Minggu, 13 Juni 2010

BOLA! BOLA! BOLA! BOLA!

Minggu, 13 Juni 2010

Saatnya semua atensi diarahkan pada FIFA World Cup 2010. Bagi bola mania event yang satu ini pastinya haram buat dilewatkan. Kalau saya sih menyambut biasa saja pesta akbar olahraga yang katanya paling digemari orang sejagad ini. Tidak membencinya, namun juga tidaklah menyukainya sangat. Dengan waktu 2 jam, saya lebih tertarik untuk menghabiskannya untuk nonton sinema. Paling saya hanya mengikuti berita seputar hasil pertandingan saja.
Dulu saya pernah agak suka dengan sepak bola, tepatnya jaman ketika Zinedine Zidane. Bagi saya, Zidane ini sosok yang sempurna. Kalau ditanya siapakah sosok yang paling saya kagumi di muka bumi ini. Jawabannya adalah Zidane. Dia itu terkenal, hebat dibidangnya, tidak neko-neko dan keluarga yang belum pernah diberitakan mempunyai masalah. Itulah gambaran orang sukses dimata saya. Saya masih menyimpan tabloid olah raga tahun 1998 waktu Perancis menang Piala Dunia lho. Semua ya gara-gara Zidane. Insiden di final Piala Dunia 2006 tidak membuat saya berpaling. Kejadian tersebut justru menyempurnakan sosok Zidane sebagai seorang manusia. Tidak luput dari kesalahan.



Sudah ah curhatnya hehehe…Yang namanya penggila sinema, maka saya melahap semua jenis sinema (kecuali bokep yang aneh-aneh). Film tentang sepakbola bukanlah suatu pengecualian. Herannya, meski digelari sebagai olah raga paling digemari, film tentang sepakbola jumlahnya belumlah banyak. Hal ini mungkin karena di Holly sana, sepakbola masih kalah pamor dengan basket misalnya, sehingga film sepakbola dinilai belum menguntungkan secara dagang. Berikut ini beberapa film tentang sepakbola yang pernah saya tonton dan beberapa judul yang berkaitan dengan sepakbola yang sayangnya saya belum ada kesempatan menontonnya :


Untuk menjadi seorang bintang sepakbola layaknya Beckham ataupun Ronaldo itu dibutuhkan suatu proses panjang. Proses ini digambarkan dengan cukup bagus di Goal! The Dream Begins dan Goal! 2: Living the Dream. Perjuangan Santiago Muñez (Kuno Becker) diceritakan dengan cukup runut dan inspiratif. Asyiknya, film yang didukung FIFA ini menghadirkan banyak sekali bintang-bintang sepak bola seperti Zinedine Zidane, David Beckham, Raúl González, Alan Shearer, Frank Lampard, Steven Gerrard, Thierry Henry, Lionel Messi, Cesc Fàbregas, Samuel Eto'o dan masih banyak lagi. Goal 3 belum nonton karena tampaknya kurang menarik.


Selain pelatih, peran manajer dalam sepak bola itu sangatlah krusial. Dialah orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pemain agar menjadi satu tim yang solid. Dia tidak hanya harus berhadapan dengan pelatih, pemain, fans fanatik maupun pemilik klub, namun juga harus menghadapi ego diri yang bisa menjerumuskan dirinya dalam jurang keterpurukan. Michael Sheen bermain bagus sekali sebagai Manajer yang pernah membuat Leeds United merasakan puncak kejayaan. Suatu saat harus dibuat film yang mengisahkan Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho!


Sepak bola tidak akan seru tanpa kehadiran supporter dengan segala aneka polah mereka. Looking for Eric mengisahkan seorang pria paruh baya pengagum Eric Cantona dengan segala permasalahannya dan melarikan diri masalah tersebut dengan melakukan percakapan imajiner bersama Eric Cantona. Supoter klub sepak bola dikenal dengan solidaritas tinggi yang kadang terkesan dangkal. Nah, dalam Looking for Eric ini, para suporter bekerja sama membantu menyelesaikan masalah rekannya. Sayang sekali saya belum sempat menonton dua film lainnya, mengingat kaum hooligans ini menjadi fenomena menarik di Eropa sana. Di film Euro Trip, kita diberi sedikit gambaran keliaran para Hooligans.


Masih seputar suporter. Indonesia tidak mau kalah dengan pernah membuat 2 film seputar suporter sepak bola. Kalau The Conductors (belum nonton) menggunakan pendekatan dokumenter dalam menyoroti koordinator suporter yang tak beda jauh dengan konduktor musik, dalam Romeo dan Juliet, sang sutradara mengangkat kisah cinta klasik penuh tragedi antara dua suporter fanatik yang saling bermusuhan. Sang sutradara mengemasnya dengan cepat dan penuh dengan adegan kekerasan, plus selipan salah satu adegan paling ”membara” dalam sejarah film Indonesia.


Sepak bola bagi sebagian orang akan makin seru kalau diikuti dengan aksi taruhan. Judi olahraga ini nyatanya mampu menyeret orang-orang yang suka melakukannya, terseret ke dalam berbagai masalah, terutama persoalan finansial. Gara-gara kalah taruhan, Winky Wiryawan dan Herjunot Ali terseret ke dalam labirin konflik yang membingungkan dan kacau. Filmnya lumayan seru dan cukup menghibur.


Mempunyai cita-cita menjadi pesepakbola itu bukanlah sesuatu yang buruk. Daripada jadi anggota dewan yang selalu sibuk menggerogoti uang rakyat, ya mending jadi pemain sepakbola. Jadi, kalau ada anak yang ingin megembangkan bakatnya di bidang sepakbola akan lebih baik kalau didukung. Jangan sampai si anak melakukan kebohongan demi kebohongan layaknya karakter yang diperankan Emir Mahira dalam Garuda di Dadaku. Inilah salah satu film anak-anak terbaik karya anak negeri.


Seperti yang saya sebutkan di atas, Zidane adalah sosok yang sangat saya kagumi, karenanya Zidane : A 21st Century Portrait ini sangat sayang untuk dilewatkan. Menyaksikan film ini memang seperti menyaksikan pertandingan sepakbola biasa, bedanya dalam film ini kamera sangaaaat intens mengikuti pergerakan Zidane. Saya suka!


Siapa bilang sepak bola itu hanya untuk cowok. Kalau diberi kesempatan, para cewek juga bisa kok. Dan karena jenis kelamin mereka, tantangannya jauh lebih besar. Lihat saja apa yang ditampilkan dalam Bend it Like Beckham. Jesminder "Jess" Bhamra (Parminder Nagra) harus melewati berbagai rintangan sebelum akhirnya ada yang mengakui bakatnya. Dia tidak hanya harus membuktikan kalau jenis kelamin bukanlah penghalang untuk bermain sepakbola, namun juga harus berhadapan dengan kultur yang melingkupinya. Dalam She’s the Man lain lagi. Film ini sebenarnya tidak terlalu mengedepankan sepak bola dan lebih ke kisah cinta remaja, namun film ini cukup banyak menghadirkan gocekan kaki si pemeran utama cewek di tengah kumpulan cowok. Soccer Mom saya belum nonton, begitupun dengan Gracie. Dari judulnya, bisa dibayangkan Soccer Mom berkisah tentang apa. Sedangkan untuk Gracie, saya ingat, saat perilisannya, film ini cukup mendapat apresiasi positif dari para kritikus film.

Kisah wanita dan sepak bola biasanya dikaitkan dengan isu gender. Selain Gracie yang berjuang mendapatkan kesempatan yang sama di dunia sepakbola layaknya para pria, dalam Offside diceritakan sekumpulan perempuan Iran yang berusaha menyaksikan pertandingan sepak bola di negara yang terkenal membatasi pergerakan perempuan. Film yang menuai banyak pujian dan berhasil meraih Silver Bear di Berlin International Film Festival 2006 ini dilarang beredar di Iran. Dari trailernya, film ini tampaknya sangat menarik. Sayang, sampai sekarang belum beruntung menemukannya. Her Best Move menyuguhkan kisah pencarian jati diri dari Sara Davis (Leah Pipes) yang mendapatkan peluang bermain di tim sepak bola nasional USA.


Kisah sepakbola ternyata bisa dikemas dengan sangat menarik dan unbelieveable. Contohnya Shaolin Soccer yang diramu Stephen Chow menjadi film dengan sajian visual yang mengejutkan, ugal-ugalan namun tetap mengangkat semangat fair play. Sebuah film yang sangat menghibur dan tak bosan menontonnya. Stephen Chow berhasil mengawinkan sepakbola dengan kungfu dengan baik. Soccer Dog? Dari judulnya sudah bisa dibayangkan kalau film ini bak Air Bud versi sepak bola dan menyasar penonton belia. Film ini ternyata sangat sukses lho. Dengan dana $700,000, film ini berhasil mendapat pemasukan lebih dari $25 juta dolar untuk peredaran di seluruh dunia hingga dibuatkan sekuel, Soccer Dog: European Cup.


Sebenarnya masih banyak lagi film seputar sepak bola. Kebetulan banyak yang belum saya tonton. Bolly pernah merilis film tentang sepakbola berjudul Dhan Dhana Dhan Goal (perhatikan tagline-nya yang serupa tagline film Gladiator) yang dirilis tahun 2007. Kabarnya akan ada sekuel film yang dibintangi John Abraham dan Bipasha Basu ini.

10 komentar:

nothing mengatakan...

ole ole ole ole..marhaban ya piala dunia

Movietard mengatakan...

Dari semua daftar film ttg football,saya malah membenci Goal trilogi dan justru paling jatuh hati dengan The Damned United, apa karena ini bukan buatan hollywood makanya suka ya?
Bend It Like Beckham juga manisssss intinya sih sineas eropa yang notabene besar dengan olahraga tersebut justru lebih bisa mengcapture sepakbola dengan lebih jujur dibanding Holly yang well, they just great to make handegg movie (handegg panggilan gue buat footballnya US)
dan dari Indonesia, Garuda di Dadaku jadi salah satu film fave saya, and that's why saya berusaha mencintai lambang garuda sebesar saya mencintai milan

Rasyidharry mengatakan...

GOAL 3 ancur
hahaha
Pantesan straight to DVD

Film Ajah mengatakan...

yah gagal dapet podium
ane inget pelem Eurotrip
buset fans bola disana parah abis gan
buka botol bir aja pake mata
gila ga tuh :D

eka nugraha mengatakan...

marhaban ya bal-balan hehe

wah banyak juga film sepak bola ya :)

mas kalau belum nonton goal 3 sama green street hooligans 2 saya sarankan jangan deh :)

saya kecewa soalnya, terutama goal 3. buat saya jelek parah. tokoh utama bukan lagi munez (dianya sih masih ada tapi). yang paling bikin kesel itu adegan pertandingan bolanya, haduhh konyol

Anonim mengatakan...

Tak lengkap rasanya kalau belum memasukkan Shoot! walaupun nggak sebagus komik nya.
http://yusahrizal.wordpress.com/2010/06/10/shoot-live/

Kania Kismadi mengatakan...

ternyata film ttg sepakbola banyak juga yah..
saya banyak yg belom nonton, euy.. baru nonton beberapa.. :p

chelsea mengatakan...

bank gila sinema,yg di poster cewek asia gi maen bola di atas tu film judulnya apa bang ya?

gilasinema mengatakan...

@eka nugraha & yusahrizal : terima kasih banget buat masukan dan tambahan informasinya :)

@chelsea : itu bukan film kok, cuman foto artistik semata.

Gabby Hakim mengatakan...

The Damned United favorit saya!

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket