Jumat, 04 Juni 2010

KICK – ASS & DEFENDOR : 3 PERSPEKTIF

Jumat, 04 Juni 2010

Secara berturut – turut saya menyaksikan dua film, Kick-Ass dan Defendor, yang kalau dicermati mempunyai kemiripan garis cerita. Tokoh utama di dua film tersebut terobsesi menjadi superhero, selain karena sering menjadi korban kekerasan juga karena terinspirasi komik superhero. Keduanya tidak dibekali senjata canggih, kostum keren dan kemampuan bertarung yang bagus. Kemiripan kedua film tersebut makin kentara dengan hadirnya sosok cewek yang membuat keduanya terseret dalam lingkaran kekerasan. Ketika Dave Lizewski (Aaron Johnson) jera sebagai Kick-Ass, datang keluhan dari cewek pujaan hati, Katie (Lyndsy Fonseca). Sedangkan, Arthur Poppington (Woody Harrelson) babak belur setelah terpengaruh omongan perempuan nakal, Kat Debrofkowitz (Kat Dennings).
Menyaksikan dua film tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk jadi bahan pemikiran bagi saya. Beberapa diantaranya yang menurut pandangan saya cukup menonjol, akan saya ungkap di bawah ini. Sekali lagi, menurut pandangan saya. IMO. MOI.


SUPERHERO WANNABE
Dave Lizewski dan Arthur Poppington merupakan gambaran orang-orang yang merindukan kedamaian dan anti kekerasan. Sebuah dunia yang lebih baik. Kebetulan keduanya mengkonsumsi kisah superhero sejak kecil sehingga berpengaruh terhadap definisi “pahlawan” di mata mereka. Keinginan mereka menjadi superhero bisa jadi merupakan reaksi terhadap ketidakpercayaan mereka terhadap penegak hukum yang kadang malah berkoalisi dengan criminal. Lihat saja di Defendor ada oknum polisi yang bukannya melindungi masyarakat, justru melindungi kepentingan pelaku criminal. Dalam Kick-Ass, ketidakpuasan terhadap penegak hukum hadir lewat sikap Big Daddy (Nicholas Cage) yang memberantas criminal dengan caranya sendiri.


Ada satu kalimat yang cukup dalam dihadirkan dalam Kick-Ass “Come on, be honest with yourself. At some point in our lives, we all wanna be a superhero”. Yup, bener sekali. Bohong kalau kita tidak pernah membayangkan diri kita menjadi seorang pahlawan. Apapun wujudnya. Contohnya, pernah seorang teman saya yang berandai-andai bertemu dengan cewek idaman setelah melalui kejadian pencopetan atau penjambretan dimana teman tersebut menjadi sosok yang melumpuhkan si pelaku. Banyaknya orang yang terjun dunia politik bisa juga dilihat sebagai superhero wannabe. Coba tanya mereka yang secara instant terjun di kancah politik, apa motivasi mereka. Dengan idealisnya, mereka (kebanyakan) akan menjawab “Saya ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat, memaksimalkan potensi yang selama ini belum tergali”. WOW!!!


Kenyataannya, mereka tidak mempunyai bekal yang cukup dan banyak yang hanya bermodalkan popularitas dan dukungan semu. Tidak ada bedanya kan mereka itu dengan Dave Lizewski dan Arthur Poppington. Niat sih boleh baik dan mulia, tapi akan lebih ideal kalau dilandasi dengan kesadaran akan kemampuan mereka. Toh, banyak jalan menjadi superhero. Tidak perlu melakukan hal-hal yang (terlihat) besar. Hal-hal kecil, seperti buang sampah pada tempatnya, rasanya sebuah perbuatan yang tak kalah heroic. Seperti apa yang diutarakan oleh Paul Carter (Michael Kelly) dalam Defendor :

Do you remember when you saved Jack's life? I'll never forget what you did that day. You were just a regular guy doing something remarkable. You don't need a costume. Ordinary people, they do extraordinary things all the time. You're always going to be that hero, Arthur, just by being yourself.



HIT (THE) GIRL, KICK (HIS) ASS
Aksi The Hit Girl dalam Kick Ass lebih banyak disorot dibandingkan si tokoh utama. Banyak yang terhibur dengan kemampuan The Hit Girl namun tak sedikit pula yang mengecamnya. Saya pribadi pada satu sisi merasa terhibur, terutama dengan kemampuan acting pemeran The Hit Girl, Chloe Moretz, namun di sisi lain saya dibuat miris dengan berbagai macam aksi tarung yang dia peragakan dan berdoa semoga kelak kalau dikarunia anak, entah cowok atau cewek, tidak memanfaatkan kemampuan bela diri yang dimiliki layaknya The Hit Girl. Berbeda dengan Defendor yang minim akan visualisasi kekerasan dan tokoh utamanya yang anti pistol sebagai pernyataan sikap anti kekerasan, Kick-Ass menurut saya gagal dalam menyampaikan pesan ini. Dave Lizewski yang bertransformasi menjadi Kisc-Ass bagi saya merupakan wujud dari sikap anti kekerasan. Kick-Ass merupakan sajian penuh sindiran akan kekerasan. Sayangnya, dengan menampilkan adegan kekerasan yang terlihat keren dan dilakukan oleh anak kecil, pesan anti kekerasan menjadi terkaburkan. Aksi The Hit Girl dinilai sebagai aksi yang mengagumkan ketimbang melihatnya sebagai sebuah anomaly.


Sudah banyak bahasan yang mengulas pengaruh media terhadap perilaku kekerasan. Kreator Kick-Ass terlihat sadar sepenuhnya akan hal ini yang dihadirkan di menit-menit awal yakni ketika seorang anak mencoba beraksi ala tokoh komik superhero. Pada adegan-adegan selanjutnya, dihadirkan visualisasi bagaimana kekerasan menjadi konsumsi public, bukannya ditanggulangi. Kekerasan sudah menjadi semacam santapan sehari-hari, terutama di Indonesia dan menjadi sesuatu yang lumrah. Tayangan sinetron yang penuh aksi licik dan melegalkan segala cara serta reality show yang dipenuhi orang-orang saling teriak sangatlah digemari disini. Bahkan, tayangan komedi pun dipenuhi dengan kekerasan, baik verbal maupun fisik. Tayangan kekerasan itu laku dijual layaknya seks. Ketika Kick-Ass disambut dengan gempita, kiprah Defendor yang minim visual kekerasan, tidak terdengar sama sekali. Lewat ending yang ditampilkan dalam Kick-Ass dan Defendor, kekerasan terbukti tidak pernah bisa menyelesaikan masalah, justru akan melahirkan kesedihan dan kekerasan baru.


BIG (BAD) DADDY
Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, bagi saya kekerasan yang dilakukan oleh The Hit Girl itu adalah sebuah hal yang menyedihkan dibandingkan sebagai sesuatu yang keren. Bagi saya, The Hit Girl itu korban dari ambisi dendam Big Daddy. Bocah yang harusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain, namun secara menyedihkan diprogram Big Daddy menjadi mesin pembunuh dan hidup dalam bayang-bayang amarah dan dendam. Satu kalimat The Hit Girl yang membuat saya sedih yaitu sesaat sebelum menyerang Frank D'Amico (Mark Strong), dia berucap
“I *never* "play". Kalimat ini bisa jadi merupakan pernyataan The Hit Girl akan keseriusannya menghabisi musuhnya, namun bagi saya, itu merupakan ungkapan miskinnya masa kanak-kanak dari The Hit Girl. Kata “bermain” bagi The Hit Girl mempunyai definisi yang tidak umum, seperti yang dia ungkapkan dalam salah satu adegan “So, you wanna play?”


Dari hubungan The Hit Girl dengan Big Daddy, saya jadi tertarik memahami perilaku Dave/Kick-Ass dan Chris/Red Mist (Christopher Mintz-Plasse) dilihat hubungannya dengan ayah mereka. Mengapa? Kalau kamu rajin melahap materi yang berkaitan dengan psikologi anak, banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya peran ayah bagi perkembangan jiwa si anak. Bukan bermaksud mengecilkan peran ibu lho. Hanya saja dalam konteks film Kick-Ass dan Defendor, peran ibu sangatlah kecil. Idealnya sih, peran ayah ibu sama-sama maksimal seperti yang ditunjukkan dalam salah satu adegan di Defendor yakni adegan di rumah sakit ketika seorang anak ditanya ibunya soal pelajaran apa yang bisa dipetik dari peristiwa kekerasan yang menimpa Defendor.


Bagi Defendor, sosok ibu adalah sosok yang sangat dia cintai, namun obsesinya akan Captain Industry tidak bisa dilepaskan dari dogma yang ditancapkan oleh kakeknya yang berperan sebagai ayah baginya, mengingat tidak jelas siapa ayah dia yang sebenarnya. (ada sedikit indikasi Captain Industri itu ayah Defendor. Bener gak sih?) Bagaimana dengan Kick Ass dan Red Mist? Kick Ass sejak kecil ditinggalkan ibunya dan tumbuh dengan ayah yang digambarkan sedikit acuh. Sikap ayahnya ini bisa jadi yang membuat Dave Lizewski menjadi sosok remaja tanggung dan terkesan pecundang. Kalau saja komunikasi antara Dave Lizewski dengan ayahnya terjalin dengan baik, rasanya Dave Lizewski tidak akan melakukan aksi yang aneh-aneh. Chris D'Amico di satu sisi justru sangat dekat dengan ayahnya, hanya saja ayahnya mengarahkan pada jalan yang keliru layaknya Big Daddy membentuk The Hit Girl. Frank D'Amico cenderung memanjakan Chris D'Amico dan membiarkan anaknya mengetahui aksi kriminalnya.

KICK - ASS : 3,75/5
DEFENDOR: 4/5

7 komentar:

Anonim mengatakan...

Yang paling menggangguku bukan aksi Hit=girl membantai lawannya. Justru saat D'Amico memukuli Hit-Girl yg paling bikin otakku sedikit korslet. Habis mirip dengan Child abuse.

Budi Cahyono mengatakan...

melihat sekilas gambar komik kick ass kok lucu banget ya, apalagi yg gambar hit girl menebas leher musuhnya diatas..

gilasinema mengatakan...

@budi : lebih berdarah-darah juga

TECHNOLOGY mengatakan...

Sinemaku

Thanks infonya bos....lebih berkarya demi perfilmman indonesia.

Unknown mengatakan...

reviewnya mendalam sekali..:o

algi mengatakan...

bagus ni. singkat, padat, dan jelas

Anonim mengatakan...

Nikmatin aja bro film nya ga usah banyak kritik, kecuali kalo bisa lebih bagus.
punya anak sehebat Hit Girl siapa yg ga pengen.

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket