Sabtu, 19 Juni 2010
TANAH AIR BETA : KONSISTENSI ALENIA
Sabtu, 19 Juni 2010
Karena situasi politik, Merry (Griffit Patricia) harus berpisah dengan kakaknya, Mauro (Marcel Raymond). Demi menuntaskan rindu, Merry seringkali bercakap-cakap dengan bantal yang dibalut kaos kakaknya. Sebagai seorang ibu, Tatiana (Alexandra Gottardo) sangatlah sedih melihat hal tersebut. Setelah beberapa tahun berpisah dan kondisinya lebih kondusif, Tatiana mendapatkan kabar soal anak pertamanya. Sayang, Mauro yang marah karena merasa ditinggalkan di Timor Timur enggan bertemu dengan ibunya. Mengetahui hal ini, Merry bertekad menempuh perjalanan panjang demi bertemu dengan kakaknya. Di tengah perjalanan, dia disusul oleh teman sekolah yang paling dia benci, Carlo (Yahuda Rumbindi). Siapa sangka, Carlo justru banyak membantunya di perjalanan.
Sekali lagi Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen mendedikasikan hidup mereka dengan konsisten menghadirkan film keluarga setelah sebelumnya merilis Denias, Liburan Seruuu dan King. Setelah balik sejenak ke Jawa, kali ini Alenia kembali ke Timur dan mengangkat kisah persaudaraan yang terkoyak paska jajak pendapat di Timor Timur. Banyak keluarga yang terpisah setelah jajak pendapat tersebut. Mereka yang memilih sebagai WNI memutuskan untuk mengungsi ke Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara sekilas, Alenia menunjukkan betapa masih menyedihkannya kehidupan mereka dan seakan kurang mendapat perhatian yang pantas dari pemerintah. Banyak yang belum melek huruf dan fasilitas kesehatan yang minim. Sedih rasanya mendengar Carlo berkata tidak ingin menjadi dokter karena tidak ada yang bisa menyembuhkan keluarganya ketika mereka sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Namun, jangan harap kita digempur dengan rentetan permasalahan yang terjadi dipengungsian. Penonton yang mengharapkan kisah yang berisi gugatan sosial dan kritikan tajam terhadap politik dan pemerintah, bakal kecewa. Saya sendiri sempat dibuat terganggu dengan minimnya interaksi Tatiana dengan warga lainnya. Dia seolah-olah hidup terpisah dari yang lain. Tanah Air Beta nyatanya lebih mengedepankan kisah Merry yang berusaha menemui kakaknya. Pendekatan ini tampaknya sengaja dipilih oleh Alenia karena ya itu tadi, konsistensi untuk menghasilkan tontonan keluarga. Tontonan yang bisa dikonsumsi semua umur. Karenanya, di pertengahan cerita layar lebih berfokus pada usaha Merry dan Carlo.
Sayangnya, dengan usaha Merry menemui kakak yang sangat dia sayangi sebagai motor cerita, film ini tidak ada sama sekali visualisasi memori Merry dengan kakaknya. Visualisasi ini menurut saya penting demi meyakinkan penonton akan kuatnya ikatan persaudaraan antara kakak adik tersebut. Dampaknya, secara keseluruhan Tanah Air Beta terkesan main aman dan emosi yang dihadirkan cenderung datar karena minim letupan. Endingnya yang berpotensi menghasilkan sesuatu yang dramatis dihadirkan dengan sangat biasa. Lantunan lagu Kasih Ibu kok terasa kurang pas ya mengingat sebelumnya tidak ada adegan yang menegaskan kalau lagu Kasih Ibu merupakan lagu kenangan antara Merry dan Mauro.
Cerita yang terlalu datar untungnya dibalut dengan sinematografi yang cantik olahan Ical Tanjung. Gambar-gambarnya cukup indah meski settingnya bisa dikatakan cukup kering. Dan menyaksikan Tanah Air Beta ini saya jadi merasa melihat film dengan setting Afrika. Film ini juga sangat terbantu dengan akting para pemainnya yang bagus. Di paruh pertama saya dibuat terkesan dengan penampilan Alexandra Gottardo yang benar-benar berbeda dengan penampilannya sebelumnya di sinetron. Dengan balutan make-up yang bagus, Alexandra Gottardo melengkapinya dengan logat bicara yang meyakinkan. Di paruh kedua saya dibuat kagum dengan penampilan Griffit Patricia dan Yahuda Rumbindi. Sebagai pemula, keduanya bermain bagus dan natural. Saya suka bagaimana keduanya menciptakan chemistry yang apik. Dari keduanya, kisah persaudaraan terasa lebih kuat.
Sebagai tontonan keluarga, Tanah Air Beta bolehlah dijadikan pilihan di musim liburan ini. Pesan persaudaraan yang di hembuskan oleh Alenia cukup bisa tersampaikan lewat hubungan Merry dengan Carlo. Beberapa selipan humornya mampu membuat tersenyum, terutama adegan-adegan yang menghadirkan Carlo. Sikapi film ini sebagai film keluarga (anak-anak), dan kamu akan lebih bisa menikmatinya. Indonesia Pusaka sebagai lagu penutup mampu membuat saya merinding. Kalau boleh memberi saran kepada Alenia, mungkin kedepannya bisa mengajak tim yang berbeda biar karya-karyanya tidak mudah ketebak. 3,75/5
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
setuju Om, endingnya kok terkesan numpang lewat doang ya, kurang memorable gitu.. aku pikir bakal sedikit terharu gimana gitu.. justru tersentuhnya pas di kelas nyanyi Indonesia Tanah Air Beta.
Relasi hubungan antara Merry dan carlo selama perjalanan itu lucuu.. chemistry nya dapet deh kedua anak ini. nah cuma sama kakak-nya itu kurang tergambar.
jgn2 sedihnya kalo Carlo kenapa2.. paling itu yg malah bikin nangis. soale Carlo nya lucuu hahahahahah (inget dia mangap2)
tapi buat sebuah karya film Indonesia, hareee geneeee.. masih worth watching lah yaa. hehehehehe
akhirnya gw komentar lagi. puasa nonton dan ngeblog udah lama.
setuju, gong film dengan lagu "kasih ibu" terasa kurang pas. malah chemistry antara merry dan carlo yang lebih berasa. mungkin kalau lebih fokus di situ malah lebih baik.
tapi btw, film ini adalah sebuah effort yang luar biasa untuk mengangkat indonesia timur yang sering terlupakan.
Film ini membuktikan bahwa persaudaraan dan ikatan darah tidak bisa dipisahkan oleh politik ataupun batas negara....Good job buat Alenia :)
Posting Komentar