Sutradara asal Jerman, Uwe Boll disebut banyak pihak sebagai sutradara terburuk yang ada sekarang ini. Banyak sekali yang mengecam film karya sutradara yang banyak mengangkat cerita dari video game. Meskipun banyak mendapat kecaman, Uwe Boll termasuk sutradara yang produktif. Hampir tiap tahun dia merilis film, walaupun dari segi bisnis, film – film yang dihasilkannya tidak mendatangkan keuntungan yang memuaskan, bahkan cenderung hancur di pasaran. Entah jurus apa yang dia pakai, hingga ada saja pihak yang mengucurkan dana.
Dari sekian banyak film yang dia hasilkan, baru film In The Name of The King ini yang sempat saya saksikan. Terus terang saya penasaran dengan karya Uwe Boll. Apakah film yang dia hasilkan memang benar – benar buruk. Apalagi lewat film ini, dia didukung dana yang tidak sedikit. Sekitar 60 juta dolar AS! Belum lagi jajaran cast-nya yang lumayan dikenal, mulai Jason Statham, Claire Forlani, Leelee Soebeski, Kristanna Loken, Matthew Lillard, Burt Reynolds hingga Ray Liotta.
Kisahnya seputar usaha Raja Konreid (Burt Reynolds) dalam mempertahankan kerajaannya dari serbuan pasukan Krugs (mirip Orc di LOTR) pimpinan Gallian (Ray Liotta). Disamping ancaman dari luar tersebut, dia juga harus mewaspadai Duke Fallow (Matthew Lillard), sepupunya sendiri yang mengincar mahkota raja. Di sisi lain kita juga diperkenalkan dengan Farmer (Jason Statham) yang hidup bahagia dengan anak dan istrinya, Solana (Claire Forlani).
Sudah bisa ditebak, keluarga Farmer porak – poranda akibat serbuan pasukan Krugs. Bahkan anaknya meninggal dalam penyerbuan tersebut dan istrinya diculik untuk dijadikan budak. Peristiwa yang menumbuhkan dendam di hati Farmer. Dibantu oleh teman dan kakak Solana, Farmer bertekad untuk merebut kembali istrinya. Dan (lagi – lagi) bisa ditebak, untuk selanjutnya Farmer dipertemukan dengan Raja Konreid, dan dipersatukan oleh persamaan tujuan yakni menghancurkan Gallian. Dan pada akhirnya kita berhenti menebak, karena kita tahu,siapa sebenarnya Farmer.
Dengan durasi yang lebih dari 2 jam, Uwe Boll sukses memberi siksaan pada akal dan pikiran serta rasa penyesalan yang mendalam dengan penggarapan yang serba tanggung dan terkesan apa adanya. Mulai dari naskah yang cethek, acting para pemainnya yang ala kadarnya, make – up dan kostum yang digarap biasa saja serta konflik cerita yang kurang menarik. Belum lagi iringan musik yang seringkali tidak pas dengan adegan yang ditampilkan.
Dengan bujet yang sekitar 60 juta dolar AS, apa yang terlihat dilayar adalah film dengan dana tak lebih dari 20 juta dolar AS. Bandingkan dengan film Elizabeth : The Golden Age yang dibuat dengan budget sekitar 30 juta dolar AS. In The Name of The King terlihat seperti serial TV macam Xena atau Hercules. Film seperti ini idealnya dibuat dengan budget minim dan biasanya langsung dirilis dalam format video saja. Jangan – jangan Uwe Boll melakukan korupsi dari dana yang tersedia, hingga dia bisa membuat film lainnya.
Secara teknis, sebenarnya Uwe Boll tidak jelek – jelek amat, seperti pemunculan para dewi hutan yang lumayan menyegarkan mata atau pertarungan pedang yang dikendalikan pikiran. Namun nilai positif ini tidak mampu menutupi kelemahan – kelemahan yang bertaburan sepanjang film. Materi cerita seperti ini dan banyaknya karakter yang terlibat didalamnya, harusnya mendapatkan perlakuan seperti trilogy LOTR. Tidak hanya dituangkan dalam durasi sekitar dua jam. Dengan catatan naskahnya harus lebih diperkuat lagi dengan konflik yang lebih tajam serta karakterisasi yang kuat. Dan jangan lupa dikerjakan dengan gairah yang tinggi. Hasil akhir film ini terlihat seperti orang yang kurang makan. Uwe Boll seakan bekerja dengan pola pikir asal jadi. Semoga kedepannya Uwe Boll lebih serius dan lebih bergairah dalam menggarap sebuah film, hingga tidak membuat penonton merasa menyesal telah mengeluarkan duit untuk mengkonsumsi filmnya. Namun film ini menjadi berguna buat para sineas baru yang tertarik membuat film dengan tema sejenis film ini. Mereka bisa belajar dari kelemahan - kelemahan dalam film ini untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. HIP HIP HUZZAH! 1,75/5