Selasa, 23 Februari 2010

UP IN THE AIR

Selasa, 23 Februari 2010

UP IN THE AIR merupakan sebuah film cerdas yang menggambarkan dengan bagus sekali persoalan pilihan hidup yang didasarkan pada bagaimana seorang manusia (Ryan Bingham) memandang nilai hubungan antar manusia (value of human connection). Kenapa Ryan Bingham enggan menjalin hubungan mendalam dengan manusia lain? Karena dalam pandanngannya, tidak ada timbal balik yang setimpal menurut ukurannya ketika berhubungan dengan manusia lain. Jadi, bukan sesuatu yang aneh ketika dia lebih berkomitmen kepada institusi tempat dia mendapatkan segala fasilitas dan kenyamanan duniawi. Sikap Ryan Bingham ini tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan para “pedagang’ yang sukses meracuni otak manusia dengan gaya hidup konsumtif. Mereka dengan gencarnya membentuk pencitraan diri lewat berbagai trik dagang. Bagaimana mereka mengedepankan gaya dibandingkan makna. Ketika Ryan Bingham dan Alex (Vera Farmiga) membandingkan kartu-kartu mereka, menjadi penggambaran yang amat nyinyir soal hal ini. Belum lagi soal tujuan yang ingin dicapai oleh Ryan yang sangat absurd. Meaningless. Ryan (dan kita) terperangkap dalam dunia yang menghargai manusia pada pencapaian kuantitatif. Kebanggaan yang semu.


Ryan Bingham bukannya tidak ingin beralih haluan. Ketika dia sudah memutuskan untuk menjalin hubungan mendalam dengan manusia lain (Alex), dia mendapati sebuah kenyataan pahit yang (kembali) membuatnya enggan menjalin hubungan mendalam dengan manusia lain. Ryan Bingham lebih memilih berkomitmen pada institusi meskipun sadar suatu saat kesetiaannya bakal dikhianati, lewat penghentian kerja. Suatu ironi memang karena Ryan Bingham mempunyai tugas utama menyampaikan kabar buruk buat para pekerja. Namun, paling tidak Ryan telah mempersiapkan diri menghadapi “penyingkiran”. Berbeda ketika menjalin hubungan dengan manusia lain, kita tidak pernah tahu kapan akan mengalami patah hati. Pribadi seperti Ryan, meski pandai berimprovisasi dalam pekerjaannya, tidak menyukai kejutan.


Banyak ironi yang dihadirkan dalam Up in the Air. Pada awalnya, Jason Reitman menggiring persepsi penonton kalau tak ada yang lebih berharga dari pada keluarga, menjelang akhir persepsi tersebut dijungkirbalikkan dengan status Alex yang sebenarnya. Sebuah pengkhianatan yang menyakitkan. Tidak hanya bagi Ryan, tetapi juga bagi penonton. Aksi sedu sedan dari Natalie Keener (Anna Kendrick) ketika diputus cowoknya lewat pesan text sungguh sangat ironis, mengingatl dia yang memperkenalkan cara efektif dan efisien memecat pegawai secara online. Ketika Ryan terobsesi dengan pencapaian jarak dan sering bepergian, saudara perempuannya cukup puas dengan menitipkan replica demi sebuah pose palsu. Dan betapa ironisnya ketika Ryan berkhotbah soal komitmen pada calon suami adiknya. Ironi terbesar adalah ketika kita sebagai penonton tidak bisa sepenuhnya menghakimi Ryan sebagai manusia tk punya hati, namun justru rasa iba yang muncul karena Ryan merupakan sosok yang patut dikasihani. Dia seperti terjebak dalam pola hidup yang membuatnya tidak bisa terikat dengan manusia lain. Mengambang layaknya udara. Rasa iba ini makin kuat berkat penampilan George Clooney yang memikat. Rasanya penampilannya sebagai Ryan Bingham merupakan salah satu penampilan terbaiknya. Agak stereotype memang, namun entah mengapa kali ini efeknya terasa sangat kuat.


Bagi Gilasinema, Up in the Air mencoba mengangkat persoalan komitmen, kepercayaan, kesetiaan dan kejujuran ditengah dunia dimana konsumerisme dan materialisme hadir mengepung disemua lini. Hal ini didukung dengan perkembangan teknologi komunikasi yang merevolusi cara-cara berkomunikasi. Manusia berinteraksi tanpa perlu terhubung secara emosi (bingung tho?). KOMITMEN. Kata ini tampaknya menjadi momok menakutkan bagi manusia yang hidup di era dimana sangat mendewakan eksistensi. Komitmen telah mengalami perubahan wujud dan pemaknaan. Kini komitmen manusia lebih sering diarahkan pada dedikasi pada pekerjaan dimana efisiensi dan mobilitas (karena moving is living) menjadi sebuah keharusan. Semakin efisien dan semakin kamu cepat bergerak, maka kinerja kamu pantas diapresiasi dan akan membuat pemilik modal tersenyum lebar karena prinsip ekonomi bisa dijalankan dengan baik. Itulah yang namanya komitmen. Orang menikah dengan pekerjaan dan status.


Karena dituntut untuk selalu efisien dan bergerak cepat, kamu harus meminimalisir hambatan/beban yang bisa memperlambat kinerja serta selalu berinovasi mencari cara untuk menekan biaya. Efisiensi dan mobilitas mensyaratkan interaksi antar manusia tanpa melibatkan hati. Oleh Ryan Bingham (George Clooney) persoalan efisiensi dan mobilitas ini diibaratkan seperti seberapa besar dan berat tas yang kamu bawa. Lihat saja aksi Ryan Bingham dengan travel bag-nya. Suatu komitmen membutuhkan KESETIAAN yang berlandaskan KEPERCAYAAN. Yang namanya kepercayaan, harus dirajut dari benang-benang KEJUJURAN. Tanpa kejujuran, manusia hanya akan saling menyakiti. Ryan Bingham memilih untuk setia pada institusi bukannya kepada manusia karena dia merasa nyaman dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya serta timbal balik yang sesuai menurutnya.


Up in the Air merupakan salah satu film terbaik yang dirilis Holly sepanjang tahun 2009 kemarin. Naskahnya begitu cerdas dan nyinyir. Barisan cast-nya bermain prima dan saling menguatkan. Jason Reitman seperti biasa, piawai mengatur ritme cerita hingga film dengan banyak muatan ini tidak terasa berat dan membosankan. Gilasinema sudah menonton film ini dua kali dan belum dibuat bosan. Bahkan, saking terpikat dengan cerita yang diadaptasi dari novel karangan Water Kirn ini, Gilasinema sampai membaca naskahnya. Gilasinema menangkap aura klasik dalam film ini. Segalanya terasa pas dan bakal masih bisa dinikmati sampai beberapa puluh tahun kedepan. 4,5/5

16 komentar:

Anonim mengatakan...

Setelah menonton yang kedua kali, impresi saya thdp film ini kok jadi berkurang ya. Saya agak terganggu sama beberapa hal di film ini:
1. Iklim ekonomi yang ditampilkan hanya sebagai tempelan, meskipun sebenarnya saya tahu untuk melatarbelakangi karakter si Bingham, namun di situ kekurangannya bagi saya.

2. Adegan klise di beberapa bagian bikin jengkel, terutama plot pernikahan saudaranya itu. Kenapa sih kalo karakter dengan prinsip seperti Ryan Bingham harus dan selalu dihadapkan pada adegan pernikahan? Memang memunculkan ironi, argh tapi sering banget muncul di adegan sinetron tuh.

3. dan adegan Ryan Bingham yang minggat pas pidato, lalu muncul efek kejut dengan kenyataan yang dia terima, terasa sedikit garing bagi saya. Sebagai studi karakter memang cukup lumayan untuk dijadikan referensi, namun kalau ingin memotret situasi pasca krisis ekonomi, saya rasa pendekatan dari kaum elite seperti Ryan Bingham kurang sesuai bagi saya.

Dan bagi saya George Clooney hanya memerankan George Clooney. Sama banget kondisinya di beberapa sisi. Yah, kembali lagi ke arah taste aja sih. Setidaknya tidak semenyebalkan Juno. Maaf, agak sedikit membanjiri blog Om Gila. Hanya ingin bagi opini saja. lol.

movietard mengatakan...

aduh, aduh,
baya reviewnya Om Gila jadi mupeng,
komennya Awya nambah masukan tapi gak mengurangi rasa curious saya yang belum nontonnnnnn!!!!!!!!!!!!
besok baru release reguler, akhirnyaaa bisa tayang!
kenapa ya film ini sangat exclusive sekali :'(

Anonim mengatakan...

kayaknya oke banget ya... besok udah main di bioskop. nonton ah...

gilasinema mengatakan...

@awya : gak usah minta maaf dong. Bebas-bebas saja disini :D
Untuk pion 2 & 3 bolehlah sepakat. Namun kalo persoalan ekonomi, menurutku sudah cukup meng-cover cerita bahkan tidak terasa berlebihan. Banyaknya PHK dan masalah efisiensi rasanya sudah cukup mewakili kondisi ekonomi dunia saat ini. Soal George Clooney, dari yang aku baca, ketika menulis naskahnya, sosok Clooney sudah terpatri di otak Jason Reitman jadi ya cukup wajar banget kalo Ryan Bingham itu Clooney banget. Aku suka dengan kerut wajahnya yang tidak ditutup-tutpi layaknya film Clooney lainnya :P

@movietard & semuareview : nonton...nonton...

Anonim mengatakan...

"Life is better with company. Everybody needs a co-pilot"
sebuah quote yang bagus dan menohok, ironisnya diucapkan seorang motivator untuk hidup mandiri dan tak punya co-pilot disisinya.

@awyangobrol
sepertinya film ini bukan untuk anda, apalagi sejak awal anda sudah agak antipati dengan Clooney dan itu mempengaruhi penilaian terhadap film. Saya sendiri mengawali nonton film ini disertai dengan rasa suka terhadap karya Jason Retman (ini jg mempengaruhi penilaian saya koq). Dia sering sekali menampilkan beberapa adegan sinetron untuk memancing ironi pada adegan berikutnya.

Agak sulit buat menang Oscar sih (mengingat saingan beratnya), tapi untuk urusan skenario adaptasi terbaik, aku dukung film ini dapat Oscar.

Anonim mengatakan...

@Yuhahrizal; Sebenarnya bukan antipati terhadap George Clooney, emang saya sempet bilang antipati ya, lol?

Saya sebenarnya punya harapan besar dengan film ini, mengingat buzz yang muncul memuja muji filmnya, namun memang benar yang Anda katakan tadi, film-filmnya Om Reitman sejauh ini memang bukan tipikal film untuk saya. Selalu saja ada hal-hal yang tidak bisa menjamah persepsi saya. belum nonton Thank You For Smoking sih.

@Gilasinema: mungkin karena Reitman dari awal menulis cerita sudah memunculkan imaji kalo Clooney yang memerankan, jadi terasa sangat kuat sekali unsur Clooneynya yang kadang saya sulit membedakan antara karakter atau dirinya sendiri (sok deket aja nih sama si Clooney, lol). Ah, penampilannya di Syriana jauh lebih bagus. Tetap di O Brother yg paling bagus bagi saya.

Anonim mengatakan...

entah udah berapa belas kali nonton...
nyaman bgt filmnya, sayang belom kesentuh jari
untuk direview...hehehe :D

movietard mengatakan...

hey moviegoers!
baru pulang nonton Up in The Air,
dan review Om Gilasinema sangat tepat, another smart movie yang mempertanyakan eksistensi manusia dalam consumer culture,mengingatkan saya akan Fight Club walaupun film ini versi 'ringan'nya dimana ikea diganti dengan kartu2 hotel dan perjalanan

Yusaharizal benar sekali, quote life is better with company and everybody needs a copilot, rasanya ini pesan yang akan everlasting untuk tahun2 kedepan mengingat manusia skrg memang cenderung lebih indvidualis

saya setuju dengan Awya, saya suka pesan film ini yang deep tapi dari segi akting, well, sebetulnya Ryan Bingham adalah sisi lain Clooney yang selama ini belum diungkap kepublik. Maaf kalo saya sotoy ya, tapi toh semua orang diHollywood, termasuk Nicole Kidman dan Michele Pfeiffer pun sudah tahu kalo Clooney tipekal yang takut berkomitmen,
kalo Bingham sangat related dengan kopor dan kartu2nya itu, in real life, Clooney setahu saya sangat dekat sekali dengan babi yg dia miliki *maaf ini hasil dari page gosip*

GILASINEMA mengatakan...

Kasihan abang Clooney

iin mengatakan...

saya juga baru ntn filmnyaaa.. Oh Tuhan, mau gilaaa deh semua dialog2nya kereeeen banget.. kok bisa yaa (manggut-manggut mulu pas nonton)..

saya dukung deh ini menang screenplay di Oscar.

dan hmm, saya nggak jadi kepengen kayak Ryan Bingham. 10 juta mill, kartu platinum, atau keluarga / orang2 terdekat? pilihan yang sangat mudah, bisa juga sangat sulit ya. hwahahaha..

gilasinema mengatakan...

@iin : makanya saya kemaren belain download skripnya :)
Pilihan Ryan Bingham gak bisa dibilang salah juga ya, apalagi kalo dia mau nerima segala konsekuensinya. Seperti Natalie yang buru-buru keluar karena tidak nyaman dengan pilihannya yang awalnya mungkin bagi dia amat menjanjikan.

Anonim mengatakan...

@movietard: hahaha... itu beneran Clooney punya babi? Serius?

gilasinema mengatakan...

@awya : iya, dia cinta banget sama babi itu. Udah gak perawan kali babinya

movietard mengatakan...

@awyangobrol
iya,itu Om Gila aja tahu, babinya uda meninggal dan bahkan saat meninggalpun coverage beritanyapun ada
'Clooney had referred to Max the pig as being his longest relationship'
http://www.msnbc.msn.com/id/16045002/

jadi balik lagi ke Bingham dan Clooney,
seperti Kidman yang menjadikan The Hours proyek self theraphy paska separate sama Cruise, imho, memerankan Bingham menjadi self theraphy Clooney untuk berkomitmen dalam hubungan yang dia jalani in real life

Bang Mupi mengatakan...

Gua sih simpel aja. Ini film romantis yang tidak menampilkan adegan romantis. Yang paling menarik adalah angle kameranya. Keren. Apalagi landscape yang diambil dari atas. Kisah sederhana yang menjadikan film ini luar biasa menarik.

Miliana mengatakan...

seru banget film ini

alfa

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket