Lantai 13 tampaknya diarahkan ke pasar yang lebih dewasa dibandingkan dengan kebanyakan film horor Indonesia (I-Horror) yang ditujukan untuk remaja. Hal ini terlihat dari pemilihan pemain yang tidak muda lagi. Setting yang dipilihpun suasana perkantoran. Lantai 13 ini lumayan memberikan kesegaran, terutama di 2/3 dari film ini. Dan sekali lagi terlihat kelemahan penulis Indonesia adalah bagaimana mengeksekusi cerita. Banyak film Indonesia yang gagap dalam menghakhiri sebuah cerita, seperti yang tampak pada Lantai 13. Setelah menampilkan sesuatu yang menjanjikan seperti ketegangan yang terjaga (terjadi koor teriak) dengan tidak mengumbar pemunculan hantu dan scene-scene segar yang mampu menjadi katalis (kecuali scene satpam yang artificial), cerita diakhiri dengan amat sangat datar dan terkesan dibuat-buat. Buka-buka BH. Tetek deh….. Kasihan Tio Pakusadewo yang terlihat canggung dan bingung harus bagaimana.
Adegan paling asyik ketika perbincangan ketiga tokoh perempuan dari sore sampai malam. Perhatikan suasana diluar lewat jendela kaca. Pada adegan ini sutradara berhasil menghasilkan atmosfer perbincangan biasa yang tidak membosankan. Padahal adegan ini lumayan lama. Bahkan pada adegan ini selain dibuat tegang, penonton juga dibuat tertawa. Jarang banget film Indonesia yang menghadirkan adegan seperti ini.
Adegan hantu yang menjelma jadi Widi Mulia, lumayan memberikan kejutan.
Widi Mulia sudah berusaha tampil biasa, tetapi matanya yang sering melotot lumayan mengganggu.
Diluar ending film ini yang sangat buruk, film ini lumayanlah buat hiburan. 2,5/5
0 komentar:
Posting Komentar