Senin, 13 April 2009
THE BURNING PLAIN
Senin, 13 April 2009
Sebelum membahas film ini lebih jauh, Gilasinema berdoa semoga tidak bernasib tragis layaknya seorang kritikus film yang dipecat gara-gara mengulas film Wolverine dari bajakan yang telah beredar mendahului rilis resminya. The Burning Plain memang telah dirilis di Italia tahun 2008 kemaren, namun di Holly, film ini baru kan rilis pertengahan September 2009 mendatang. Mungkin demi menjaga peluang bersaing di ajang Oscar 2010. Jadi, kalo mencari review film ini web nya Roger Ebert, pastinya tidak bakal ketemu hehehe….(HIDUP BAJAKAN!!!)
Nama Guillermo Arriaga tentu masih asing bagi kebanyakan orang. Namun bagi penggila sinema, nama yang satu ini tentu membangkitkan gairah tersendiri. Guillermo Arriaga sebelumnya dikenal berkat olahan naskahnya yang tidak linear lewat Amores Perros, 21 Grams dan Babel. Bagi yang terpuaskan dengan ketiga film tadi, maka The Burning Plain amat sayang dilewatkan. Dan kali ini Guillermo Arriaga terjun langsung duduk di kursi sutradara.
Agak susah menceritakan kembali isi dari The Burning Plain. Seperti karya Guillermo Arriaga sebelumnya, The Burning Plain mengobrak-abrik alur cerita. Penonton layaknya bermain puzzle dan dituntut untuk merangkai kepingan demi kepingan demi mewujudkan suatu kisah yang utuh. Mungkin demikian halnya hidup. Kalaupun Gilasinema menyajikannya dengan runut, tentu akan membongkar kejutan yang dihadirkan yang tentunya menghancurkan kenikmatan mereka yang belum menontonnya.
Intinya, The Burning Plain mengisahkan usaha empat perempuan dalam usahanya untuk terbebas dari kelukaan akibat dendam yang menghantui. Sylvia (Charlize Theron) memang cantik dan sukses menjalankan sebuah restoran. Nmaun dari rangkaian gambar yang dihadirkan, penonton bakal menyimpulkan bahwa dirinya menyimpan sebuah luka yang tak terperi. Dengan bebasnya dia memperlakukan para lelaki sebatas pemuas nafsu, kesukaannya menyakiti dirinya sendiri makin mengkhawatirkan dengan sekelbat niatan untuk mengakhiri hidupnya.
Gina (Kim Basinger) terlibat affair panas dengan Nick (Joaquim de Almeida). Keduanya terlibat hubungan panas yang terlarang, karena keduanya telah mempunyai keluarga. Entah apa yang mendorong Gina melakukan hal tersebut, namun sekilas dia menunjukkan sebuah “cacat” yang dia miliki yang nyatanya tidak mempengaruhi Nick untuk mundur. Tanpa mempertimbangan perasaan keluarga masing-masing, keduanya rutin menjalankan “aktivitas” mereka.
Mariana (Jennifer Lawrence) harusnya tidak menjalin hubungan dengan Santiago (Danny Pino). Layaknya kisah cinta Romeo dan Juliet, keduanya harusnya dilarang untuk saling berhubungan. Namun keduanya nekat menjalin hubungan, didorong oleh kesamaan nasib yakni rasa sakit yang disebabkan oleh orang terdekat mereka. Akhirnya, segala tabu mereka langgar hingga membuahkan janin di rahim Mariana. Keluarga keduanya hanya meratap ketika kedua insane belia tersebut memutuskan untuk lari meninggalkan keluarga mereka.
Yang terakhir ada Maria (Tessa La) gadis kecil yang mendapati ayahnya mengalami kecelakaan yang tragis yang membuatnya kritis. Ditengah kesedihannya, Maria “dipaksa” untuk bertemu dengan ibu yang telah lama meninggalkan ayahnya dan juga dirinya sejak bayi. Pertemuan pertama terasa menyakitkan, karena didepan matanya sang ibu seolah tidak menginginkannya dan lari menghindar. Namun, selalu ada kesempatan kedua, yang membawa ibunya menghampirinya meski butuh waktu untuk menerima kehadirannya. Keempat karakter yang terkesan tidak saling berhubungan tersebut, pada akhirnya mempunyai kaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi.
Menyaksikan The Burning Plain tak pelak seakan mengalami déjà vu. Seperti karya sebelumnya, Guillermo Arriaga mengacak plot cerita yang ada hingga menuntut penonton untuk selalu focus dengan apa yang dihadirkan. Mengasyikkan memang menyaksikan tontonan seperti ini karena terasa begitu menantang. Namun bagi yang telah terbiasa, apa yang disajikan menjadi kurang menggigit. Bahkan bagi penonton yang cerdas, di tengah cerita, mungkin sudah bisa menebak kemana cerita berjalan, meski tetap saja terkejut dengan fakta yang dituturkan menjelang cerita berakhir.
Déjà vu makin terasa kuat dengan diangkatnya tokoh-tokoh penuh luka dan bagaimana usaha mereka menyembuhkan luka tersebut. Tokoh-tokoh seperti ini sebelumnya pernah dihadirkan oleh Guillermo Arriaga, khususnya 21 Grams. Untungnya Guillermo Arriaga menghadirkan kesegaran baru dengan tampilan visual yang memukau. Terima kasih kepada sinematografer handal, John Toll, yang membantu Robert Elswit dalam menghadirkan gambar – gambar indah nan berisi. Sekedar informasi, John Toll sebelumnya memperindah film-film semacam The Thin Red Line, Braveheart, The Last Samurai, Legends of the Fall, Captain Corelli's Mandolin hingga Tropic Thunder!
Film yang terkena sentuhan Guillermo Arriaga harus didukung oleh cast yang kuat. Beruntung dalam film ini, Guillermo Arriaga bisa menggandeng dua aktris peraih Oscar. Penampilan Charlize Theron dan Kim Basinger begitu meyakinkan. Charlize Theron menunjukkan totalitasnya dengan bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang kuat, serta keikhlasannya bertelanjang ria dalam beberapa scene. Kim Basinger sukses dengan gairah yang dibalut kegelisahan dan rasa bersalah. Jennifer Lawrence secara mengejutkan mampu mengimbangi performa dua aktris senior tadi. Gadis yang belum genap 20 tahun ini bisa jadi melejit layaknya Rinko Kikuchi dan setelah filmnya rilis (resmi) nantinya, namanya bakalan masuk list the next big thing. Peran lelaki memang terasa kurang menonjol dalam film ini, namun kehadiran mereka tetap sangatlah penting.
Apresiasi tertinggi tentu diberikan kepada Guillermo Arriaga, karena sebagai karya debut The Burning Plain sangat jauuuuh dari mengecawakan. Fokusnya tidak pecah meski mengemban dua tugas penting. Terlihat sekali setiap adegan diolah semaksimal mungkin dan sangat memperhatikan detail. Setiap aksi ada kaitan dengan jalinan cerita selanjutnya dan perhatikan perbedaan setting tempat dari karakter Mariana dan Sylvia yang begitu kontras. Kilasan adegan menjelang ending begitu mengesankan. Dan kalau boleh berkomentar, kalau diceritakan secara runut, naskah film ini bakalan jatuh menjadi sebuah melodrama biasa.
The Burning Plain mempunyai pesan yang amat jelas dan klasik. Janganlah bermain api kalau tidak ingin terbakar dan meninggalkan bekas yang sulit dihilangkan. Api kecil mungkin bisa jadi sahabat, namun ketika membesar patutlah diwaspadi dampaknya kepada orang-orang yang berada disekitar. Gina seolah api yang menyulut amarah dalam diri Mariana berkobar dan melalap apa yang ada dan menyisakan bara api yang terus membara dalam diri Sylvia. Maria yang belia untungnya belum banyak tercemari, hingga mempunyai keringanan dalam memberi maaf dan menebarkan cinta yang akan memadamkan dendam dan amarah.
Mungkin masih terlalu awal, namun kalau boleh memprediksikan, misalkan film ini berhasil menembus Oscar 2010 nanti, The Burning Plain tampaknya akan mencuri perhatian di bidang penyutradaraan, naskah asli, acting (actress/supporting actress untuk Jennifer Lawrence), sinematografi dan juga penataan musiknya yang ok. 4,25/5
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Wahhhhh, lagi2 ketinggalan nonton nih. Ini film barengan dapetnya hasil mengunduh dengan I've loved you so long. Nggak tau kapan hrs ngejar target borongan. :(
Yaaaah....bang Yusah ki sia-siakan barang - barang bagus. Bikin gemes!!!
Posting Komentar