh ironi layaknya Lance dalam film ini. Robin Williams berusaha total menghidupkan karakter Lance hingga rela bugil frontal!
Namun, penampilan Daryl Sabara yang hanya menghiasi layar hanya separuh durasi cukup berhasil. Maksudnya, dia berhasil membangkitkan rasa sebal penonton terhadap karakternya hingga kematiannyapun tidak membangkitkan rasa sedih. Tidak terlihat sisi menggemaskan yang pernah dia tampilkan lewat Spy Kids. Penonton mana yang tidak ingin menampar mulutnya yang selalu tajam meski ayahnya berusaha bicara baik-baik. Perhatikan dialog dibawah ini :
Lance Clayton: Come on now, Kyle, you must be passionate about something.
Kyle: You wanna know what I like? I like looking at vaginas.
Kyle: Bruce Hornsby's a fag.
Lance Clayton: He's got kids Kyle.
Kyle: You have a kid. And you're a fag.
Ampun deh! Benar-benar anak durhaka. Sekedar informasi, Daryl Sabara mulai terlibat proyek-proyek menjanjikan. Tahun ini dia bakal tampil di 2 film yang diramalkan bakal laris manis, yakni A Christmas Carol dan It’s Complicated. Tahun depan dia bakal nimbrung di Machete dan John Carter of Mars. Kabarnya Spy Kids 4 juga bakal dibuat. 3/5
Jumat, 23 Oktober 2009
FROM DANCING TO DIRECTING
Jumat, 23 Oktober 2009
0
Dalam satu tahun terakhir ini ada satu hal yang menarik Gilasinema, yakni suksesnya beberapa sutradara yang mengawali karirnya sebagai choreographer. Kesuksesan para peñata tari yang terjun ke penggarapan layar lebar tadi nampaknya bakal masih akan terus berlangsung paling tidak hingga tahun 2011. Menariknya, film-film yang mereka tangani kebanyakan sukses, baik dalam menghadirkan hiburan sekaligus dalam mengeruk dolar. Mungkin hal ini disebabkan oleh kemampuan “mengatur” yang mereka miliki.
Tugas seorang Choreographer tidak beda jauh dengan seorang sutradara. Sama-sama menuntut keahlian menata sebuah adegan/gerakan hingga menghasilkan tontonan yang enak dinikmati. Seringnya bersentuhan dengan musik, membuat karya – karya mereka terasa lebih dinamis dan sangat memanjakan ekspektasi penonton.
ADAM SHANKMAN
Tahun 2009 ini pria yang mengaku gay ini memang tidak merilis film yang dia arahkan, namun di akhir tahun 2008 kemaren dia sukses mengarahkan Adam Sandler di Bedtime Stories. Namun bukan berarti tahun ini dia berpangku tangan, karena pria berusia 45 tahun ini berada di balik kesuksesan film 17 Again.
Adam Shankman mengawali debutnya di dunia film lewat The Wedding Planner di tahun 2001 yang sukses dalam peredarannya dan dilanjutkan dengan mengangkat novel Nicholas Spark, A Walk to Remember. Bringing Down the House secara tak terduga juga mencetak sukses besar, dan lewat The Pacifier, Adam Shankman sukses mengarahkan Vin Diesel di jalur komedi.
Hairspray bisa dibilang merupakan karya Adam Shankman tersukses sejauh ini. Rencananya, tahun 2010 bakal dirilis Hairspray 2 : White Lipstick. Selain itu tahun depan rencananya dia juga bakal merilis Coming Attraction dan menyiapkan Bye, Bye Birdie untuk tahun 2011. Dia juga memproduseri film yang siap rilis berjudul The Last Song. Film ini naskahnya ditulis langsung oleh Nicholas Spark dan dibintangi oleh Miley Cyrus. Adam Shankman juga berada di balik kesuksesan Step 1 dan 2. Kabar terbaru, dia didapuk menjadi produser untuk Academy Award taon depan (kalo gak salah baca hehehee…)
ANNE FLETCHER
Nama yang satu ini menjadi salah satu sutradara wanita paling sukses di Holly saat ini. Tahun ini The Proposal yang dia arahkan, selain menjadi ajang pembuktian kembalinya Sandra Bullock juga sukses meraup ratusan juta dolar dalam peredarannya. Dengan kesuksesan ini, tak pelak membuat Anne Fletcher menjadi salah satu harta berharga bagi grup Disney.
Karyanya belum banyak, karena selain The Proposal dia baru membuat Step Up dan 27 Dresses. Namun dua film tadi bisa dibilang cukup sukses secara komersial. Filmnya juga tidak jelek, bahkan sangat menghibur. Patut ditunggu karya selanjutnya yang untuk sementara diberu title The Matador yang menceritakan sepak terjang cheerleaders cowok.
Anne Fletcher ini ternyata teman dekat dari Adam Shankman. Tak heran keduanya sering bekerja sama. Kalau ada yang ingat, Anne Fletcher pernah ikutan main di The Pacifier sebagai salah satu pemeran drama musical Sound of Music. Anne Fletcher sebelumnya juga banyak terlibat di film-film sukses semacam Boogie Nights, She's All That, Bring It On, Down with Love, The 40-Year-Old Virgin, Hairspray dan masih banyak lagi.
KENNY ORTEGA
Nama yang satu ini dulu pernah terlibat dalam video musik penyanyi beken seperti video Material Girl-nya Madonna dan Beat It – nya Michael Jackson. Pria berusia 59 tahun ini memang sering berkerja sama dengan Michael Jackson. Kenny Ortega mempunyai peran besar dalam suksesnya Dangerous World Tour 1992-1993 dan HIStory World Tour 1996-1997. Bahkan, hingga akhir hidupnya Kenny Ortega masih dipercaya oleh King of Pop untuk terlibat dalam konser “This Is It”. Untungnya kerja sama yang batal dipertontonkan tersebut didokumentasikan dan hasilnya bakal dirilis tanggal 28 Oktober 2009 dengan judul yang sama, This Is It.
Karir Kenny Ortega terlihat benderang di era 1980-an. Era dimana demam disko meraja lela dimana-mana. Kenny terlibat di beberapa film remaja sukses seperti Dirty Dancing, St. Elmo’s Fire dan Pretty in Pink. Di era 2000-an di sukses menelorkan High School Musical hingga dibuat 3 jilid dan melejitkan nama Zac Efron.
ROB MARSHALL
Film yang dia rilis memang baru dua biji, namun prestasinya tidaklah main-main. Chicago yang merupakan debutnya mampu meraih gelar Film Terbaik di Oscar 2003. Memoirs of Geisha meski secara komersial kurang begitu sukses mampu menyabet 3 Piala Oscar. Dan kini dia siap untuk merilis Nine yang diprediksi banyak pihak bakal berbicara banyak di ajang Oscar tahun depan.
Dan menurut kabar terbaru, sutradara yang sangat disegani di dunia teater dan tari ini bakal mengarahkan Pirates of the Caribbean: On Stranger Tides untuk konsumsi tahun 2011. Rasanya pintu kesuksesan terbuka lebar untuk pria yang mampu menembus bermacam award bergengsi semacam Oscar, Golden Globe, Emmy hingga Tony Award ini.
ROSIE PEREZ
Ada satu choreographer lagi yang mencoba peruntungan di dunia film yakni Rosie Perez, hanya saja nama yang satu ini memang kurang begitu dikenal. Padahal, Rosie Perez ini pernah masuk bursa Oscar di tahun 1993 untuk kategori Best Supporting Actress lewat film Fearless arahan Peter Weir. Salah satu film yang lumayan kondang yang dia bintangi adalah White Men Can't Jump. Bagi yang asing dengan sosoknya, bisa melihat Pineapple Express dimana dia berperan sebagai polisi wanita yang menghambat aksi Seth Rogen dan James Franco.
Film yang dia sutradarai juga baru satu. Itupun kurang begitu dikenal luas, berjudul Yo Soy Boricua! Pa' Que Tu Lo Sepas! (I'm Boricua, Just So You Know!). Sebelum terjun di dunia acting gara – gara bertemu Spike Lee yang mengajaknya berperan dalam Do the Right Thing, Rosie Perez terlibat sebagai piñata tari dalam music video dari Janet Jackson, Bobby Brown, Diana Ross dan LL Cool J.
GENE KELLY
Dari masa lampau pernah ada Gene Kelly. Pria yang dominant tampil di film musical di era 1940-an dan 1950-an ini dikenal sangat berbakat, selain berwajah rupawan. Dia bisa nari, nyanyi, acting, sutradara sekaligus peñata tari handal. Selain An American In Paris, Singin’ in the Rain merupakan karyanya yang paling monumental. Bahkan dalam Singin’ in the Rain, Gene Kelly kerja rangkap mulai dari sutradara, peñata tari hingga menjadi actor utama!
Berkat kontribusinya dalam perkembangan film musical, pada Academy Award 1952, Gene Kelly dianugerahi Honorary Award Honorary sebagai “appreciation of his versatility as an actor, singer, director and dancer, and specifically for his brilliant achievements in the art of choreography on film." Bahkan Festival Film semacam Berlin dan Cannes juga memberi apresiasi tinggi terhadap prestasinya.
FARAH KHAN
Dari Holly sekarang menuju ke Bolly, dunia dimana choreographer berserakan dimana-mana. Namun dari sekian banyak peñata tari yang ada disana, hanya ada satu yang paling menonjol dan sukses ketika terjun di bidang penyutradaraan film yakni Farah Khan. Perempuan yang akrab dengan Shah Rukh Khan ini memang baru merilis dua film yakni Main Hoon Na dan Om Shanti Om yang keduanya dibintangi oleh Shah Rukh Khan. Namun, dalam perilisannya kedua film tadi sukses besar di pasaran. Bahkan, Om Shanti Om sempat memecahkan rekor highest grossing Hindi film of all time saat dirilis.
Perempuan yang menjadi perempuan pertama yang dinominasikan sebagai Sutradara Terbaik di ajang Filmfare Award ini (Oscar-nya Bolly) juga terlibat dalam dua film Mira Nair, Monsoon Wedding dan Vanity Fair. Dia juga pernah melatih Shakira biar lebih bisa menggoyangkan pinggul selain membuat Kareena Kapoor jauh lebih luwes di Kabhi Kushi Kabhi Gham. Gilasinema dan teman-teman suka sekali dengan tarian dalam film ini. Jadi kangen nari bareng lagi hehehehe……
Kamis, 22 Oktober 2009
HAEUNDAE
Kamis, 22 Oktober 2009
15
Haeundae merupakan film terlaris Korea Selatan di tahun 2009 ini. Film yang menelan biaya hingga lebih dari $10 juta ini sampai dengan akhir September 2009 telah berhasil menyedot lebih dari 11 juta pasang mata, atau lebih dari 20 % jumlah penduduk di Korea Selatan. Luar biasa! Bandingkan dengan kondisi perfilman Indonesia yang untuk meraih 1 juta penonton saja susahnya minta ampun. Padahal secara prosentase belum mencapai 0,5% jumlah penduduk keseluruhan (dihitung 250juta jiwa).
Secara cerita, sebenarnya Haeundae tidaklah istimewa sangat. Bahkan, kalau dicermati film ini mengadaptasi gaya penceritaan disaster movie ala Holly, terutama film-film karya Rolland Emmerich atau Michael Bay dengan Armagaddon-nya. Haeundae mampu tampil beda dengan dimasukkannya guyon dan gaya hidup local, seperti kebiasaan memukul kepala. Dihadirkannya sosok lucu, Dong-choon (Kim In-kwon), efektif mencairkan suasana bahkan di scene dengan ketegangan yang cukup tinggi sekalipun.
Satu jam durasi, kita diajak untuk berkenalan dengan beberapa karakter utama dalam film ini. Ada Man-sik (Sol Kyung-gu), lelaki yang trauma pergi ke laut karena tragedy tsunami yang menimpa di tahun 2004 dan menyimpan rasa bersalah yang mendalam atas meninggalnya ayah dari perempuan yang dia taksir, Yeon-hee (Ha Ji-won). Hidup Yeon-hee tidaklah mudah sejak ditinggal ayahnya, namun berusaha tegar dengan membuka restoran sea food.
Hyeong-sik (Lee Min-ki) yang merupakan adik dari Man-sik memilih bekerja sebagai anggota penyelamat. Pekerjaannya ini mempertemukannya dengan cewek ganas yang banyak menuntut, Hee-mi (Kang Ye-won). Selain itu masih ada ahli geologi, Kim Hwi (Park Joong-hoon) yang melihat ada potensi bencana besar dan dihadapkan pada dilema ketika menemui kenyataan anaknya tidak mengetahui dirinya adalah ayah kandungnya. Kim Hwi ini sudah bercerai lama dengan istrinya.
Pengenalan karakter yang menyita durasi cukup besar sebenarnya sangat efektif untuk mengikat emosi penonton. Diharapkan pada diri penonton tumbuh simpati terhadap karakter-karakter yang dihadirkan. Namun pendekatan ini bisa menjadi bumerang, karena bisa saja membuat bosan penontonnya. Berbagai humor kasar mungkin terasa lucu bagi sebagian penonton, namun dampak lainnya, filmnya menjadi sangat gaduh dan berisik.
Untungnya, penantian dihadirkannya tsunami terbayar dengan tampilan tsunami itu sendiri yang mencengangkan sekaligus membuat ngeri. Efek visual yang dihadirkan tidak kalah dengan yang selama ini ditampilkan pada film Holly. Tampilan efek visual yang keren tersebut ternyata di kerjakan di Amerika. Beberapa kru yang pernah terlibat dalam Star Wars dan The Day After Tomorrow ikut direkrut untuk membuat tsunami terlihat meyakinkan dan film ini menggunakan water-dump tank yang sebelumnya digunakan untuk syuting film Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull.
Tsunami dalam Haeundae ibarat monster yang melahap apa saja yang dilaluinya, apalagi dalam film ini dikisahkan mereka yang berada di sekitar pantai hanya mempunyai waktu 10 menit untuk menyelamatkan diri. Jujur, keganasan tsunami dan ekpresi panic orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri sukses membuat Gilasinema menitikkan air mata. Menyaksikan film ini sebenarnya lebih asyik di bioskop dengan tata suara menggelegar. Gilasinema menyaksikan film ini dengan volume speaker yang cukup keras dan sukses mendapat teguran dari sang ibu hehehehe….
Ditengah tragedy tersebut, oleh sutradara Yoon Je-kyoon dihadirkan beberapa ketegangan yang lumayan membuat penonton gemas, terutama adegan ketika Dong-choon berusaha menyelamatkan diri dari hujan container. Adegan ini patut mendapatkan dua jempol sekaligus karena selain tegang juga lucu. Belum lagi kebodohan yang dibuat Dong-choon selanjutnya.
Namun Gilasinema merasa dampak kerusakan dari tsunami yang super besar dalam film ini kuranglah maksimal. Ketika tsunami mampu menyentuh lantai atas sebuah hotel dan juga “melompati” jembatan besar, mereka yang berada di posisi lebih rendah kondisinya terlihat terlalu aman. Bukannya tidak senang beberapa tokoh favorit mampu survive, namun tetap saja terasa janggal dan kesannya pilih-pilih korban gitu. Terus, adegan yang mirip aksi heroic ala Bruce Willis di Armagaddon jatuhnya malah berlebihan dan kurang membuat penonton bersimpati.
Haeundae memang sebuah pop corn movie, namun sangat sayang untuk dilewatkan. Apalagi film ini masuk 5 film terlaris sepanjang masa di Korea Selatan sana. Haeundae menjadi bukti pencapaian sinema Korea yang semoga saja bisa dicontoh oleh dunia sinema Indonesia. Sebagai Negara yang kaya akan bencana, idealnya banyak cerita yang bisa digarap berdasarkan hal tersebut. Mungkin tidak perlu seheboh tampilan dalam film Haeundae dan lebih menguatkan pada sisi dramanya. Mampukah? 3/5
Senin, 19 Oktober 2009
TORMENTED
Senin, 19 Oktober 2009
0
Menikmati sinema ternyata memang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan suasana hati. Kalau suasana hati sedang bagus, film apa saja bisa dinikmati dengan mulus, tidak terpengaruh kualitas dari film tersebut. Namun, kalau suasana hati sedang tidak 100% persen, film yang banyak dipuji-puji sekalipun bisa mengalami degradasi kualitas. Sedang kebutuhan mengarah pada genre/jenis film yang diinginkan, yang mengarah pada manfaat yang ingin didapat setelah menyaksikan sebuah film. Entah untuk sekedar hiburan, sensasi visual atau mungkin untuk terapi jiwa.
Tormented “ditemukan” disaat yang tepat, yakni saat Gilasinema sedang sangat ingin tontonan yang berisi anak sekolahan macam Can’t Hardly Wait, 10 Things I Hate About You atau She’s All That. Tormented memang bergenre horror, namun setting sekolah tetap menghadirkan kesegaran sendiri karena menampilkan bintang-bintang muda yang segar, alur yang lincah ringan dan deretan musik asyik.
Semenjak insiden yang terjadi pada saat memberikan pidato perpisahan di acara pemakaman Darren Mullet (Calvin Dean), Justin (Tuppence Middleton ) justru bisa masuk ke kelompok siswa popular pimpinan Bradley (Alex Pettyfer). Bahkan Justin menjalin hubungan dengan salah satu cowok di gank keren tersebut, yaitu Alexis (Dimitri Leonidas). Kedekatannya dengan gank keren yang sering bertindak semena-mena di sekolah tersebut, membuat Justin makin menjauh dengan teman-temannya.
Bergabung dengan gank keren, awalnya memang mengasyikkan bagi Justin. Namun berbagai insiden aneh seperti menghilangnya salah satu siswa usil dan cederanya siswa penggemar musik, mulai mengusik “bulan madu” Justine dengan gank keren. Apalagi kemunculan sosok yang menyerupai Darren Mullet yang disusul kematian dari para anggota gang keren, membuat Justine mulai merasa terancam jiwanya. Ternyata, kejadian tersebut ada kaitannya dengan perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami Darren Mullet semasa hidupnya. Di awal adegan, kita disuguhi adegan dimana Justine digiring olah polisi. Apa yang sebenarnya terjadi?
Menyaksikan Tormented, membuat Gilasinema teringat beberapa film yang mengangkat dunia remaja. Perubahan sikap Justine setelah memasuki gank keren mengingatkan pada Lindsay Lohan di Mean Girls. Gank keren yang berkuasa di sekolah yang mampu membuat salah satu siswa memutuskan untuk bunuh diri mirip dengan episode awal serial Boys Before Flower. Pembalasan siswa tertindas pernah hadir di Ben X atau Elephant, meski dalam Tormented, eksekusinya mirip dengan yang ditampilkan dalam Scream atau I Know What You Did Last Summer.
Meski banyak terjadi adegan pembunuhan, film ini tidak dikemas dengan gambar-gambar suram dan musik penuh gelegar demi menghadirkan efek tegang bagi penontonnya. Sutradara Jon Wright tampaknya terinspirasi Sam Raimi dengan menghadirkan beberapa adegan yang terkesan membanyol (khas British tentu saja). Lihat saja pertarungan Darren Mullet dengan Marcus (Tom Hopper) yang telanjang bulat di ruang ganti pria.
Yang mengesankan Gilasinema adalah bagaimana Darren Mullet mengeksekusi rekan sekolahnya. Sangat kreatif, dan sejujurnya lumayan inspiratif, terutama aksinya di studio musik. Eksekusi lainnya digambarkan sangat sadis dan berdarah-darah. Sedangkan Sophie (Georgia King) menemui ajalnya dengan cara yang lucu sekaligus kejam. Ditengah adegan pembantaian tadi, Jon Wright menyelipkan dua sex scene yang mempunyai dua kesamaan, yakni cowoknya ingat menggunakan pengaman tetapi ceweknya lupa lepas kutang hehehehe…… Padahal Tasha (April Pearson) mempunyai tampilan yang ok.
Meski dalam film karakter Darren Mullet digambarkan bisa menuntaskan dendamnya, Calvin Dean yang memerankan sosok tersebut bisa dibilang sebagai pemeran yang paling menderita karena harus di make up selama 3 jam sebelum pengambilan gambar. Bahkan, dalam satu adegan yang hanya menampilkan tangan dari Darren Mullet terpaksa digantikan oleh orang lain demi menghemat waktu.
Tormented bisa dibilang bukan tontonan yang mengecewakan dan lumayan menghibur. Namun beberapa kejanggalan sedikit mengganggu kenikmatan Gilasinema, seperti betapa mudahnya pembantaian terjadi di lingkungan sekolah. Sosok Darren Mullet yang ternyata … (sensor) membuat bingung. Ini film maunya thriller atau film … (sensor lagi) sih?!
Dan seperti kebanyakan film produk Inggris, Tormented tak lupa dihiasi beberapa lagu yang enak di kuping. Dead in Love-nya Desert Sessions asyik banget sebagai lagu pembuka. Cermati liriknya yang so… tormented. What Planet Are You On dari Bodyroc feat. Luciana lumayan asyik buat goyang dan The Vines menyumbangkan dua lagu untuk film ini. 2,75/5
Rabu, 14 Oktober 2009
THE GIRLFRIEND EXPERIENCE
Rabu, 14 Oktober 2009
5
Meski belum lama terjun sebagai porn star, perjalanan karir Sasha Grey bisa jadi membuat iri para pornstar yang telah lebih dulu terjun di dunia hiburan esek-esek. Sasha Grey mengawali debutnya sekitar tahun 2006 saat dia berumur 18 tahun (lebih muda dibandingkan ketika Miyabi memulai karirnya), namun prestasinya tidaklah main-main hingga di prediksi banyak pihak, dia bakal menjadi The Next Jenna Jameson.
Salah satu prestasi terbesarnya adalah saat datang tawaran dari sutradara hebat pemenang Oscar, Steven Soderbergh untuk berperan dalam film yang dia garap, The Girlfriend Experience. Tidak main-main, di film yang minim pemeran perempuan tersebut, Sasha Grey langsung mendapatkan peran utama. Pornstar yang terjun ke jalur mainstream movie memang sudah banyak, namun tidak semua semua bisa seberuntung Sasha Grey.
Dalam The Girlfriend Experience, Sasha Grey mendapatkan peran tidak jauh dari profesinya, yakni menjadi wanita penghibur (call girl) kelas atas bernama Chelsea. Berbeda dengan call girl kebanyakan yang dikelola oleh semacam agen (germo), Chelsea mempunyai kuasa penuh akan dirinya. Resikonya, dia menanggung sendiri segala biaya persiapan (baca:perawatan) demi kepuasan konsumen. Lihat saja aktivitasnya kalau tidak sedang melayani konsumen, pergi ke butik mahal, merawat tubuh hingga menyambangi galeri dan tinggal di apartemen berkelas.
Beruntungnya, Chelsea mempunyai kekasih yang sangat pengertian, Chris (Chris Santos). Untuk ukuran seorang kekasih, Chris ini sangat liberal dengan menganggap profesi Chelsea layaknya profesi biasa. Kalau dipikir ada benarnya juga. Chelsea tidak jauh beda dengan Chris yang menerapkan tariff per jam sebagai seorang personal trainee. Dan rasa-rasanya, profesi yang Chelsea jalankan tidak beda jauh dengan profesi terapis yang membuat konsumen merasa rileks.
Naskah buatan David Levien dan Brian Koppelman menggambarkan sosok call girl sebagai sosok pendengar yang baik. Pelanggan Chelsea kebanyakan pria yang sedang dibuat resah dengan kondisi perekonomian mereka. Hal ini terasa kontekstual dengan kondisi sekarang dimana ekonomi dunia sedang mengalami keguncangan akibat krisis financial di Amerika. Akibatnya, film ini banyak menyajikan dialog-dialog panjang yang berpotensi membuat bosan.
Curhat para konsumen tadi masih dirasa belum cukup oleh creator, karena hamper sepanjang film sosok Chelsea juga banyak berceloteh. Seperti umumnya manusia, meski mempunyai profesi yang dianggap kotor oleh sebagian besar orang, Chelsea juga mempunyai impian, yaitu menerbitkan cerita. Karenanya, di sela-sela aktivitas menjalankan bisnisnya, Chelsea menyediakan sesi wawancara dengan seorang penulis.
Dengan banyaknya celoteh hampir sepanjang durasi, film ini menemui kesulitan untuk mengikat emosi penonton.
Belum lagi sosok Chelsea yang dimainkan oleh Sasha Grey dengan emosi dan bahasa tubuh yang minim. Hal ini mungkin saja disengaja, mengingat profesinya, Chelsea seringkali berusaha untuk tidak terlalu terlibat secara emosional dengan konsumen. Sebagai katalis, diselipkan satu adegan dimana Chelsea menunjukkan sedikit emosi, yakni ketika salah satu konsumen membatalkan janji karena ingin berkumpul bersama keluarga.
Film ini memang sangat eksperimental, dan gaya bertuturnya mendekati gaya bertutur film documenter. Kabarnya, dalam proses produksi, Steven Soderbergh tidak terlalu berpegang teguh pada naskah yang ada, dan melakukan banyak pengembangan di lapangan. The Girlfriend Experience sebenarnya mempunyai ide cerita yang menarik yakni bagaimana tubuh manusia menjadi komoditas dan dikepung dengan materialisme, yang membuat jiwa-jiwa semakin teralienasi.
Gilasinema mencoba bertahan menikmati film ini karena gambar-gambarnya yang memikat dan diolah dengan pintar, hingga muncul kesan berkelas. Pemilihan setting, busana hingga pencahayaan yang matang menghasilkan gambar-gambar cantik. Belum lagi sudut pengambilan gambar yang diatur sedemikian rupa dan ditunjang editing yang baik, hingga berhasil memunculkan kesan intim. Dan untungnya film ini mempunyai durasi yang singkat, tidak mencapai 80 menit.
The Girlfriend Experience bukanlah tontonan yang bisa dinikmati oleh semua orang dan bukan karya terbaik dari Steven Soderbergh, meski banyak yang menilai lewat film ini Steven Soderbergh telah kembali ke akarnya (Sex, Lies and Videotape) setelah sebelumnya sibuk dengan proyek-proyek besar dengan menggaet bintang tenar. Namun, rasanya kok sayang sekali kalau melewatkan film ini, terutama dari segi penyajian gambar tadi.
Bagaimana dengan Sasha Grey? Agak susah juga menilai kemampuan aktingnya. Penampilannya yang terkesan mentah bisa jadi karena dia memang belum pintar acting, namun bisa jadi karakternya menuntut demikian. Namun yang pasti, kamera sangat mencintai Sasha Grey. Disyut dari sudut manapun, pornstar yang kadang mirip Miyabi ini terlihat memikat. Tidak salah kalau dia pernah meraih penghargaan Female Performer of the Year dari AVN (Oscarnya porn movie). Bahkan dia menjadi pemenang termuda sepanjang sejarah pergelaran AVN Award . Patut ditunggu penampilan aktris yang juga merintis karir musik dan pernah bekerja sama oleh The Smashing Pumpkins dalam film horror produksi Kanada, Smash Cut.
O iya, meski dibintangi oleh aktris yang rela melakukan adegan seks gaya apapun, jangan harapkan adegan-adegan vulgar merangsang. Hanya ada satu scene yang menyoroti tubuh telanjang dari Sasha Grey yang belum terkena sentuhan silicon layaknya pornstar kebanyakan. Hal ini terus terang mebuat Gilasinema sedikit kecewa, namun pada akhirnya hanya bisa meratap, “SEX SCENE NYA MANNNAAAA?!” 3,25/5
I LOVE YOU, BRO
Pada waktu “berselancar” mencari informasi seputar The Hangover, Gilasinema menemukan satu istilah yang menurut Gilasinema masih baru, yaitu “Bromance”. Terus terang Gilasinema baru tahu kalo ada kata yang merupakan gabungan dari brother dan romance ini. Ternyata istilah ini sudah ada sejak 1990an dan biasanya ditujukan pada para skater yang banyak menghabiskan waktu bersama. Gilasinema berarti telat banget tahu istilah ini hehehe…
Bromance bisa dipahami sebagai hubungan yang akrab dua orang cowok dan (harusnya) tidak mengarah pada hubungan yang berbau seksual (homoseksual). Kalau diperhatikan, akhir-akhir ini lumayan banyak ya film yang menggambarkan relasi yang super akrab anatara dua cowok atau lebih, terutama film-filmnya yang terkena sentuhan Judd Apatow.
Wedding Crasher, Starsky and Hutch, Superbad, Step Brother, I Pronounce You Chuck and Larry, Pineapple Express, Role Model dan I Love You, Man bisa dijadikan contoh. Dua judul terakhir kebetulan dibintangi oleh Paul Rudd. Film-film yang mengangkat kisah pertemanan dua cowok atau lebih sudah ada sejak dulu, namun kayaknya istilahnya bukan bromance tapi buddy movie, semacam Dumb and Dumber atau Sideways.
Yang membedakan bromance dengan buddy movies adalah dalam bromance para cowoknya lebih ekpresif terhadap teman cowoknya, terutama dalam mengungkapkan rasa sayangnya kepada temannya itu. Biasanya, sebelum sampai pada tahap ini didahului dengan konflik antar cowok yang berteman. Lihat saja bagaimana Michael Cera dan Jonah Hill berbaring berdampingan di akhir film, atau sok mesranya Paul Rudd dan Jason Segel di I Love You, Man, serta betapa gila dan kompaknya Seth Rogen dan James Franco di Pineapple Express.
Kalau di serial TV, Gilasinema teringat salah satu episode How I Met Your Mother, yakni bagaimana sengitnya dua sahabat Ted Mosby meramalkan siapa yang bakal Ted pilih diantara mereka kalau misalnya Ted seorang gay! Bandingkan dengan gaya pertemanan cowok di film decade sebelumnya macam Mel Gibson dan Danny Glover di Lethal Weapon atau Will Smith dengan Martin Lawrence di Bad Boys. Film yang menggambarkan pertemanan cowok jaman dulu biasanya diletakkan pada situasi bahaya hingga kebanyakan hadir di genre action, beda dengan bromance yang banyak hadir di film dengan balutan komedi, yang ditingkahi beberapa adegan gila.
Kalau mau yang lebih serius dan menjurus kearah yang berbau seksual, Brokeback Mountain dan Y Tu Mamma Tambien bisa dijadikan contoh. Berbeda dengan Brokeback, yang jelas-jelas ada karakter homonya, dalam Y Tu Mama Tambien, kedua karakter utamanya di awal-awal digambarkan straight as an arrow. Yang terbaru, dua tokoh utama di film Humpday diceritakan nekat bercinta, meski katanya ada kejutan di akhir cerita. Pertemanan asyiknya memang jangan melibatkan nafsu hehehehe….
Dalam trilogy hebat Lord of the Rings, hubungan Frodo dan Sam sangat intim, dengan tingkat pengabdian Sam yang mengalahkan pengabdian seorang istri. Dulu, dalam film Pearl Harbour, pertemanan Josh Harnett dan Ben Affleck terasa jauh lebih meyakinkan ketimbang saat keduanya menjalin asmara dengan Kate Beckinsale. Coba deh tonton lagi kalau tidak percaya.
Satu hal yang menonjol dalam bromance movie adalah kurang pentingnya sosok cewek. Kasus terbaru dapat dilihat pada komedi laris The Hangover. Kehadiran Heather Graham hanya sebagai pemanis yang bisa ditinggalkan di akhir cerita dan cewek digambarkan sebagai sosok menyebalkan dan banyak menuntut yang direpesentasikan dengan bawelnya cewek dari Ed Helms.
Bromance ternyata tidak hanya terjadi di layar, karena banyak pertemanan selebritas Holly yang dilabeli dengan istilah ini. Dulu, media paling santer menyoroti hubungan Ben Affleck dan Matt Damon (yang dalam penelusuran mutakhir, keduanya ternyata mempunyai garis darah yang sama). Media juga heboh tatkala Lance Armstrong dan Matthew McConaughey bersepeda bareng (media kadang memang sangat kurang berita).Leonardo DiCaprio, Kevin Connoly dan Tobey Maguire sering juga disorot gara-gara kedapatan hang out bareng. Brad Pitt + George Clooney, Tom Cruise + Will Smith + David Beckham juga dimasukkan sebagai bromance.
Bagaimana dengan Indonesia? Suka Ma Suka (SMS) yang menjiplak film India berjudul Dostana bisa disebut sebagai salah satu film bergenre bromance. Sutradara Rudi Sudjarwo termasuk sutradara yang menurut Gilasinema mengangkat pertemanan sejenis yang “mesra”. Pertemanan Tora Sudiro dan Vincent atau Agus Ringgo dan Desta bisalah dimasukkan dalam Bromance. Liat saja aksi mereka di TV yang kadang berpelukan atau seakan – akan melakukan ciuman. Eh, kalau Benigno dan Krisna Mukti bisa dikategorikan bromance gak ya? (dampak tayangan infotainment hihihi…)
Film – film bromance kayaknya masih akan banyak dibuat. Apalagi kalau nama-nama seperti Judd Apatow, Seth Rogen, Adam Sandler (yang lama tidak maen rom com) atau Paul Rudd masih aktif berkreasi. Harusnya sih diimbangi dengan film-film beraliran sismance (mencoba mengenalkan istilah baru yang aneh hehehe…), semacam Thelma and Louise, Bound atau Baise Moi.
Langganan:
Postingan (Atom)