Rabu, 07 April 2010
THE COVE
Rabu, 07 April 2010
Sapi dan lumba-lumba itu sama-sama mamalia yang bisa dikonsumsi dagingnya. Selain mempunyai sejarah sebagai bahan konsumsi yang sangat puanjang hingga menimbulkan kebiasaan dan kewajaran, sapi (dibuat) legal untuk dibantai dan dikonsumsi massal mengingat ada peternakan yang menjamin sapi tidak akan mengalami kepunahan. Bagaimana dengan lumba-lumba? Tidak semua orang bisa dan mau makan lumba-lumba. Lumba-lumba terlihat lebih lucu dan menggemaskan dibandingkan sapi. Bahkan, lumba-lumba bisa diajak bermain layaknya anjing. Ketidakbiasaan makan lumba-lumba dan tidak adanya peternakan lumba-lumba menjadi pendorong gerakan pengharaman perburuan lumba-lumba selain factor kelucuan nan menggemaskan tadi.
Karena citra lumba-lumba yang terkesan lebih “bersih” dibandingkan sapi seperti tersebut diatas, dijamin memunculkan kemarahan sekaligus kepedihan setelah menyaksikan The Cove. Duo Ric O'Barry dan Louie Psihoyos berhasil menyajikan sebuah tontonan yang amat sangat provokatif dan dituturkan dengan sangat menarik. Menyaksikan The Cove menghadirkan keasyikan tersendiri karena kita seakan menyaksikan film sejenis Ocean’s Eleven ataupun Mission : Impossible. Kisahnya sederhana. Ric O'Barry yang dulu kondang sebagai pelatih lumba-lumba di film Flipper, berniat mengabadikan aksi pembantaian lumba-lumba nan kejam di daerah Taiji, Jepang. Apa maksud dari Ric O'Barry tersebut? Selain masalah eksistensi lumba-lumba yang dikhawatirkan mengalami penyusutan jumlah, dalam kesimpulan Gilasinema, Ric O'Barry seakan berusaha menebus dosa karena dia punya andil dalam perkembangan perdagangan lumba-lumba. Ini yang Gilasinema tangkap lho. Mohon dikoreksi apabila ada kekeliruan.
Penebusan dosa ini ditunjukkan dengan berbagai aksi Ric O'Barry yang kadang membuatnya berurusan dengan pihak keamanan dan dibenci banyak pihak. Kenapa Taiji yang dipilih? Menurut data yang disampaikan Ric O'Barry, di Taiji inilah ribuan lumba-lumba dibanti setiap tahunnya. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Ric O'Barry tadi dirasa kurang ampuh untuk mencapai tujuan. Disini, Ric O'Barry tampaknya (mulai) menyadari kekuatan dari media dalam menggugah kesadaran akan kenyataan kejam yang berlangsung di Taiji. Dimulailah usahanya dalam mendapatkan gambar-gambar pembantaian yang tidak bisa dipungkiri mampu membangkitkan kemarahan dan kesedihan. Ric O'Barry menebus perasaan berdosanya dengan jari telunjuk mengarah pada Taiji.
Efektifkah usaha dari Ric O'Barry? Bagi Gilasinema, pengungkapan pembantaian lumba-lumba yang berdarah-darah tidak bisa dipungkiri sangat menghentak rasa, namun tidak cukup efektif untuk menekan perburuan dan pembantaian lumba-lumba. Bagi Gilasinema, isu kandungan merkuri yang tinggi pada lumba-lumba akan jauh lebih efektif untuk menekan perburuan dn pembantaian lumba-lumba. Mengapa? Karena, menilik sifat manusia yang cenderung egois, isu merkuri ini akan lebih menakutkan bagi mereka pengkonsumsi lumba-lumba karena berhubungan langsung dengan kesehatan raga mereka. Karena ketakutan tubuhnya tercemar merkuri, bisa jadi permintaan akan daging lumba-lumba akan menurun. By the way, Negara mana sih yang mengimpor daging lumba-lumba dalam jumlah besar? Dalam The Cove, tidak diungkapkan dengan jelas ke Negara mana saja daging lumba-lumba dijual. Keperluan local? Perlu sebanyak itukah? Kalau untuk keperluan taman hiburan, apa memang perlu memburu hingga lebih dari 20.000 ribu ekor? O iya, Soal merkuri, Pemerintah Jepang sudah mengeluarkan peringatan sejak tahun 2003 lho. Perburuan dan pembantaian lumba-lumba dalam jumlah besar tidak hnya terjadi di Taiji, karena hal yang sama juga terjadi di Pulau Faroe. Kira-kira, alasan apa ya yang mendasari Ric O'Barry tidak melakukan hal yang sama di Pulau Faroe?
Gilasinema bukannya mendukung pembantaian lumba-lumba lho, apalagi dengan cara-cara yang tidak berperikelumba-lumbaan seperti yang dipraktekkan di Taiji. Hanya saja, The Cove terlalu menyudutkan Taiji (Jepang) tanpa mempertimbangkan aspek social, ekonomi dan budaya. Langkah Ric O'Barry mungkin akan terlihat lebih elegan kalau dia mengusulkan solusi semacam peternakan lumba-lumba misalnya. (Eh…bisa gak sih?). Butuh dana yang besar memang, tapi bukan berarti tidak bisa dikembangkan kan? Toh, tanpa diimbangi dengan kampanye akan kebersihan lingkungan, suatu saat lumba-lumba dan makhluk laut lainnya serta ekologi laut bisa terancam punah dan rusak oleh limbah dan polutan. Selain perburuan dan pembantaian, pestisida, plastic, logam berat dan sejenisnya mempunyai peran yang tak kalah besar dalam rusak dan punahnya kehidupan di laut.
Lewat The Cove, Ric O'Barry seakan menegaskan untuk segera diambil langkah-langkah untuk menghentikan perburuan dan pembantaian lumba-lumba., hingga dia lupa menyisipkan sisi positif dari penangkapan lumba-lumba. Beberapa penelitian menemukan fakta menarik bahwa lumba-lumba bisa sangat berguna bagi dunia kesehatan. Saat ini sudah makin banyak dikembangkan terapi lumba-lumba. Terapi ini dikembangkan oleh seorang psikolog bernama DR.DAVE NATHANSON di Ocean World, Fort, Lavderdale, Florida tahun 1978. Terapi ini berguna untuk kasus anak-anak dengan kebutuhan khusus antara lain Autisme (ADD & ADHD), CP (Celebral Palsy), kesulitan belajar, kurang konsentrasi, gangguan bicara dan bahasa, Down Syndrome, Sensory Integrastion disorder (SID), keterampilan pertumbuhan dan gangguan tumbuh kembang. Pada kasus orang dewasa sendiri antara lain : Stroke, LBP (Low Back Pain/Sakit Pinggang Bawah), HNP, Stress/depresi. Di Indonesia, terapi lumba-lumba bisa ditemui terutama di Jakarta dan di Bali. Namun tampaknya terapi ini baru bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. 3,75/5
Kisah perburuan dan pembantaian lumba-lumba bisa juga dibaca di :
AT THE MOVIES
LABIRIN FILM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
12 komentar:
hemm ini dokumenter ya mas? saya suka posternya. indah sekali ada lumba2 di sekitar manusia yang berenang
Iya mas
review yang bagus Om...sangat kritis.
saya baru nonton film ini semalem,
8/10
jadi keinget si private space, hahahaha tuh orang ngeselin bgt...
mamalia... sama seperti kita..Let's save our oceans
Saya belum nonton :'(
Kayaknya sih sempet diputer ya, cuma terlewatkan gitu aja
tapi seneng deh baca reviewnya Om Gila, terutama bagian Om yang tidak menghakimi jepangnya,
soalnya sejak diOscar kemarin saya merasa kampanye penyelamatan lumba" ini kok jadi berlebihan ya? No...bukannya saya gak peduli sama nasib lumbah" tapi mengingat hobi org US yang kadang sok pahlawan dan hobi menggiring opini publik padahal negara mereka juga bobrok, jadi agak males...hehehe
KIMBAMAN WAS HERE
KIMBAMAN LOVES DOLPHIN
@movietard : hahahaha...sensi banget ya sama Paman Sam. Tapi sama, bukannya tidak dibuat nyesek sama visualisasi pembantaian lumba dalam film ini, tapi film ini terlalu menyudutkan pihak Jepang
tidak ada kata sudut menyudutkan , sah sah aja orang makan apapun , yg saya tangkap manusia sebagai mahluk yg "seharusnya" bermoral juga bisa jadi "pembunuh" yang baik (of course maksud ku adalah pembunuh lumba2). kalopun terpaksa bunuh lumba lumba , ya bunuhlah dengan baik . memang ikan di laut ini kurang apa ya , sampe harus susah2 bunuh2 lumba2 gituuu ...
saya harap tiap orang tidak hanya sensi dgn isu politik , tapi Self aware thd mahluk hidup . 1 hal yg mmg fakta bahwa lumba2 mmg tdk akan meninggalkan koloninya , keluarganya , jadi kalo 1 ketangkap mereka ya sama2 mati sebagai satu kelurarga .
kalian tidak mengerti juga ya,film ini ingin mengatakan bahwa manusia serakah,dan saking ingin berkuasa akan dunia, manusia pikir ia spesies satu-satunya terpandai di dunia,tapi tidak, lumba2 memiliki inteligensia yang tinggi dan tidak bisa disamakan dengan binatang peternakan lainnya seperti sapi. Dan pembunuhan lumba2 bukan budaya. Itu dilakukan atas dasar ekonomi. pembuat film ini ingin agar kita semua turut berpartisipasi dalam penghentian perlakuan yang sama terhadap lumba2 di negara kita sendiri.
daripada lu banyak bacot... lakukan tindakan yang bermoral sekarang...!!!!
you such an barbaric person... damn!
Posting Komentar