Minggu, 15 Februari 2009
THE READER
Minggu, 15 Februari 2009
Pada suatu hari, Michael Berg ( David Kross) bertemu dengan Hanna. Sebuah pertemuan yang meninggalkan kesan mendalam dalam benak Michael. Diusia muda yang penuh dengan gairah akan hal-hal baru, Michael perlahan-lahan mendekat pada Hanna. Entah apa yang ada dalam benak Hanna yang menerima kehadiran Michael dengan hangat. Keduanya lantas terlibat dalam sebuah hubungan penuh gelora dan gelinjang. Terjalin hubungan yang saling menguntungkan diantara keduanya. Hanna akan memberikan kehangatan di ranjang kalau Michael membacakannya sebuah cerita.
Meski terlibat hubungan yang intim, Hanna tetaplah seorang yang menutup rapat siapa dirinya sebenarnya. Bahkan diapun enggan menyebutkan namanya. Yang Michael tahu adalah bahwa Hanna seorang kondektur trem. Dalam hubungan tersebut, terlihat sekali Hanna-lah yang memegang kendali. Meski seakan tidak ada batasan ketika bergelut di ranjang, Hanna seringkali memperlakukan Michael bak seorang anak. Hingga suatu hari, Hanna memutuskan untuk “mengundurkan diri” dari kehidupan Michael. Pun demikian, Hanna tetap akan dikenang Michael sebagai sosok yang berpengaruh dalam perjalanan hidupnya.
Beberapa tahun kemudian, Michael kembali dipertemukan dengan Hanna dengan kondisi yang jauh berbeda. Michael mendapati Hanna sedang menghadapi sebuah tuduhan serius yang akan merenggut kebahagiaan hidup Hanna. Terkuaklah siapa Hanna sebenarnya. Dan kitapun menjadi lebih paham dengan rangkaian adegan yang dihadirkan sebelumnya. Mengapa banyak adegan mandi dan telanjang (yang sedikt membuat jengah), dan mengapa Hanna suka mendengarkan cerita.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Michael, selain hanya menatap sambil mencerna apa yang sebenarnya terjadi, meski masih ada kemarahan yang tertinggal akibat kepergian Hanna sebelumnya. Michael tetap tidak melakukan apa-apa, ketika dia menyadari bahwa dia mempunyai kunci yang bisa membebaskan Hanna dari segala tuduhan yang dijatuhkan. Yang bisa dialakukan hanyalah merekam suaranya sebagai teman Hanna di bui.
The Reader sekali lagi mengangkat kisah seputar Holocoust, hanya saja mengambil perspektif yang berbeda. Dan sebenarnya The Reader lebih dari sekedar kisah Holocoust. Film ini lebih menyoroti mengenai masalah gugatan moral mengenai keberanian dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Tidak peduli stigma yang menempel pada diri seseorang. Sebelum bertarung, terlebih dahulu kita harus berperang dengan diri kita sendiri. Mampukah kita berkorban demi hidup orang lain, lebih-lebih apabila seseorang tersebut pernah memberikan sesuatu yang istimewa dalam hidup kita. Beranikah kita berkorban, apabila harganya terlalu mahal untuk kita bayar.
Banyak yang menganggap kisah yang diangkat dari novel karangan Bernard Schlink berjudul Der Vorleser ini sebagai kisah pro-NAZI. Padahal, apa yang dialami oleh Michael dan Hanna bisa terjadi pada siapa saja. Apa yang dihadirkan hanyalah satu contoh kecil. Bahkan cerita yang mengalir sedikit mengingatkan pada kisah yang dihadirkan dalam The Kite Runner. Persamaan tersebut makin terasa dengan adanya aksi penebusan dosa oleh tokoh yang dibayangi rasa bersalah. Bedanya, apa yang dilakukan oleh Amir terasa lebih dalam dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Michael.
Michael memang mampu membuat hidup Hanna lebih berwarna selama di bui, namun masih tersisa sedikit penyangkalan dalam sikapnya yang membuat Hanna sakit hati. Amir dalam usaha penebusan dosanya, meski enggan pada walnya, terasa total, bahkan hampir merenggut nyawanya. Bisa dibilang Michael merupakan pribadi pengecut yang kalah dan gagal “membaca” dirinya sendiri. Hanna memang akhirnya memutuskan untuk “mengalah”, namun paling tidak dia berhasil menaikkan posisinya dari seorang “pendengar” menjadi seorang “pembaca’. Terlalu banyak Michael di dunia ini (termasuk aku) yang gemar membaca namun susah untuk mengamalkan apa yang telah dibacanya.
Bagi yang telah bosan dengan kisah seputar Holocoust, mungkin The Reader akan dilewatkan begitu saja. Namun film garapan Stepen Daldry ini, sekali lagi, lebih dari itu. Banyak hal yang bisa kita petik lewat film ini, seperti yang telah dikemukan diatas. The Reader sekan menegaskan kualitas dari Stepen Daldry sebagai sineas yang konsisten menghasilkan karya bagus. Ketiga film terakhirnya selalu berhasil menembus Oscar. Sebelumnya, dia menerobos Oscar dengan Billy Elliot dan The Hours.
Kate Winslet sekali lagi menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang aktris jempolan, meski terus terang agak kurang nyaman dengan keroyalannya mengumbar tubuh (suatu hal yang disukai anggota AMPAS). David Kross rasa-rasanya bakal mempunyai karir yang panjang kedepannya. Apalagi ditunjang keberaniannya ber- full frontal. Sedangkan peran pria nan murung memang selalu oke dibawakan oleh Ralph Fiennes. Ada satu adegan lucu (menurutku) dalam film ini, yakni sikap Hanna yang jijik ketika dibacakan kisah Lady Chatterly. Padahal….4/5
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
baru nonton film ini. Film yang cukup menarik. Tapi pacenya cukup lamban walaupun tidak selamban Benjamin Button. Bravo buat Kate Winslet.
film ni seperti cermin.....seperti mengungkap sisi hidup kabanyakan manusia......cara menyikapi sesuatu....mundur perlahan teratur.....yg penting aman.... ^_^
SETUJU :P
Dan dimasyarakat kadang yang menang yang banyak (mayoritas) meski kadang belum tentu benar
satu2ny film yg bisa bikin q nangis sesenggukan.....setidakny mpe detik ni.....
nontonny bajakan pula.....lengkap sudah....
Posting Komentar