Senin, 01 Februari 2010
THE HEADLESS WOMAN
Senin, 01 Februari 2010
Film ini dibuka dengan beberapa anak berlarian disebuah lahan dan ada seeekor anjing bersama mereka. Anak-anak tersebut juga berlari melintasi jalan raya dan bermain dipinggirnya. Veronica (Maria Onetta) mengendarai mobilnya melalui jalan yang ada rambu-rambu supaya berhati-hati dalam mengemudi mengingat di jalan tersebut kadang ada hewan yang melintas. Ketika berusaha mencari telepon genggamnya yang berbunyi,Veronika dikejutkan dengan suara dan guncangan layaknya menabrak sesuatu. Tanpa berusaha mencari apa yang sebenarnya dia tabrak, meski sempat berhenti dan panik sejenak, Veronika memutuskan untuk jalan terus. Veronika bukannya tanpa diliputi rasa bersalah. Hampir sepanjang film kita disuguhi kegelisahan Veronica yang dihantui rasa penasaran apa sebenarnya yang dia tabrak.
Begitu credit title bergulir di akhir cerita, muncul pertanyaan, film ini maunya apa sih? Tidak jelas apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Lucrecia Martel selaku sutradara dan penulis ceritanya. Semua yang dihadirkan dalam film ini terasa mengambang dan hanya bermain-main di permukaan. Pertanyaan seperti, apa yang ditabrak Veronika, apakah Veronika mempunyai hubungan terlarang, adakah yang tidak beres dengan Veronika dan beberapa pertanyaan lain memenuhi benak penonton dan sukses membuat penonton merasa brainless.
Namun, setelah diresapi dan dipikirkan secara mendalam (duh…), kita akhirnya sadar bahwa itulah tujuan yang ingin dicapai oleh Lucrecia Martel. Film ini bermain-main dengan persepsi, asumsi, praduga dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Persepsi muncul akibat informasi yang didapat tidak utuh dan kecenderungan untuk tidak melihat secara dekat, seperti Veronika yang tidak segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Informasi yang tidak utuh serta pengolahan informasi yang tidak matang bisa menyebabkan hidup manuisa tidak nyaman karena bakal menghadirkan kebingungan, kegelisahan bahkan ketakutan. Yang membahayakan, persepsi bisa menjurus ke arah fitnah. Padahal kita tahu, fitnah itu lebih kejam daripada fitness. Contoh paling bagus tentang akibat fatal dari kesalahan persepsi hadir lewat eksekusi terhadap tokoh yang diperankan oleh Kevin Spacey dalam American Beauty. Dalam The Headless Woman, masalah persepsi ini kemudian dibelokkan pada perbedaan kelas dalam masyarakat.
Persepsi dengan sangat pekatnya menyelubungi hidup manusia. Sesuatu yang wajar mengingat manusia sejak lahir dianugerahi dengan kemampuan berfikir. Seperti disampaikan diatas, persepsi sangat tergantung dengan informasi yang didapat. Reaksi muncul karena ada aksi dan reaksi masing-masing orang tidak sama, tergantung pengalaman dan pengetahuan orang tersebut. Misalnya, ketika ada suara panci jatuh di tengah malam yang sunyi, ada orang yang berasumsi itu akibat ulah kucing, namun mungkin ada juga yang berasumsi itu ulah setan yang lagi usil. Contoh lain, ketika membaca tulisan (ini), bayangan pembaca akan penulisnya atau pemahaman akan isi tulisan tersebut tentu akan berbeda-beda. Soal persepsi ini, kalo dibahas bakalan tidak ada habisnya dan ujung-ujungnya bisa masuk persoalan filsafat,karena mengusik soal pemaknaan.
Karena bermain-main dengan persepsi, The Headless Woman bisa menjadi sebuah tontonan membingungkan sekaligus menjemukan, apalagi dengan alur yang terasa amat lambat dan minim ilustrasi musik. Namun oleh Lucrecia Martel, sebagai katalis kebosanan, kita diajak untuk menyaksikan sajian visual yang tidak lazim. Perhatikan framingnya yang unik dan cenderung melanggar kaidah-kaidah komposisi gambar. Gilasinema suka dengan adegan-adegan di dalam mobil, dimana kita ditempatkan sebagai penumpang (pengamat). Selain itu, Lucrecia Martel menghadirkan horror/terror yang berbeda dengan penampakan rambut tebal Maria Onetta yang sangat mencolok. The Headless Woman sangat sayang untuk dilewatkan oleh mereka pecinta film eksperimental atau film nyeni. Tak heran kalau sutradara John Waters yang terkenal eksentrik memilih film ini dalam 10 film terbaik 2009. 3,75/5
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
3 1/2 stars dari saya. Udah masuk daftar top ten saya yang terbaru. hihihi.
gilasinema hebat banget dalam menuliskan review film ini.
Saya benar-benar merasa headless saat film ini berakhir.
Posting Komentar