Rabu, 28 Januari 2009

THE CURIOUS CASE OF BENJAMIN BUTTON

Rabu, 28 Januari 2009 15

Benjamin Button (Brad Pitt) terlahir dengan fisik layaknya orang berumur 80-an. Dia dibuang oleh ayahnya yang tidak bisa menerima keadaan anaknya. Untung bagi Benjamin, karena dia ditemukan oleh Queenie (Taraji P. Henson) yang baik hati. Dengan sabar Queenie merawat Benjamin dengan segala keanehannya layaknya anak kandungnya sendiri.
Karena kondisi fisiknya, Benjamin tidak bisa menjalani kehidupan normal. Keinginan bermain layaknya anak kecil lainnya tidak bisa dia lakukan mengingat kondisi fisiknya yang renta. Untung (lagi) bagi Benjamin karena dia bisa diterima dengan baik di lingkungan dimana dia tinggal. Selanjutnya selain disuguhi pengembaraan Benjamin ketika fisiknya sudah mulai muda, kita diajak usaha Benjamin dalam meraih cintanya akan Daisy (Cate Blanchett). Ketika orang-orang disekitarnya beranjak menua kondisi fisiknya, Benjamin malah sebaliknya. Kondisi fisiknya makin bugar dan muda, meski secara kepribadian dia ikut menua.
The Curious Case Benjamin Button mengambil ide dari cerita pendek berjudul sama karya F. Scott Fitzgerald yang termuat dalam buku Tales of the Jazz Age (1921). Sekali lagi, film ini hanya mengambil ide utamanya saja yakni seseorang yang makin bertambah muda dari hari ke hari. Jalinan ceritanya amat jauh berbeda karena versi novelnya, Benjamin yang sejak belia sudah bisa bicara tidak dibuang, bahkan dibesarkan oleh ayahnya. Benjamin sempat kuliah di Yale sebelum dikeluarkan. Menikah dengan gadis yang dia cintai serta sukses menjalankan bisnis yang membuatnya kaya raya.
Benjamin kemudian terjun dalam Spanish-American War, dan ketika kembali ke rumah mendapati istrinya yang makin menua hingga menimbulkan jarak diantara keduanya. Benjamin menyerahkan perusahaannya kepada anaknya dan pergi ke Harvard. Dengan kondisi fisik layaknya pemuda usia 20-an, dia disana menjadi pemain football. Meski demikian tidak bisa dipungkiri kalau usianya mulai menua, diapun mengundurkan diri. Dan perlahan-lahan daya ingatnya pun mulai terkikis seiring makin muda tampilan fisiknya.
Setelah membaca ringkasan cerita versi aslinya dan membandingkannya dengan versi filmnya, terus terang kok cerita aslinya terkesan lebih kuat. Dalam film, dengan jalan hidup yang luar biasa, hidup Benjamin terasa begitu mulus karena dikelilingi oleh orang-orang yang baik hati. Tidak dihadirkannya tokoh yang begitu kontras dengan jalan hidup Benjamin, membuat perjalan hidup Benjamin kurang begitu inspiratif. Apalagi ketika kemudian dia disibukkan dengan Daisy-nya.
Banyak yang membandingkan kisah Benjamin Button dengan Forrest Gump. Mungkin ada beberapa kemiripan, namun dalam Forrest Gump, kita disuguhi banyak karakter yang berseberangan dengan Forrest hingga akhirnya keberadaan Forrest Gump begitu inspiratif bagi penonton dan karakter lainnya. Benjamin Button terlihat sibuk dengan kehidupan pribadinya. Sisi psikologisnya juga kurang tergali. Dengan kondisi yang menimpanya, tentu akan berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Dengan liciknya, Eric Roth sebagai penulis cerita, sengaja menempatkan Benjamin Button di sebuah panti jompo. Dan kelicikan ini berlanjut ketika Benjamin beranjak muda dengan “mengirimkannya” ke India (selain tentu saja untuk menghemat biaya).
Sekarang bayangkan kalau cerita setia pada versi aslinya. Tempatkan Benjamin kepada lingkungan biasa (pemukiman). Akan ada bagian dimana Benjamin berusaha menutupi keadaan fisiknya, terutama ketika dia meutuskan untuk kuliah. Tanggapan lingkungan sekitarnya yang mungkin bisa terasa kejam hingga gesekan dengan istri dan anggota keluarganya. Dan bayangkan juga ketika diusia renta dengan kondisi fisik yang makin muda, dia mendapati seorang gadis belia yang tergila-gila padanya!
Selain romantisme cinta antara Benjamin dengan Daisy, The Curious Case of Benjamin Button pada akhirnya lebih menarik dan akan dikenang dari segi penggarapan teknisnya, terutama dalam pemanfaatan teknologi yang amat maksimal. Tampilan efek visual dalam film ini memang…WOW!!! Terutama dalam menggarap karakter Benjamin Button. Untuk efek visual setting tidaklah istimewa, karena bagi mata yang telah terbiasa akan terlihat sekali balutan efek tersebut.
Penggambaran karakter Benjamin Button diakui oleh David Fincher memang mempunyai kesulitan tinggi. Tidak mengherankan kalau proses produksi berjalan cukup lama (David Fincher mengaku sejak 2003) demi mendapatkan teknologi yang mampu menguatkan cerita hingga akhirnya didapatlah Facial Capture dari Digital Domain. Penonton pasti dibuat takjub melihat wajah Brad Pitt dengan tubuh kecil yang menopangnya. Awal film hingga pertengahan, Brad Pitt hanya menyumbangkan wajahnya saja yang ditempelkan kepada actor yang berbeda disesuaikan dengan perkembangan fisik Benjamin Button. Brad Pitt benar-benar tampil utuh di menit 50-an, tepatnya ketika dia menaiki kapal ditengah terpaan salju!
Facial capture mungkin sebuah inovasi penting, namun sedikit menimbulkan kekhawatiran akan nasib para make up artist kedepannya. Akankah keberadaan mereka akan tergusur oleh program computer ini? Selain keajaiban teknologi, romantisme dan dongeng menakjubkan, apa sih yang bisa didapat setelah melihat The Curious Case of Benjamin Button ini? Eric Roth secara brillian menyampaikannya lewat prolog dan epilog dalam film ini.
Waktu bisa menjadi musuh sekaligus sahabat bagi manusia. Waktu lah yang bisa merusak sekaligus membentuk manusia. Membuat luka sekaligus menyembuhkannya. Kalau sudah demikian adanya, masih perlukah manusia berkata “andai aku bisa memutar kembali waktu” yang merupakan wujud penyesalan? Kita bisa mengendalikan waktu dengan menghargai setiap peristiwa yang menghampiri kita. Sama halnya dengan Benjamin Button yang senantiasa berucap “this is the first time….”
Berhenti bermain-main dengan waktu. Dan kalau suka dengan tontonan yang mempermainkan waktu bisa melihat lagi Sliding Doors atau Run,Lola Run yang dalam The Curious Case of Benjamin Button ada satu scene yang mirip kedua film tadi. Irreversible juga bisa sebagai tambahan referensi. The Curious Case of Benjamin Button tetaplah sebuah film yang penting berkat ide cerita yang AMAZING, dibalut dengan pencapaian teknologi terkini hingga menghadirkan tampilan visual yang BEAUTIFUL. 4/5

Sabtu, 24 Januari 2009

HANYA 60% SIH........TAPI LUMAYANLAH

Sabtu, 24 Januari 2009 5


Nominasi Oscar 2009 sudah keluar. Kalau masih ingat, Gilasinema pernah melakukan intipan siapa-siapa saja yang bakalan masuk nominasi. Bukannya sombong, namun intipan tadi termasuk paling awal dibuatnya. Terutama di Indonesia hehehe (nggak penting banget ya).
Menebak siapa-siapa yang bakal masuk nominasi tentu bukan sesuatu yang mudah, mengingat harus menyaring lebih banyak nama/judul film. Gilasinema mengintip untuk nominasi di kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Aktor/Aktris Terbaik dan Aktor/Aktris Pembantu Terbaik. Dan sekali lagi bukannya bermaksud sombong kalau hasil intipan, mempunyai tingkat keakuratan 60 %. Gak tepat-tepat amat sih….tapi lumayanlah 
Semua gara-gara Australia (biasa..harus ada yang dikambinghitamkan). Gilasinema melihat Australia sebagai sebuah proyek yang menjajnjikan, namun entah mengapa hasil akhirnya kok dianggap kurang memuaskan.
Untuk kategori Film Terbaik, Gilasinema memprediksikan The Dark Knight, Milk, The Curious Case of Benjamin Button, Australia dan Frost/Nixon. Sayang sekali The Dark Knigth tidak masuk, padahal cukup banyak masuk nominasi lain. Bandingkan dengan The Reader. Mungkin nasib The Dark Knight akan menyamai The Matrix yang membawa banyak piala di kategori teknis.
Nama-nama yang dijagokan Gilasinema di kategori Sutradara terbaik : Christopher Nolan, Gus Van Sant, Baz Luhrman, Ron Howard dan David Fincher. Sekali lagi sangat disayangkan Chritopher Nolan diacuhkan oleh anggota AMPAS, padahal dia sangat berhasil mengarahkan The Dark Knight. Namun, Gilasinema yakin, nama yang satu ini kedepannya akan dapat giliran juga.
Kate Winslet, Nicole Kidman, Angelina Jolie, Anne Hathaway dan Meryl Streep adalah nama-nama yang dulu Gilasinema perkirakan bakalan masuk nominasi Aktris Terbaik. Hanya satu nama yang meleset, yakni Nicole Kidman yang digantikan oleh Melissa Leo. Berarti tebakan Gilasinema untuk kategori ini, mencapai 80 % donk. Sangat berharap Kate Winslet menang.
Di bagian Aktris Pendukung, Gilasinema memperkirakan Penelope Cruz, Taraji Henson, Renee Zellweger, Viola Davis dan Catherine Keener. Dua nama meleset, seperti halnya perkiraan di kategori Aktor Pendukung yakni Heath Ledger, John Malkovich, Josh Brolin, Michael Sheen dan Michael Shannon. Namun masuknya nama Michael Shannon memberikan kegembiraan kepada Gilasinema, karena aktingnya di Revolutionary Road memang top. Padahal nama yang satu ini, di Golden Globe kemarin tidak dilirik sama sekali.
Hugh Jackam memang tidak masuk nominasi seperti yang Gilasinema perkirakan, namun paling tidak dia bakala banyak nampang di panggung sebagai host. Dulu Gilasinema memperkirakan Benicio del Torro, Frank Langella, Richard Jenkins, Brad Pitt dan Hugh Jackman. Masuknya Richard Jenkins membuat Gilasinema senang (penting gak sih hehehe)

Kamis, 22 Januari 2009

DEFIANCE

Kamis, 22 Januari 2009 5


Secara garis besar, Defiance mengisahkan empat saudara yang berasal dari keluarga Bielski di tengah pembantaian kaum Yahudi oleh Nazi di era Perang Dunia II. Mereka adalah Tuvia (Daniel Craig), Zus (Liev Schreiber), Asael (Jamie Bell) dan Aron (George MacKay). Mereka berhasil selamat dari upaya pembantaian dan melarikan diri untuk bersembunyi di dalam hutan. Dalam perkembangannya, mereka mulai merangkul banyak orang hingga membentuk sebuah komunitas.
Komunitas tersebut selain mencoba bertahan hidup dari para tentara Nazi juga harus dihadapkan pada tantangan lain yaitu bagaimana mereka bertahan dari cuaca yang kadang tidak bersahabat dengan segala fasilitas dan akomodasi yang amat sangat terbatas. Munculnya wabah penyakit (typhus) yang juda mengancam keberadaan mereka serta munculnya berbagai pertentangan yang berpotensi merusak solidaritas diantara mereka, termasuk perseteruan diantara Bielsky Bersaudara.
Sekental-kentalnya hubungan darah, tentu tetap muncul pergesekan, karena secara individu, keempat anak Bielsky tadi mempunyai karakter dan pola pikir yang berbeda. Tak pelak perpecahanpun terjadi, terutama antara Tuvia dan Zus yang sama-sama berwatak keras. Untuk sedikit mencairkan suasana, dimunculkanlah beberapa karakter perempuan, yang tentu saja tokoh yang diperankan oleh Daniel Craig mendapatkan yang tercantik.
Film ini didasarkan pada buku karangan Nechama Tec yang berjudul Defiance: The Bielski Partisans. Kisah kepahlawanan Bielski Bersaudara ini memancing kontroversi berkaitan benar tidaknya kisah heroic mereka. Beberapa versi menyebutkan, kalau Bielski Bersaudara ini ikut andil dalam pembantaian masal warga Negara Polandia bersama Soviet. Kalau pernah menyaksikan film Katyn yang telah dibahas Gilasinema sebelumnya, tentu tahu pembantaian apa yang dimaksud.
Meski mengisahkan Bielski Bersaudara, porsi yang diberikan kepada Daniel Craig lumayan lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Cukup beralasan, mengingat daya jual Daniel Craig (dengan jaket coklatnya yang keren) yang sedang moncer-moncernya. Dampaknya, karakterisasi yang dihadirkan kurang begitu memikat untuk disaksikan. Belum lagi dengan masuknya karakter-karakter yang lain. Film mungkin akan berjalan lebih menarik kalau misalnya film lebih memfokuskan pada pergulatan emosi antar Bielski tadi. Jadi arah film lebih jelas dan mungkin akan lebih kuat unsure dramanya. Dengan cerita yang dihadirkan, Edward Zwick terlihat kebingungan mau membawa kemana ceritanya. Hasil akhirnya jadi terlihat nanggung. Untungnya adegan aksi yang dihadirkan tidaklah terlalu buruk, meski kalau dibandingkan dengan Saving Private Ryan tidak ada apa-apanya.
Film ini juga membuat jengah dengan dihamburkannya propaganda yang berkaitan dengan kaum Yahudi. Dalam beberapa adegan, para tokoh yang ada menyemburkan kalimat kalimat, Yahudi beginilah, Yahudi begitulah. Rasa-rasanya sudah muak menyaksikan film berlatar belakang Perang Dunia II yang terlalu mengumbar betapa menderitanya kuam Yahudi. Komentar ini bukannya muncul karena agresi Israel akhir-akhir ini di Palestina, namun lebih kepada akumulasi kebosanan akibat propaganda tadi.
Padahal pesan yang coba disampaikan film ini cukup bagus. Bagaimana bertahan hidup di dunia yang ganas tanpa harus mengikis rasa kemanusiaan. Bagaimana supaya tidak berperilaku layaknya binatang buas. Karenanya setting yang banyak di hutan terasa sangat representative. Dengan gempuran propaganda tadi, pesan yang ingin disampaikan menjadi bias dan tidak mencapai sasaran, karena penonton sudah muak duluan.
Film menjadi lebih menarik dikupas dari segi sosiologi. Masih ingat dong dengan yang pernah kita dapat di bangku sekolah. Bagaimana desa (komunitas) tercipta karena berkumpulnya individu-individu dengan persamaan tujuan, dan akhirnya membentuk lembaga/organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam Defiance, proses berkembangnya komunitas tadi sebenarnya sudah menjadi tontonan yang menarik, bahkan tanpa embel-embel kaum Yahudi sekalipun.
Melihat film ini juga kembali membangkitkan ingatan akan sejarah berdirinya Majapahit yang dimulai dari tempat bernama Hutan Tarik. Dari sebuah desa kecil, Majapahit menelma menjadi sebuah kerajaan besar dengan wilayah kekuasaan yang luas. Bukti bahwa Indonesi sebenarnya mempunyai sumber cerita yang amat kaya. Timbul pertanyaan, kira-kira apa jadinya ya kalau para kaum Yahudi tadi tidak bisa bertahan di dalam hutan dan pengikut Bielski tidak berkembang hingga mencapai jumlah lebih dari 1.000 orang? 3/5 (Sekali lagi, penilaian ini tidak didasarkan pada agresi Israel hehehe…)

Senin, 19 Januari 2009

REVOLUTIONARY ROAD

Senin, 19 Januari 2009 9


Ada dua alasan Revolutionary Road menjadi sebuah film yang wajib tonton. Pertama, film ini disutradarai oleh Sam Mendes. Sejak menelorkan American Beauty, terus terang Sam Mendes menjadi favorit berkat kekonsistensinya dalam menghasilkan karya yang dijamin mutunya, terutama dalam pengolahan gambar yang mantap, meski selalu membawa Susana penuh satire nan muram. Alasan kedua tentu saja karena dipertemukannya kembali pasangan Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet setelah 10 tahun “berpisah”. Dalam kurun satu decade, keduanya menjelma menjadi actor dan aktris mumpuni yang tidak hanya mengandalkan modal fisik.
Revolutionary Road sebenarnya mempunyai premis cerita yang cukup singkat. Frank (Leonardo DiCaprio) dan April (Kate Winslet) dipertremukan dalam sebuah pesta. Keduanya terlibat perbincangan intens mengenai apa yang mereka impikan, menemui kecocokan dan akhirnya menikah dengan dengan dianugerahi dua anak manis beda kelamin. Keluarga mereka tinggal di Revolutionary Hill Estates, sebuah tempat yang ideal untuk membangun sebuah keluarga sakinah.
Dari luar keluarga tersebut seperti sebuah keluarga impian. Namun ternyata tidak mudah membina sebuah rumah tangga. Masalah mulai datang dan mengancam keutuhan rumah tangga mereka. Keduanya mencoba memperbaiki masalah tersebut dan mencoba bertahan. Memang akhirnya mereka berhasil bertahan, namun yang namanya masalah selalu membayangi kehidupan manusia. Puncaknya, di tengah musim panas yang menyengat setelah sebelumnya mereka melalui musim semi yang indah hingga mampu meredam gejolak yang ada, April mengambil tindakan ekstrim yang pasti akan membuat semuanya merasa menyesal. Pernikahan yang harusnya sarana meraih impian justru malah menjerumuskan manusia ke dalam jurang tragedy.
Bagi sebagian orang, pernikahan sebuah langkah besar dalam hidup mereka. Kesuksesan seseorang kadang diukur dengan keberhasilan orang itu dalam mewujudkan keluarga yang sakinah. Pada perkembangannya, pernikahan bukanlah sebuah hal yang mudah. Bagaimana menyatukan dua kepribadian, keinginan dan impian yang berbeda sungguh sebuah hal yang menantang. Dibutuhkan kesabaran, improvisasi dan kompromi agar segalanya bisa berjalan dengan baik.
Frank dan April mungkin terlihat mempunyai satu impian yang sama, namun pada perkembangannya ada pihak yang bisa berkompromi dengan tidak tercapainya impian tersebut dan ada pihak yang berusaha tetap merealisasikan impian mereka, hingga muncullah benturan demi benturan. Tanggung jawab akibat pernikahan yang mereka lakukan memaksa masing-masing pihak untuk menekan ego mereka. Eksistensi mereka sebagai pribadi mulai terkikis, dan memunculkan kegelisahan dan pertanyaan “apakah memang harus berjalan demikian?”. Inilah yang ingin disoroti dalam Revolutionary Road, persoalan eksistensi (diri). Guncangan akan muncul kalau masing-masing pihak tidak bisa memahami dan berimprovisasi berkaitan peran dan status baru mereka.
Seperti karya awal Sam Mendes, Amerikan Beauty, Dalam Revolutionary Road, Sam lagi-lagi menyoroti persoalan rumah tangga di lingkungan perumahan yang cantik. Menampilkan karakter-karakter yang berpura-pura bahagia dan menghadirkan karakter yang mempertanyakan kemunafikan tersebut, yang kalau dalam American Beauty dimakili oleh Wes Bentley, dalam Revolutionari dihadirkan lewat sosok yang diperankan oleh Michael Shannon.
Dan sekali lagi, Sam Mendes menghadirkan gambar-gambar yang memikat sekaligus kuat. Mempunyai latar belakang yang kuat, Sam Mendes terlihat terampil mengatur semua aspek teknis dalam film ini, mulai dari pencahayaan, artistic, kostum hingga blocking pemain. Pada beberapa adegan, gambar yang dihadirkan terkesan sangat teatrikal. Ditata sekali. Efeknya mampu menghadirkan suasana yang lebih dramatis. Dan menyaksikan Revolutinary Road tak ubahnya menonton lakon di sebuah panggung sandiwara.
Cerita yang dihadirkan makin kuat karena setting cerita yang mengambil era 1950-an. Di era ini, pemikiran mengenai eksistensi diri mulai berkembang di Amerika dan dikenal dengan istilah American Dream. The American Dream is the freedom that allows all citizens and most residents of the United States to pursue their goals in life through hard work and free choice. The phrase's meaning has evolved over the course of American history. The Founding Fathers used the phrase, "life, liberty, and the pursuit of happiness." (mohon diartikan sendiri hehehehe).
Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet sekali lagi menampilkan ikatan yang kuat dan meyakinkan. “Perpisahan” selama 10 tahun ternyata tidak mampu mengikis jalinan diantara keduanya, bahkan terlihat makin kuat. Hubungan keduanya di layar terlihat sangat intens. Adegan yang menampilkan dua orang ini berdialog mengalir dengan lancar dan penuh emosi. Meski sekali lagi, kate winslet terlihat lebih matang dibbandingkan Leonardo DiCaprio. Pemunculan Michael Shannon yang meski hanya muncul dalam durasi singkat terasa sangat kuat dan menghantui. Brilllian!
Revolutionary Road terkesan anti pernikahan, karenanya penonton yang sinis terhadap keberadaan lembaga bernama “keluarga” akan bertepuk tangan melihatnya sambil berkata dengan lantang “apa aku bilang!”. Bagi mereka yang menganggap pernikahan sebagai sebuah proses dan mungkin ibadah, Revolutionary Road bisa menjadi cermin dan mengambil hikmahnya agar tidak terjerumus ke dalam permasalahan yang sama. Karena disamping eksistensi diri, ada eksistensi pihak lain yang perlu diperhatikan, yakni eksistensi anak.
Untuk sebuah tontonan semuram Revolutionary Road, dianjurkan untuk mempersiapkan stamina yang cukup, karena bagi mereka yang terbiasa melihat film penuh efek visual, film ini akan sangat terasa membosankan dan menekan perasaan. Sebagai pembanding, bisa meyaksikan lagi American Beauty atau The Child (L’Enfant), film produksi Belgia yang menyoroti pasangan muda. Ingin mengulik lebih dalam dan panjang persoalan keluarga? Serial Brothers and Sisters yang kemarin mendapat 2 nominasi Golden Globe bisa menjadi pilihan. 4/5

WENDY AND LUCY



Istilah film independent seringkali disematkan pada film dengan budget terbatas, minim efek visual, casting yang tepat tanpa mempertimbangkan faktor kebintangan, cerita yang unik serta teknik penggarapan yang tidak lazim. Masalah jumlah penonton tidak bisa dijadikan ukuran, karena hal tersebut berkaitan dengan teknik pemasaran. Blair Witch Project sebagai contoh. Keberhasilan film tersebut meraup banyak penonton bukan berarti membuat film tersebut tidak berhak dimasukkan ke dalam kategori film indie. Intinya ada pada semangat untuk berkarya sesuai hati kreatornya.
Wendy and Lucy menambah lagi satu contoh film indie yang sayang untuk dilewatkan. Paling tidak dari film ini kita bisa belajar bagaimana membuat film dengan dana pas-pasan tanpa harus menjatuhkan kualitas film. Plot cerita yang simple, yakni tentang Wendy (Michelle Williams) yang kehilangan anjingnya, Lucy, di wilayah yang asing baginya.
Di tengah perjalanan menuju Alaska, mobil yang Wendy kendarai mengalami masalah mesin yang memaksanya untuk tinggal di sebuah kota yang benar-benar asing baginya. Wendy yang hanya ditemani Lucy si anjing digambarkan sosok murung yang introvert. Berniat menghemat pengeluaran karena dana yang terbatas, Wendy melakukan tindak criminal yang menyeretnya ke kantor polisi seharian. Ketika kembali untuk mengambil Lucy, anjingnya tersebut telah raib entah kemana.
Kehilangan anjing mungkin bukan permasalahan besar, namun tidak demikian bagi Wendy, karena Lucy merupakan satu-satunya sahabat yang dia anggap bisa memahami dirinya. Wendy pun panic dan berusaha menemukan Lucy. Dimulailah petualangan Wendy dalam usahnya menemukan Lucy di tengah daerah asing.
Meski kesannya sepele, sutradara dan penulis cerita, Kelly Reichardt mampu mengaduk emosi penonton sedemikian rupa dengan modal cerita yang amat sederhana. Minimnya pemain yang dihadirkan di layar tidak menghalangi Kelly Reichardt untuk menghadirkan tontonan yang memikat. Ketegangan yang dihadirkan terasa begitu intens dan tidak berlebihan. Penonton dibuat penasaran bagaimana akhir cerita yang akan dihadirkan.
Kelly Reichardt mencoba menghadirkan sebuah ironi betapa manusia lebih nyaman hidup bersama binatang peliharaan dibandingkan dengan sesama manusia. Manusia diagambarkan acuh satu sama lain. Toleransi, simpati maupun empati yang makin luntur ditengah dunia yang terus berubah. Untungnya Kelly Reichardt masih mempunyai sedikit optimisme dengan menghadirkan beberapa tokoh simpatik.
Wendy and Lucy tidak bisa dipungkiri menjadi semacam one man show-nya Michelle Williams. Beban berat menghampirinya karena porsinya yang sangat dominant. Sepanjang durasi film, kamera menyorot aksinya. Sebuah tanggung jawab yang menuntut konsitensi. Michelle Williams sekali lagi mampu membuktikan bahwa dirinya mempunyai potensi. Dia berhasil memerankan Wendy dengan baik, dan menampilkan chemistry yang meyakinkan dengan Lucy. Penampilannya begitu konsisten hingga menimbulkan rasa iba.Justru divisi kostum yang tidak konsisten. Kalau cermat, blooper banyak hadir lewat pakaian yang dikenakan oleh Wendy.
Wendy and Lucy mungkin terasa romantic bagi mereka yang memiliki binatang peliharaan. Penonton yang tidak terbiasa memelihara hewan mungkin menilai reaksi Wendy sebagai sebuah hal yang berlebihan. Namun untungnya hal tersebut mampu tersamarkan dengan ending yang pas. Film ini sangat direkomendasikan kepada mereka yang ingin merintis karir membuat film. Bahwa tema apapun bisa dibuatkan sebuah film. Yang penting scenario yang kuat dan tentu saja …..SEMANGAT! 3,75/5

Rabu, 14 Januari 2009

THE FALL

Rabu, 14 Januari 2009 11


Apa kamu harapkan ketika menyaksikan sebuah film? Hanya sebatas hiburan untuk lari sejenak dari situasi yang depresif? Mencari sensasi visual yang memanjakan mata? Atau mengharapkan mendapatkan sebuah kisah inspiratif yang memberi pencerahan setalah film selesai kita tonton, sekaligus merangsang sisi intelektual kita? Alasan kita mungkin bisa salah satu diantaranya atau malah mungkin semua unsure tadi harus dimiliki oleh sebuah film.
Tidak banyak film yang mampu menghadirkan hiburan yang tidak menyakiti logika, dikemas dengan kemasan visual yang cantik sekaligus “berisi” serta memberikan semacam pencerahan tanpa terkesan menggurui tau terlalu berat diterima rasa dan otak yang kadang sudah terlalu riuh dengan berbagai hal. The Fall termasuk sedikit dari sekian banyak film hadir, yang mampu memuaskan semua keinginan tadi. Film ini ringan menghibur, meski mempunyai muatan yang filosofis dibalut dengan sinematografi yang mempesona, serta mampu memancing hasrat untuk mengupas “isinya” secara lebih dalam.
Kisahnya berkisar pada hubungan antara pria frustasi karena hati dan fisiknya yang terluka hingga terbaring tidak berdaya di ranjang dengan seorang bocah aktif dengan tulang tangan yang patah. Pertemuan dua generasi ini menghadirkan sebuah hubungan unik dan saling memanfaatkan. Si bocah menghendaki sebuah dongeng petualangan, sedangkan pria dewasa berkenan mengabulkannya dengan maksud tertentu.
Yang namanya anak kecil, imajinasinya tidak terbatas dan banyak maunya serta mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Dengan gambaran orang-orang disekitar mereka, keduanya menjelajah dunia dongeng yang memikat, meski penuh darah serta pengkhianatan. Tidak lengkap rasanya sebuah dongeng tanpa bumbu kisah percintaan, maka dimasukkanlah kisah tersebut kedalam dongeng. Disela-sela tuturan dongeng, terjadi proses pengenalan diantara keduanya, huingga terbanmgun sebuah hubungan yang intens.
Sengaja tidak diuraikan secara detail cerita yang dihadirkan oleh sutradara Tarsem ini. The Fall akan sangat lebih nikmat dinikmati langsung untuk menyerap berbagai sensasi yang dihadirkan. Meski sebuah dongeng, scenario susunan Dan Gilroy dan Nico Soultanakis ini menerapkan hukum sebab akibat serta karakterisasi yang kuat. Hampir tidak terlihat elemen yang terkesan mubazir dan berlebihan. Perhatikan senjata yang dipakai oleh para ksatria yang berbeda jenisnya, mulai dari panah, peledak, pedang, pengetahuan hingga kepercayaan kepada sesuatu yang mistis. Juga alasan para ksatria yang beragam sebagai motif aksi balas dendam terhadap pihak tiran. Namun yang pasti untuk sesuatu yang paling mereka cintai, yang ironisnya membuat mereka terbunuh karenanya.
The Fall dengan halusnya juga menghadirkan komparasi yang menyentil antara dunia anak-anak dengan dunia mereka yang dinilai dewasa. Apa yang dibutuhkan anak-anak ketika membutuhkan suasana nyaman? Jawabannya simple: sebuah dongeng! Bandingkan dengan si pria dewasa yang mengandalkan obat anti depresif hanya untuk lepas dari persoalan (bunuh diri!). Itupun dengan cara manipulatif tanpa memikirkan dampak yang mungkin ditimbulkannya. Dan betapa anak – anak lebih positif serta lebih imajinatif dibandingkan dengan orang dewasa.
Wuihh…rasanya banyak sekali yang bisa dikupas dalam film The Fall. Film yang merupakan remake dari film keluaran Bulgaria berjudul Yo Ho Ho yang dibuat pada tahun 1981 ini sangat dianjurkan ditonton lebih dari satu kali, karena salah satu ciri film yang bagus adalah setiap kali ditonton, meski berulang kali, kita mendapatkan sesuatu yang baru di dalamnya dan tentu saja tidak membuat bosan. Film ini makin sempurna berkat tampilan visual yang….WOW!!!
Tarsem berani menjamin tidak ada satupun adegan yang memanfaatkan efek visual. Semuanya dikerjakan dengan perhitungan yang matang dan alami, mulai dari cuaca yang mempengaruhi pencahayaan dan pewarnaan hingga komposisi gambar, pemain serta pencampuran warna yang tidak hanya tampak ngejreng layaknya film produk Bollywood, namun juga dikonsep serius untuk menghadirkan keindahan. Tak heran kalau David Fincher dan Spike Jonze memberi dukungan kepada proyek yang produksinya memakan waktu bertahun – tahun dan digarap di lebih dari 15 negara termasuk Bali (bukan Indonesia hehehe).
Untuk Bali, Tarsem ini dibantu oleh Tino Saroengallo (menjadi germo di Quickie Express) yang mengakui betapa perfeksionisnya si Tarsem ini. Belum pernah mendengar sutradara yang satu ini? Tidak mengherankan mengingat dirinya memang kurang produktif membuat film layar lebar. Sebelumnya dia membuat The Cell yang dibintangi oleh Jennifer Lopez dan Vince Vaughn di tahun 2000 yang ganjil dan juga imajinatif. Dia juga membuat video klip-nya REM (Losing My Religion) yang dipilih MTV sebagai Video of the year di tahun 1991. Tarsem ini memang lebih aktif menyutradarai video clip dan iklan.
Tentu film ini tidak akan menarik, kalau saja para pemainnya tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Poin tertinggi diberikan kepada kolaborasi mantap antara Lee Pace dengan aktris cilik Catinca Untaru. Keduanya begitu padu menghidupkan cerita yang memang berfokus pada mereka berdua. Chemistry keduanya terasa natural dan indah. Catinca Untaru berakting luar biasa untuk seoarang pendatang baru. Dia seolah-olah sedang tidak berakting. Begitu alami dan meyakinkan. Mungkin karena syuting dilakukan secara kronologis sesuai tuntutan cerita.
Tanpa banyak kata, segara saksikan sendiri film ini dan temukan jawaban mengapa Gilasinema memilih The Fall sebagai Film Terbaik di tahun 2008. The Fall benar-benar membuat jatuh…..hati. 4,5/5

Selasa, 13 Januari 2009

HAPPY – GO – LUCKY

Selasa, 13 Januari 2009 4


Di tengah dunia yang semakin bermasalah ini, apa sih senjata yang ampuh agar kita bisa menjalani hidup dengan enak? Poppy (Sally Hawkins) menggunakan jurus selalu optimis, selalu ceria dan menjadi positif. Oleh sutradara dan penulis cerita kita diperkenalkan dengan tokoh Poppy ini dengan sebuah adegan yang mengena di awal film. Dengan riangnya, Poppy bersepeda di tengah lalu lalang kendaraan menuju ke sebuah toko buku. Di toko tersebut dia menuju ke bagian buku anak, menyapa penunggu toko dengan ramah meski mendapat reaksi yang dingin. Ketika keluar dia mendapati sepedanya sudah raib. Apa yang dia lakukan? Bukannya merasa kehilangan, dia malah lebih merasa menyesal karena tidak diberi kesempatan mengucapkan selamat tinggal kepada sepedanya!
Prolog yang sangat jenaka ini seakan memberi persiapan kepada penonton sebagai bekal menyaksikan polah tingkah Poppy selanjutnya. Berusia awal kepala tiga, single, naïf, gemar memakai pakaian yang kaya warna, entah sesuai atau tidak dan tinggal seatap dengan temannya, Zoe (Alexis Zegerman), Poppy ini ternyata seorang guru SD. Meski kesannya slengekan dan tidak mempunyai konsep yang jelas, Poppy mempunyai dedikasi yang tinggi akan profesinya. Dia selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada anak asuhnya.
Di tengah segala kesibukannya, Poppy menuruti sarannya untuk mengikuti kursus mengemudi. Dipandu oleh Scott (Eddie Marsan) yang kepribadiannya sangat bertolak belakang, Poppy mulai belajar mengemudi setiap seminggu satu kali. Poppy yang ramah dan ceria serta optimis, dipertemukan dengan Scott yang berkarakter kasar, kaku serta banyak menggerutu dan pesimis, tak pelak menimbulkan gesekan yang menimbulkan kelucuan yang segar. Tentu saja lucu khas British.
Selain mengikuti kursus mengemudi, Poppy juga mengikuti les menari flamenco dan alat musik trampoline. Dia juga mengikuti terapi untuk mengatasi masalah tulang belakangnya, serta menyempatkan berkunjung ke rumah saudaranya yang mempunyai karakter yang berbeda dengannya. Belum cukup? Di tengah-tengah film kita dikejutkan dengan interaksinya dengan tunawisma gila yang kotor dan bertingkah seolah-olah bisa memahami apa yang dirasakan oleh orang tersebut!
Secara garis besar, film ini memang mengajak penonton untuk melihat Poppy sebagai karakter dihadapkan dengan berbagai karakter yang bertolak belakang dengannya. Konfrontasi antar karakter inilah yang menuntun cerita, hingga mencapai puncaknya ketika Scott mengalami ledakan emosional akibat tidak tahan dengan karakter Poppy. Mike Leigh sangat berhasil menampilkan sebuah konfrontasi karakter tadi hingga menjadi sebuah tontonan yang bernas, lincah, menghibur serta menyentil.
Karakter Poppy begitu kuat. Semua yang melekat pada dirinya ada alasannya. Mengapa dia memilih bersepeda, mengapa dia digambarkan sebagai seorang guru dan mengapa kostumnya penuh warna seperti itu (perhatikan pakaian dalam yang dia kenakan ketika mengikuti terapi, bh pink, celana dalam oranye dan memakai stocking jarring-jaring!). Acungan jempol untuk Sally Hawkins yang mampu menterjemahkan karakter Poppy dengan amatsangat baik. Namun demikian, Poppy juga menjadi sosok yang misterius. Penonton pasti bertanya, apa yang membentuknya mempunyai karakter meriah seperti itu, bagaimana masa lalunya? Sebuah misteri yang pastinya akan sangat menarik untuk dikupas yang sayangnya dibiarkan tetap sebagai misteri oleh Mike Leigh.
Tokoh Poppy yang digambarkan sebagai guru yang ceria dan optimis ini ternyata didasarkan pada tokoh yang hadir dalam buku karangan Eleanor H. Porter berjudul Pollyanna: The First Glad Book yang karena sukses dibuat sekuelnya dengan pengarang yang berbeda-beda. Pollyana dalam buku tersebut digambarkan sebagai sosok yang selalu optimis, berpikir positif, periang dan selalu berusaha membangkitkan semangat orang-orang yang ada disekitarnya. Saking melekatnya karakter Pollyanan ini hingga kata ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang dengan karakter yang disebutkan diatas. Coba kamu cari didalam kamus arti kata dari "pollyannaish" atau "Pollyannaism".
Tidak ada manusia yang sempurna. Begitupun dengan Poppy dengan jiwa positifnya. Ternyata tidak semuanya bisa dia sikapi dengan riang dan positif. Ternyata ada beberapa hal yang mampu membuat Poppy merasa sedih dan marah, yakni ketika mendapati asuh didiknya yang merupakan generasi penerus untuk kehidupan yang lebih baik, mendapatkan dan melakukan kekerasan serta ketika mendapati kebaikannya di salah artikan. Meski tidak diungkapkan, tergambar dalam wajahnya sebuah pertanyaan, mengapa bisa terajdi seperti itu? Untungnya Poppy masiih mempunyai senjata yang lain, yakni keyakinan. Yakin segalanya akan baik-baik saja.
Menyaksikan Happy-Go-Lucky, terus terang sangat menyegarkan. Apalagi di tengah gempuran film Oscar yang mayoritas beraura suram dan muram. Setelah menyaksikan film ini rasanya timbul semacam perasaan optimis, bahwa hidup akan menuju kearah yang lebih baik. Meski kalau kita amati kenyataannya tidak demikian. Yah paling tidak bisa menjadi semacam pelarian sejenak dari segala kepenatan yang mebuat depresi. Bagi yang pernah terinspirasi dengan karakter seperti Forrest Gump, Patch Adams, Simon Birch atau Amelie, film ini sangat sayang untuk dilewatkan. Happy-Go-Lucky adalah tipe film yang sangat asyik dibahas bersama teman-teman sambil minum teh atau kopi. Segaaaaar…….! 4,25/5

Sabtu, 10 Januari 2009

SLUMDOG MILLIONAIRE

Sabtu, 10 Januari 2009 6


Kata “slum” merujuk pada pemukiman padat penduduk yang kumuh, kotor dengan sanitasi buruk. Tempat dimana berbagai macam penyakit tumbuh dengan subur, termasuk apa yang dinamakan penyakit masyarakat. Mereka yang tinggal di pemukiman dianggap sebagai kaum tidak penting, bahkan dianggap sebagai beban. Makanya sebuah kebijakan seringkali tidak bersikap adil kepada mereka yang tinggal di wilayah “slum” ini. Ditambah kata “dog” menjadi “slumdog”, posisi mereka yang sudah rendah menjadi lebih rendah lagi, dan layak disebut sebagai sampah masyarakat.
Namun siapa yang menduga dari pemukiman kumuh ini kita bisa banyak belajar mengenai banyak hal. Pemukiman kumuh ini ternyata bisa menjadi seperti sebuah laboratorium social yang amat sangat menarik untuk dipelajari. Betapa pemukiman ini menyimpan kekayaan tak terhingga akan nilai-nilai hidup. Dan ternyata tidak masalah dimana kita tinggal, karena yang lebih penting adalah bagaimana kita mampu menyerap apa yang menghampiri kita sebagai bekal menjalani hidup.
Lewat perjuangan Jamal, Salim dan Latika, kita diajak bagaimana tiga pribadi bertolak belakang “membaca” jalan hidup yang mereka lalui, dan apa yang mereka dapatkan pada akhirnya. Lewat kilas balik penuturan Jamal disela-sela kuis Who Wants To Be A Millionaire (Kaun Banega Crorepati), kita diajak mengikuti usaha Jamal dan Salim dalam bertahan hidup ditengah kota Mumbai yang padat dan riuh. Bagaimana mereka menghadapi kerusuhan agama yang merenggut ibu mereka, praktek “penjemputan” anak untuk dijadikan pekerja anak (pengemis), sampai bertahan di dunia yang dikuasai oleh mafia kejam.
Lewat kisah Jamal tadi, tak pelak kita disuguhi sisi gelap dari kota Mumbai. Banyak gambar-gambar yang mengejutkan yang dihadirkan oleh Danny Boyle. Adegan ketika Jamal terjun ke penampungan tai hanya demi bertemu dengan idolanya Amitabh Bachan, meski terkesan menjijikkan, namun berhasilkan menghadirkan efek kejut yang menghentak.
Mumbai memang tepat untuk dijadikan setting cerita. Mumbai adalah termasuk salah satu wilayah terpadat di dunia dan menjadi salah satu wilayah tersibuk di India. Dengan jumlah penduduk lebih dari 13 juta jiwa, Mumbai dihuni oleh penduduk dengan berbagai agama serta suku, dengan sekitar 60% diantaranya tinggal di pemukiman kumuh, khususnya di Dharavi! Tak heran angka kejahatan di kota ini lumayan tinggi dan Mafia begitu berkuasa di Mumbai ini. Dan di Mumbai inilah Bollywood berada.
Kembali ke kisah Jamal, Salim dan Latika tadi. Berbagai peristiwa yang terjadi pada mereka ternyata membentuk karakter mereka menjadi pribadi yang berbeda-beda. Salim yang muak, memilih berkompromi dengan dunia criminal, Latika pasrah menerima segala yang terjadi pada dirinya. Sedang Jamal, digambarkan mempunyai tekad kuat untuk merubah jalan hidupnya. Berbagai peristiwa yang menghampiri Jamal ternyata mampu “memperkaya” dirinya. hal ini disimbolkan dengan keberhasilannya menebus babak akhir dari kuis Who wants to be a Millionaire.
Hidup tak ubahnya sebuah pertunjukan kuis. Siapa yang bisa belajar dan “membaca” dengan tepat dialah yang mampu keluar sebagai pemenang. Meski ada beberapa pihak yang tidak rela apabila anjing kumuh bisa memenangkan permainan, tidaklah menjadi masalah karena kemenangan itu sudah tertulis, sudah menjadi sebuah guratan takdir. Dan takdir inilah yang bisa mempersatukan Jamal dengan perempuan yang dia cintai, Latika.
Danny Boyle sekali lagi menunjukkan dirinya bahwa dirinya adalah sineas yang selalu berusaha menghadirkan sesuatu yang baru dan tidak terjebak pada genre tertentu. Coba ingat lagi filmografi dari Danny Boyle. Mulai dari Transpotting yang mengangkat dunia pecandu, petualang di The Beach, 28 Days Later yang menampilkan zombie ganas, menyindir materialisme lewat kaca mata anak-anak di Millions, hingga yang filosofis di film futuristic, Sunshine. Kesamaan dari karyanya adalah, selalu menampilkan jiwa muda dan dikemas dengan bahasa gambar yang atraktif, meski kadang muatannya bisa dibilang cukup berat.
Selain penggarapan yang lincah, film ini makin oke berkat balutan musik dari AR Rahman. Bagi pecinta film India nama yang satu ini merupakan jaminan mutu dan sudah mempunyai reputasi yang mendunia. Di tahun 2008 kemaren, AR Rahman menghasilkan lagu-lagu keren dan enak di kuping yang laris manis seperti Guzarish (OST. Ghajini), Jaane Tu Ya Jaane Na hungga Yuvvraaj. Sebelumnya, dia juga membuat film Lagaan makin mengkilap.
Slumdog Millionaire menjadi sebuah film yang wajib tonton. Diangkat dari novel karangan Vikas Swarup berjudul Q and A, kisah yang dihadirkan bisa terjadi dimana saja. Film ini kaya akan emosi. Mulai dari tangis, tawa, bahagia, derita hingga cinta. Slumdog Millionaire membangkitkan kekuatan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk merubah nasibnya. Membuat kita berani untuk mempunyai mimpi.
Pada beberapa bagian memang terasa berlebihan, terutama penggambaran host kuis yang diperankan oleh Anil Kapoor. Apa iya ada host yang perilakunya seperti itu. Namun mengingat gaya dan rasa film India yang seringkali berlebihan, hal tersebut segera bisa dimaklumi. Hal yang paling mengganggu dari film ini adalah pada paruh ¼ akhir durasi, yakni ketika Jamal berjuang mendapatkan orang yang dia cintai.
Ketika ¾ durasi film, cerita yang dihadirkan berusaha memberikan sesuatu yang realistis. Menjelang akhir, penonton seakan-akan dibawa sedikit melayang dengan bersatunya Jamal dan Latika. Bukannya tidak suka, ketika anjing kumuh berhasil memenangkan semuanya, hanya saja konsep “takdir’ terkesan tidak konsisten dengan jalinan cerita awal. Film jatuhnya lebih ngepop. Konsep “takdir” atau “sudah tertulis” kok kesannya menisbikan perjuangan Jamal, hingga membuat penonton yang sinis mencibir ending yang dipilih.
Dengan ending seperti itu, kesannya perjuangan hidup Jamal sudah mencapai garis finish. It’s too good to be true. Fairy tale banget. Bandingkan dengan akhir cerita yang dihadirkan dalam film Children of Heaven, yang menurut Gilasinema mempunyai spirit yang hampir sama. Jatuhnya lebih nendang, realistis dan lebih dramatis. Mungkin hal ini memang disengaja oleh penulis cerita untuk membangkitkan mimpi mereka yang menonton, bahwa anjing kumuh pun bisa naik kelas. Selain Children of Heaven, tidak salahnya melihat lagi Daun Di Atas Bantal dan Central Station sebagai tambahan referensi. 4/5

VICKY CRISTINA BARCELONA



Vicky (Rebecca Hall) dan Crtistina (Scarlett Johansson), dua orang cewek yang bersahabat dan di sedang berlibur di Barcelona. Meski dekat, keduanya digambarkan mempunyai kepribadian yang sangat bertolak belakang. Vicky digambarkan cewek yang sangat normative, dan cenderung old fashioned. Sedangkan Cristina adalah cewek yang berjiwa bebas dan selalu siap mencoba segala sesuatu yang menarik hatinya.
Pada suatu malam, mereka bertemu dengan Juan Antonio (Javier Bardem) seorang seniman yang menyukai keindahan (terutama perempuan). Juan Antonio ini berstatus ebagai duda karena telah berpisah dengan mantan istrinya, Maria Elena (Penélope Cruz). Sejak awal Vicky sudah antipati dengan Juan Antonio yang secara terang-terangan mengajak tidur kedua cewek tadi. Berbeda dengan Cristina yang amat sangat tertarik. Perhatikan adegan perkenalan di restoran dimana Cristina tak segan memandang selangkangan Juan Antonio dengan jalangnya!
Meski tidak menyukainya, dengan terpaksa Vicky menerima tawaran Juan Antonio untuk berlibur ke Oviedo. Siapa yang menduga keduanya terlibat one night stand yang mengesankan. harusnya hal tersebut tidak menjadi masalah kalau saja Vicky belum bertunangan dengan Doug (Chris Messina) yang kemudian menyusulnya dengan ide mereka menikah di Barcelona. Vicky yang menyadari posisinya segera ambil langkah mundur. Juan Antonio yang melihat hal ini mulai dekat dengan Cristina, bahkan mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Cristina yang tidak mengetahui hubungan terselubung antara Vicky dan Juan Antonio, menjalani hubungan tersebut dengan santai, bahkan cenderung menikmatinya.
Tanpa terduga, pada suatu hari Maria Elena muncul dengan keadaan kacau. Juan Antonio yang baik hati mengijinkan Maria Elene untuk tinggal dengan mereka. Pada awalnya, kedua cewek “panas” tadi terlihat tidak salin menyukai dan saling berusaha menguasai Juan Antonio, namun lama-kelamaan terjain hubungan yang aneh diantara ketiganya. Di sisi lain, Vicky disibukkan dengan dilemma antara menuruti hatinya atau melakukan apa yang benar untuk dilakukan.
Dari sekian banyak film yang telah dihasilkan Woody Allen, terus terang baru kali ini menikmati karyanya secara utuh. Pernah melihat Annie Hall, namun tidak sampai selesai. Namun bisa sedikit membaca style Allen, dimana dia tertarik mengulik hubungan antar manusia, terutama hubungan pria-wanita, yang mungkin terasa remeh, namun entah mengapa selalu bisa dilihat menarik oleh Woody Allen. Begitupun dengan Vicky Cristina Barcelona ini yang masalahnya simple sekali namun bisa jadi rumit untuk sebagian orang, yakni soal pilihan. Woody Allen mengajak penonton lewat karakter Vicky dan Cristina untuk memilih. Apabila dihadapkan dengan situasi seperti yang mereka alami, jalan manakah yang akan kamu pilih? Lewat ending yang dihadirkan, sekali lagi ditegaskan, tidak penting pilihan yang kita ambil, namun bagaimana kita setelah mengambil sebuah pilihan.
Dengan gaya bertutur yang ringan, film ini makin enak dinikmati dengan penampilan para bintang pendukungnya yang santai. Belum lagi pemilihan setting yang eksotis romantis. Paling terkesan dengan penampilan Rebecca Hall yang mampu menterjemahkan karakter Vicky dengan baik. Penampilan Penélope Cruz yang walau baru muncul di paruh akhir, juga cukup kuat dan berkarakter. Javier Bardem dengan penampilan santainya mampu memberi kesegaran tersendiri. Scarlett Johansson? Meski tidak istimewa namun mampu membawakan peran Cristina dengan pas.
Satu hal lagi yang meninggalkan kesan adalah pemilihan busana para pemainnya. Mereka dibalut dengan pakaian berbahan ringan melayang dengan warna-warna lembut yang membuat penampilan mereka terlihat segar hingga sedap dipandang. Salut untuk divisi kostum.
Cerita yang dihadirkan sebenarnya tidaklah istimewa. Sedikit mengingatkan pada film keluaran tahun 1982 yang berjudul Summer Lovers. Film yang dihasilkan oleh sineas penghasil The Blue Lagoon ini mengisahkan pasangan yang diperankan oleh Peter Gallagher dan Daryl Hannah yang melewatkan musim panas di Negara yang tak kalah eksotis, Yunani.
Disana mereka berkenalan dengan perempuan yang diperankan oleh Valerie Quennessen. Ketiganya kemudian terlibat dalam hubungan intim yang mungkin akan dinilai aneh bahkan amoral oleh sebagian orang. Mereka makan bersama, berenang telanjang bersama hingga tidur bersama! Dibandingkan Vicky Cristina Barcelona, Summer Lovers memang lebih gamblang mengumbar ketelanjangan. Daryl Hannah rela mengumbar tubuhnya yang masih segar dan kencang, sedangkan Peter Gallagher dengan santainya bertelanjang frontal di layar. Hal inilah yang tidak kita dapati di Vicky Cristina Barcelona. Padahal para pemainnya amat sangat berpotensi heheheeh…..3,75/5

BURN AFTER READING



Osbourne Cox ( John Malkovich ) adalah seorang analis CIA yang memutuskan untuk keluar dari dunia inteligen. Dia berencana menyusun sebuah memoir seputar kehidupannya sebagai seorang analis CIA. Pada saat yang bersamaan, istri Cox, Katie ( Tilda Swinton ) yang sudah tidak mencintai suaminya, berencana untuk meninggalkan suaminya tersebut demi seorang lelaki pecundang, Harry Pfarrer. Atas saran pengacaranya, Katie mengkopi semua data yang ada di computer suaminya termasuk data-data penting berkaitan kerja Osbourne Cox sebelumnya di CIA.
Sial, data tersebut entah bagaimana tertinggal di gym milik Ted (Richard Jenkins). Di tempat kebugaran ini, Ted memiliki beberapa pegawai, diantaranya ada Linda (Frances McDormand), perempuan paruh baya yang disibukkan dengan operasi plastic dan mencari kencan lewat internet. Padahal, tanpa Linda sadari, Ted menaruh hati kepadanya. Ada satu lagi pegawai bernama Chad (Brad Pitt) yang sok gaya namun naïf. Dan Ted inilah yang menemukan disc berisi data dari computer Osbourne Cox tadi.
Selanjutnya, Coen Brothers menyajikan kekacauan demi kekacauan karena adanya berbagai tabrakan kepentingan diantara tokoh-tokoh diatas tadi. Tokoh-tokoh tadi pada akhirnya saling terkait satu sama lain dalam jalinan hubungan yang ruwet dan kacau. Sampai korban pun mulai berjatuhan. Film makin kacau karena tokoh-tokoh tadi digambarkan mempunyai karakter yang kacau pula. Kalau rajin menikmati film karya Coen Brothers tentu sudah bisa memaklumi gaya bercerita seperti ini. Burn After Reading ini tak pelak mengingatkan kita pada Big Lebowsky, dimana kekacauan timbul hanya karena masalah sepele, nama yang mirip!
Jangan harapkan adegan penuh aksi dan ketegangan layaknya trilogy Bourne ataupun film berbau spionase lainnya. Film ini mengalir dengan membawa banyak olok-olok didalamnya. Dengan banyaknya karakter yang hadir, olok – olok tadi terasa meriah dan ramai. Olok – olok terutama (mungkin) ditujukan untuk CIA. Masih ingat donk dengan kasus kesalahan analis CIA berkaitan dengan program nuklir Iran dan juga hasil mata-mata di Irak? Dalam film ini. CIA digambarkan sebagai penonton yang mencoba menganalisa apa yang sebenarnya terjadi. Kesimpulan yang mereka ambil? CIA juga tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Hanya bisa menggelengkan kepala dan membiarkan semuanya berlalu, serta “membersihkan” apa yang seharusnya dibersihkan.
Burn After Reading seakan mengajak kita untuk melihat, apa yang akan terjadi kalau sebuah rahasia jatuh ke tangan orang yang tidak tepat? Tepatnya jatuh pada orang bodoh. Bagaimana sebuah rahasia mampu membuat semua pihak yang terlibat, hidup dengan rasa saling curiga dan berusaha menjatuhkan satu sama lain dan nyawa menjadi tidak ada harganya. Apalagi kalau motif materi ikut-ikutan “nimbrung” yang membuat manusia makin gelap mata. Gugatan seputar materialisme inilah yang kerap disemburkan Coen Brothers lewat film-film yang mereka hasilkan. Coba tengaok lagi film-film seperti Ladykiller, O Brother Where Art Thou, Fargo hingga No Country for Old Man.
Banyak kritisi menilai Burn After Reading yang menilai film ini kalah kelas dibandingkan karya Coen Brothers sebelumnya. Tidak mengherankan mengingat sebelumnya mereka dinilai sangat sukses dengan No Country for Old Man. Namun perilisan film ini sangat mendongkrak dari segi bisnis, karena terangkat dengan keberhasilan No Country for Old Man di ajang Oscar 2008 kemarin. Melihat jajaran cast-nya, rasanya sayang sekali melewatkan film ini. Apalagi penampilan Brad Pitt yang begitu menyegarkan setelah sebelumnya banyak bermuram durja lewat Babel dan The Assassination of Jesse James by the Coward Robert Ford. 3,5/5

Sabtu, 03 Januari 2009

GILASINEMA AWARD 2008: 20 FILM TERBAIK

Sabtu, 03 Januari 2009 11


Film – film yang dipilih adalah film yang Gilasinema saksikan sepanjang tahun 2008, periode 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008. Judul – judul yang Gilasinema pilih umumnya memberikan sensasi dan inspirasi tersendiri. Ada judul lain yang lebih pantas? Sah-sah saja kok. Semuanya kembali lagi ke masalah selera. Ada beberapa judul yang belum sempat di review, namun kalau belum melihatnya, sangat dianjurkan untuk segera berburu film – film yang Gilasinema pilih. Sayang loh kalau sampai tidak nonton, apalagi buat mereka yang mengaku penggila sinema 
Mungkin daftar bisa berubah kalau saja sudah menyaksikan The Class, Slumdog Millionaire, The Reader, Doubt, Frozen River, Waltz With Bashir, The Wrestler, Rachel Getting Married ataupun The Curious Case of Benjamin Button.

1.THE FALL
Kekayaan visual yang dihadirkan begitu memikat, hingga rasanya tidak puas hanya menyaksikannya sekali saja. Inginnya lagi….lagi … dan lagi…
I’m speechless about this movie.

2.WALL E
Melihat film animasi karya Pixar selalu membangkitkan minat untuk membedah kepala para kreatornya. Bagaimana sih mereka begitu jeniusnya menghasilkan sebuah karya (perkecualian untuk RATATOUILLE, karena tikus sangat patut dibenci). Wall-E hadir seakan mebuktikan kekuatan sebuah gambar dibandingkan celoteh dialog tidak jelas.

3.NO COUNTRY FOR OLD MAN
Karya paling keras dan berdarah dari Coen Bersaudara. Padahal film ini mengusung semangat anti kekerasan. Kegelisahan akan maraknya kekerasan di dunia mampu disajikan dengan baik dengan aksi pemainnya yang memukau, terutama Javier Bardem.

4.HAPPY – GO – LUCKY
Ditengah gempuran beraura muram, film ini menawarkan kesegaran dengan pancaran rasa optimisme lewat karakter Poppy yang dibawakan dengan meriah oleh Sally Hawkins. Sangat inspiratif dan membuka diskusi yang luas dan panjang.

5.THERE WILL BE BLOOD
Film yang amat detail menggambarkan bisinis minyak yang kotor dan berdarah. Sebuah film yang sangat actual dengan gugatan moral yang pekat serta penampilan Daniel Day Lewis yang brillian. Paul Thomas Anderson juga berhasil menyajikan rangkaian gambar yang memikat dan kuat.

6.FROST / NIXON
Ron Howard mampu menyajikan sebuah wawancara politik menjadi sebuah tontonan ala pertandingan tinju yang mendebarkan. Meski berlatar belakang politik, Ron Howard mampu menghadirkan tontonan yang menghibur, ringan namun berkelas. Penampilan Frank Langella sangat sayang dilewatkan. Tidak heran kalau di Oscar 2009 nanti dia berhasil membawa pulang kategori Aktor Terbaik.

7.HUNGER
Sebuah karya debut yang brillian. Kuat secara gambar, film ini mampu menjadi sebuah protes sekaligus olok – olok yang “nendang”

8.GRAN TORINO
Karya terbaik Clint Eastwood yang menyentuh. Dirty Harry tua yang gelisah di tengah dunia yang berubah mampu menjadi sebuah pamitan Clint Eastwood yang mengesankan dari dunia acting. Humor-humor nyinyir yang dihadirkan, mampu memancing senyum.

9.THE VISITOR
Sebuah teriakan protes yang disampaikan dengan santun dan memikat, namun tetap menohok. Penampilan Richard Jenkins yang prima patut dihargai di ajang Oscar. Paling tidak masuk nominasi.

10.THE DIVING BELL AND THE BUTTERFLY ( LE SCAPHANDRE ET LE PAPILLON )
Semangat yang diusung oleh film ini begitu menggetarkan. Pendekatan gambar yang inovatif membuat film yang satu ini sangat sayang untuk dilewatkan.

11.JUNO
Cerita ringan yang dituturkan dengan gaya lincah, genit dan apa adanya namun terasa cerdas. Sebuah film alternative yang mengangkat persoalan pilihan. Bukan sebuah tontonan yang bagus buat kaum konservatif.

12.REVOLUTIONARY ROAD
Film yang sangat Sam Mendes sekali. Gaya bertutur yang sinis dan nyinyir lagi tragis, serta dibalut dengan sinamatografi yang memikat dimata. Chemistry yang kuat antara Leonardo DiCaprio dengan Kate Winslet makin menambah nilai film yang satu ini

13.THE DARK KNIGHT, IRON MAN
Dua adaptasi komik super hero yang sukses baik secara kualitas maupun secara komersial. Tidak akan mengherankan kalau dua film ini akan menjadi patokan keberhasilan sebuah film adaptasi komik superhero.

15.ATONEMENT
Kisah tentang penciptaan realita di dunia fantasi yang menyesakkan. Dibungkus dalam sajian sinematografi yang mencengangkan serta musik yang inovatif. Penampilan James McAvoy dan Saoirse Ronan begitu prima.

16.MILK
Dibandingkan karya Gus Van Sant, mungkin tidaklah lebih baik. Sebuah film yang bagus dan komplet dari semua aspek (cerita, pemain serta teknis) hanya saja kurang istimewa. James Franco perlahan mulai menancapkan taringnya. Film yang wajib tonton bagi mereka pembela hak-hak kaum marjinal.

17.EL ORFANATO (THE ORPHANAGE)
Horor terbaik setelah The Sixth Sense dan The Others. Begitu rapat menyimpan petunjuk, hingga membuat penonton menyesal tidak bisa membaca petunjuk yang ada untuk dikejutkan dengan akhir cerita yang menyesakkan. Duet kompak antara Belén Rueda dengan Roger Príncep membuat film ini memaksa penonton untuk focus ke layar.

18.THE CHASER
Film ini sengaja dimasukkan ke dalam daftar karena berhasil mengobati kerinduan akan film thriller psikologis bermutu layaknya The Silence of the Lambs ataupun Seven. Tentu dengan bumbu khas Korea Selatan tentu saja. Satu hal yang membuat film ini makin terlihat unik.

19.WENDY AND LUCY
Menjadi contoh yang bagus bagi mereka yang ingin membuat film murah tanpa mengabaikan kualitas. Cerita yang sederhana namun kuat, minim efek visual dan pemilihan bintang yang tepat.

20.EARTH
Di tengah isu global warming, kehadiran film ini terasa actual. Gambar indah yang dihadirkan mungkin biasa kita lihat di film documenter lainnya, namun balutan drama yang kental menjadikan film ini lebih menusuk.

GILASINEMA AWARD 2008 : 15 FILM PALING MENGHIBUR



Tidak semua film bagus mampu meberikan hiburan di tengah situasi yang depresif. Film – film berikut dipilih karena mampu membawa kesegaran ketika jiwa dan raga sedang lelah. Ingin memasukkan 30 Rock, namun kesannya kok maksa. Namun bagi penggila sinema, serial 30 Rock sangat sayang dilewatkan. It’s really really funny!

1.THE FALL : film seni ternyata bisa sangat menghibur, terima kasih buat kerja keras Tarsem
2.WALL – E : bermutu + menghibur, sudah rumus pasti dari Pixar (kecuali tikus yang kemaren)
3.HAPPY – GO – LUCKY : bagai menemukan air di tengah padang tandus nan panas. SEGARRRR
4.DEFINITELY, MAYBE : rom com terbaik sepanjang tahun 2008, dan bisa dinikmati semua jenis kelamin
5.THE GOOD, THE BAD AND THE WEIRD : film koboi terseru ternyata produk Korea Selatan!!!
6.IRON MAN : asyik saja melihat pakaian besi yang keren
7.REC, DIARY OF THE DEAD, CLOVERFIELD : kengerian yang mencoba dihadirkan secara realistis. Rec menjadi yang terbaik, Diary of the Dead yang paling kreatif dan Cloverfield yang cheesy.
10.KUNGFU PANDA : khas animasi Dreamworks yang colorful, ringan dan kocak.
11.THE ORFANATO : twist ending yang memikat memberikan hiburan tersendiri.
12.MAMMA MIA! : lupakan suara Pierce Brosnan yang sumbang. Panas-panas memang asyik disuguhi suasana pulau eksotis dan nyanyian ABBA.
13.TROPIC THUNDER : Tom Cruise dan Robert Downey, Jr mampu mengeluarkan sisi lucu mereka. It’s really shocking!
14.WANTED : film paling keras sepanjang tahun yang akan memuaskan mereka yang haus akan darah
15.THE WATER HORSE : LEGEND OF THE DEEP : film di luar genre animasi yang sangat aman dikonsumsi semua umur.

GILASINEMA AWARD 2008



Sekali lagi Gilasinema bagi – bagi award. Kesannya kurang kerjaan, lha memang iya hehehe. Apresiasi ini memang sengaja buat seru – seruan dan kategori yang diberikan menyesuaikan hati. Mungkin ada yang mau kasih saran?

OVERRATED MOVIE

THE DARK KNIGHT
: film yang bagus memang, hanya saja tepuk tangan yang diberikan terlalu panjang dan berlebihan deh. Perhatikan plotnya yang seperti penyempurnaan naskah dari Spiderman 2. Bedanya TDK dibuat lebih gelap, yang dinilai oleh pengamat dan pecinta film lebih bagus ketimbang kemasan yang meriah.
QUANTUM OF SOLACE : kalau ada yang menilai film ini bagus, menunjukkan kalau referensi film yang bersangkutan itu (maaf) cethek. Casino Royale terasa mengesankan berkat efek kejut yang ditimbulkannya. Pengulangan formula menjadikannya tak beda dengan film action biasa. Just another action movie. belum lagi lagunya kurang nendang dan openingnya yang terkesan biasa saja. Coba coret angka 007 untuk membuktikannya. James Bond tanpa Q, gadget canggih dan cewek seksi? Serahkan hal tersebut pada Bourne. Hasil akhirnya, kalau kedua tokoh tadi dipertemukan, Bond bakal dibuat babak belur oleh kelincahan dan kepintaran Bourne. Mungkin hal ini disengaja produser untuk merangkul penggemar baru. Entahlah. Yang membuat film ini terlihat Bond adalah masih ditampilkannya M.

UNDERRATED MOVIE

HANCOCK : lupakan endingnya yang menyebalkan. Film ini harusnya mendapatkan apresiasi yang lebih dengan keberaniannya mengacak-acak pola yang sering nampak di film adaptasi komik superhero. Apalagi dengan dimasukkannya mitologi Yunani.
THE BANK JOB: Jason Statham dinilai sebagai actor mediocre karena film-film yang dia pilih. Namun lewat The Bank Job dia berhasil membuktikan bahwa dia juga bisa main di film yang lebih berkelas. Filmnya sendiri tidak kalah asyik dibandingkan Ocean’s Eleven.


ACTOR : FRANK LANGELLA ( FROST/NIXON ) & RICHARD JENKINS ( THE VISITOR )
ACTRESS : KATE WINSLET ( REVOLUTIONARY ROAD ) & MICHELLE WILLIAMS ( WENDY&LUCY )
SUTRADARA : CHRISTOPHER NOLAN ( THE DARK NIGHT )
POSTER : THE SPIRIT
SONG : Gran Torino oleh Clint Eastwood dan Jamie Cullum ( GRAN TORINO )
WORST MOVIE & ENDING : PROM NIGHT & THE HAPPENING
CREEPIEST MOVIE : REC dan LET THE RIGHT ONE IN
ROMANTIC FLICK : DEFINETLY, MAYBE
DUO/GRUP : Colin Farrel dan Brendan Gleeson (IN BRUGES)
ENDING : THE ORFANATO
VILLAIN : Javier Bardem ( NO COUNTRY FOR OLD MAN ) & Heath Ledger ( THE DARK KNIGHT )
SCENE STEALER : Michael Shannon ( REVOLUTIONARY ROAD )
HOT SCENE : Tang Wei dan Tony Leung dalam percintaan panas di tengah intrik politik dalam LUST, CAUTION
ACTION SEQUENCE : pengejaran seru di gurun ( THE GOOD, THE BAD AND THE WEIRD ) dan gun fight di WANTED
MOST LAUGHABLE MOMENT : Robert Downey, Jr yang black wannabe (TROPIC THUNDER )
COOL STUFF: senjata Chigurh ( NO COUNTRY FOR OLD MAN ) dan iron suit ( IRON MAN )
MOST SHOCKING PERFORMANCE : Tom Cruise, kalau saja foto-fotonya tidak bocor mungkin akan lebih mengejutkan ( TROPIC THUNDER )
BEST DANCE SQUENCE : Tom Cruise ( TROPIC THUNDER )
FAVOURITE SOUNDTRACK : semua yang ditampilkan di film SAAWARIYA hehehe…
MOST NATURAL PERFORMANCE : Catinca Untaru ( THE FALL )
FUNNY PEOPLE : Tina Fey ( 30 ROCK & MAMA BOY ) & Jack Black ( KUNGFU PANDA, BE KIND REWIND, TROPIC THUNDER
SOON WILL BE A GREAT ACTOR : James Franco ( MILK & PINEAPPLE EXPRESS )
WORST ENDING : The Happening

Jumat, 02 Januari 2009

GILASINEMA AWARD 2008 : 10 FILM INDONESIA TERBAIK DI TAHUN 2008

Jumat, 02 Januari 2009 4



Film – film yang dipilih adalah film yang sempat ditonton oleh Gilasinema. Film seperti May, Cinta Setaman, Pencarian Terakhir atau beberapa judul lainnya yang menurut banyak orang bagus, sayang sekali tidak bisa dimasukkan mengingat Gilasinema belum melihatnya secara langsung. Daftar ini dibuat berdasarkan produk film itu secara keseluruhan, mulai dari konsep cerita, pemilihan pemain hingga dari segi teknis. Apakah unsure-unsur tadi mampu menghasilkan karya yang utuh. Ayat-Ayat Cinta terpaksa tidak dimasukkan karena apa yang terlihat di layar kurang utuh. Sok? Kita mah chill aja.
Untuk film Indonesia, terus terang lebih mudah menyusun daftar terburuk dibandingkan bila membuat daftar terbaik. Film Love dengan amat sangat menyesal harus Gilasinema singkirkan dari daftar.


1.LASKAR PELANGI
A WEEL MADE MOVIE!!! Meski akan terlihat biasa saja kalau di pajang di festival film internasional. Keseriusan orang – orang yang terlibat di balik pembuatan film ini patut diberikan apresiasi tertinggi. Kentara sekali mereka mempunyai misi yang kuat untuk menghadirkan tontonan yang inspiratif.

2.CLAUDIA/JASMINE
Mungkin banyak yang protes dengan ditempatkannya film ini di urutan dua, mengingat temanya yang begitu biasa, soal cinta. Namun dengan gaya bertutur yang enak, editing yang lincah, musik yang asyik hingga aksi pemain yang apa adanya menjadikan film ini sebagai tontonan yang menghibur namun tidak menyakiti logika. Sebuah prestasi yang jarang ditemui dalam film Indonesia.

3.FIKSI.
Film apapun yang terkena “sentuhan” Joko Anwar selalu wajib tonton! Kekuatan film ini ada pada scenario serta konsep gambar yang matang. Terlihat sekali, Joko Anwar dan Mouly Surya mempunyai referensi yang cukup untuk menghasilkan cerita yang kuat. Didukung dengan sinematografi yang dipikirkan sedalam mungkin serta acting memikat dari Ladya Cheril, film ini layak menjadi salah satu yang terbaik sepanjang tahun 2008.

4.3 DOA 3 CINTA
Film Indonesia yang khas Indonesia. Tidak mengherankan kalau film ini akan lebih menarik perhatian di ajang festival film Internasional dibandingkan dengan Laskar Pelang, berkat muatan lokalnya yang terlihat unik di mata internasional. Salut untuk bagian kasting yang jempolan.

5.RADIT DAN JANI
Upi yang selalu mencoba menyajikan dialog dan gambar yang apa adanya, justru menjadi kekuatan di tengah film Indonesia lainnya yang kadang terlalu muluk-muluk dan banyak maunya. Belum lagi chemistry yang kuat antara Vino dengan Fahrani.

6.PEREMPUAN PUNYA CERITA
Nia Dinata makin sibuk membuat film yang berisi kumpulan cerita. Kadang terkesan curang, namun dimaafkan karena hasil akhirnya yang sangat layak tonton. Cerita Jogja meninggalkan kesan dengan cara bertutur yang lugas apa adanya. Rachel Maryam mencuri perhatian dengan olah aktingnya sebagai sosok berkebutuhan khusus.

7.MEREKA BILANG, SAYA MONYET!
Menghadirkan twist ending yang memikat. Bolehlah disebut sebagai salah satu ending terbaik sepanjang sejarah perfilman Indonesia. Sebuah film yang penuh dengan olok-olok dan kemarahan, dan menjanjikan karya selanjutnya yang bakal lebih berkualitas. Berandai-andai, hasil akhir dari film ini kalau saja didukung dana yang cukup.

8.THE TARIX JABRIX
Kalau produser jeli, The Changcuters ini bisa menjadi sebuah franchise yang lumayan menguntungkan, asal mereka digarap dengan pengkarakteran yang kuat layaknya Warkop DKI. Patut ditunggu aksi-aksi mereka kedepannya. Tahun 2009 katanya sudah mau diliris.

9.IN THE NAME OF LOVE
Rudi Sudjarwo tetap konsisten dengan gayanya. Cerita yang ditawarkan sih sebenarnya basi. Tragedi cinta ala kisah Romeo dan Juliet. Namun di tangan Rudi, sajian basi tersebut ternyata masih enak dikonsumsi. Apalagi berbalut iringan musik dari Addie MS yang membuatnya mempunyai kelas tersendiri. Cast yang jor-joran untungnya masih bisa dikendalikan oleh Rudi. Andai saja promo film ini lebih gencar tentu hasilnya kan lebih laris, hingga bisa terwujud sterusannya. Sayang sekali…

10.BEST FRIEND?
Salah satu film remaja standar yang untungnya dieksekusi dengan cara yang berbeda dan mempunyai pesan yang jelas. Temanya juga tidak hanya masalah perkembangan seksual remaja, tetapi lebih ke perkembangan kepribadian. Pemilihan cast yang tepat makin memperkuat tontonan yang satu ini, meski tampilannya FTV banget.


Disamping kesepuluh yang dinilai terbaik diatas, Gilasinema juga memberikan apresiasi kepada mereka yang memang pantas mendapatkannya. Berbeda dengan tahun 2007, tahun 2008 Gilasinema tidak menyusun daftar yang terburuk, mengingat banyaknya judul yang pantas mendapatkannya. Daripada pusing mending tidak usah saja.

FILM HOROR PALING HOROR : 40 Hari Bangkitnya Pocong
FILM KOMEDI SEKS PALING LUCU DAN SARU : Kawin Kontrak
ADEGAN TERLUCU : sholat Subuh di 3 Doa 3 Cinta
ADEGAN TERSEKSI : Wiwid Gunawan mengusap bagian atas dadanya ( Kawin Kontrak )
PASANGAN TERCOCOK : Vino G. Bastian dan Fahrani ( Radit & Jani )
SUTRADARA TERBAIK : Riri Reza (Laskar Pelangi)
AKTOR TERBAIK : Yoga Bagus ( 3 Doa 3 Cinta )
AKTRIS TERBAIK : Ladya Cherril ( Fiksi. )
AKTOR PENDUKUNG TERBAIK : Ferdian ( Laskar Pelangi )
AKTRIS PENDUKUNG TERBAIK : Carissa Puteri ( Ayat-Ayat Cinta )
IRINGAN MUSIK TERBAIK : Addie MS ( In The Name of Love )
LAGU TERBAIK : Laskar Pelangi
PENDATANG BARU TERBAIK : Kirana Larasati (Claudia/Jasmine dan Perempuan Punya Cerita)
PENAMPILAN PALING MENGEJUTKAN : Dian Sastro ( 3 Doa 3 Cinta )
PENJAHAT TERBAIK : Ladya Cherril ( Fiksi. )
TWIST ENDING TERBAIK : Mereka Bilang, Saya Monyet!
MISS BOX OFFICE : Dewi Perssik
RUMAH PRODUKSI TERBAIK : Infestasi Film Indonesia ( IFI )
CIUMAN TERBAIK : Marsha Timothy dengan Tora Sudiro, Kiran Sindhu dan Richard Kevin hehehe
CAMEO TERBAIK : Wimar Witoelar ( Claudia/Jasmine )
POSTER TERBAIK : Laskar Pelangi

SELAYANG PANDANG FILM INDONESIA DI TAHUN 2008 (PART 2)



11.CLAUDIA/JASMINE
Film Indonesia wajib tonton di tahun 2008. Secara mengejutkan, Awi mampu menghasilkan tontonan rom com yang hasil akhirnya berstandar Holly. Tahu banget membangun emosi, hingga film ini enaaaaak banget dilihat. Nino Fernandez juga makin oke aktingnya. Music Maliq&D’Essestial makin mempermanis film ini. Kalau ada yang belum melihatnya, buruan sewa atau beli. Jangan bajakan 

12.HANTU AMBULANCE
Hantu Ambulance apa? Hantu Kost-Kost-an kayaknya lebih tepat. Kasihan dengan Suzanna yang terlihat sakit-sakitan. Moment paling berkesan ya ketika adegan cewek seksi muncul di lorong.

13.IKHSAN : MAMA…I LOVE YOU
Dengan tema yang bakalan jarang diangkat oleh sineas Indo, Film ini sangat standaaaar sekali. Paling tidak suka dengan penggambaran guru yang amat sangat berlebihan. Penampilan bintang pemeran Ikhsan cukup memberi hiburan. Jiplakan yang gagal dan mentah dari Taare Zameen Par karya Aamir Khan

14.AYAT – AYAT CINTA
Andai saja film ini didanai dengan cukup dan pra produksi yang lebih lama, mungkin film ini akan banyak berbicara di FFI kemaren. Apa yang dihadirkan di layar seakan membuktikan kalau film ini dibawah tekanan keserakahan produser. Namun tidak bisa dipungkiri, film ini akan menjadi salah satu film terpenting sepanjang sejarah perfilman nasional.

15.40 HARI BANGKITNYA POCONG
Film horror produk Rudi selalu menjadi lebih enak dinikmati dan terasa lebih menyeramkan, meski sekali lagi terganggu dengan tata suara dialog pemainnya yang sering terdengar menggumam.

16.FROM BANDUNG WITH LOVE
Bandung sebelah mana? Sebelah radio? Meski pemainnya enak dilihat, tidak tampak tautan yang kuat diantara mereka. Sebuah kesalahan fatal untuk sebuah film cinta. Hal tersebut harusnya bisa ditutupi kalau saja sutradaranya membungkusnya dengan gambar-gambar yang menonjolkan romantisme Bandung.

17.KUNTILANANK 3
Sebuah pemungkas trilogy yang lumayan konsisten. Kualitas? Tetap lebih bagus yang pertama, meski untungnya tidak mengumbar banyak kesadisan seperti halnya di seri kedua.

18.DO
Tidak lucu dan tidak saru. Pemilihan cast yang buruk, semakin menambah kejengkelan dengan jalinan cerita yang dangkal. Adegan paling ingat justru jatuh kepada ketika salah satu tokohnya berbicara layaknya Cinta Laura. Kasihan sosok dosen yang menjadi olok-olok di film ini.

19.KESURUPAN
Hanya menawarkan teriakan demi teriakan yang tidak menakutkan. Malah membuat telinga sakit. Sekali lagi penampilan Nia Ramdhani yang buruk.

20.KEKASIH
Maunya sih menjadi film roman yang benar-benar menyentuh dan mengesankan. tetapi kok malah membuat mengantuk ya? Ngapain juga Iwan Fals nongol di film. Ada banyak pantai di Jogya yang masih bisa dieksplor demi memperindah film ini seperti Pantai Wedi Ombo. Yang mengejutkan dari film ini adalah adegan ciuman bibir yang cukup intim dan lumayan panjang untuk sebuah film Indo. Diadegankan oleh bintang local lagi!

21.IN THE NAME OF LOVE
Ayo donk para investor, kasih dana buat bikin sekuel film ini. Sayang banget. Filmnya lumayan bagus lho. Emosinya begitu intens dengan gambar yang terkonsep kuat khas Rudi. Barisan cast yang oke untungnya tidak saling berusaha menonjolkan diri.

22.TALI POCONG PERAWAN
Tidak seheboh yang diberitakan. Sepertiga durasi awal amat sangat membosankan. Untungnya ada beberapa adegan yang lumayan mengagetkan. “Bang minta minumnya dua”

23.THE TARIX JABRIX
Kalau produser jeli, The Changcuters ini bisa menjadi sebuah franchise yang lumayan menguntungkan, asal mereka digarap dengan pengkarakteran yang kuat layaknya Warkop DKI. Patut ditunggu aksi-aksi mereka kedepannya. Tahun 2009 katanya sudah mau diliris.

24.KUN FAYAKUN
Tidak beda dengan sinetron religi di TV. Dengan umat yang banyak, sayangnya Bang Mansyur kurang bisa menggerakkan mereka untuk melihatnya di bioskop.

25.NAMAKU DICK
Bosan ah dengan Tora yang sibuk berkomedi ria dengan aksi yang begitu-begitu saja. Dengan tema yang nakal, film ini jauuuuuh dari lucu. cOba kalau dibalut dengan isu gender, mungkin ceritanya akan lebih menggigit.

26.KERETA HANTU MANGGARAI
Khas Nayato gitu deh. Tidak seram tapi dihadirkan dengan gambar-gambar yang jauh lebih bagus dari film horror lainnya, terutama film Horor karya KK Dheraj atau Mitra pictures. Itu kalo penonton belum bosan dengan gambar-gambar khas Nayato lho.

27.ADA KAMU AKU ADA
Rizal balik aja ke horror deh. Gak pantes dia buat film percintaan remaja, setelah sebelumnya juga gagal dengan film cinta, Jatuh Cinta Lagi. Film ini tidak menawarkan apa – apa.

28.TAPI BUKAN AKU
Tema film ini sangaaaat menarik dan berpotensi menjadi sebuah tontonan yang romantis daan mengharu biru, tanpa harus diembeli “based on true story”. Andai saja disutradari oleh Nayato dan naskah ditulis Rako Prijanto atau Hanny R. Saputra tentu hasilnya akan jauh berbeda. tentu saja dengan pemilihan cast yang tepat dan iringan musik arranger handal.

29.COBLOS CINTA
Sayang sekali IFI merilis film ini yang penuh dengan kedangkalan berbungkus tubuh-tubuh seksi. Kasihan Nadia Saphira yang seakan kehilangan daya tidak bisa berbuat apa-apa. Entah apa yang dirasakan kaum hawa setelah melihat film ini. Harusnya sih terhina.

30.MENGAKU RASUL
Film ini juga mempunyai potensi menjadi sebuah tontonan yang kuat dan penuh sindiran. Sayang skenarionya kurang tergarap dengan baik. Belum lagi pemilihan pemain yang terkesan “murah”. Namun sekali lagi Helfi membuktikan dirinya sebagai salah satu sineas yang selalu berusaha menghasilkan tontonan yang berbeda.

31.PULAU HANTU 2
Lebih lucu dan lebih seksi dengan makin banyaknya belahan dada yang diumbar (ada Wiwid Gunawan dan Satwika sih), meski penampilan hantu yang tetap menggelikan. Secara keseluruhan sih, film ini jauh lebih seru dibandingkan seri pertama. Kalau ada rencana dibuat jilid ketiga, tambah lagi bintang seksinya, lengkap dengan aksi panas mereka. Adegan bercinta di kolam terus terang membuat terkejut dengan keberanian dua bintang muda yang bergumul.

32.FIKSI.
Film apapun yang terkena “sentuhan” Joko Anwar selalu wajib tonton!

33.TIREN
Dimana-mana, yang namanya tiren itu ya tidak layak konsumsi. Apalagi film Tiren ini yang diproduksi hanya dalam 10 hari, setelah produsernya ditelpon oleh pengelola bioskop memberi tahu ada tanggal yang kosong perilisan film Indo! Jadi motif pembuatan film ini ya untuk mengisi slot saja.

34.BEST FRIEND?
Salah satu film remaja standar yang untungnya dieksekusi dengan cara yang berbeda dan mempunyai pesan yang jelas. Pemilihan cast yang tepat makin memperkuat tontonan yang satu ini, meski tampilannya FTV banget.

35.TRI MAS GETIR
Get Shorty-nya Indonesia yang lumayanlah. Bisa lebih seru dan kacau, serta lebih seru. Terutama adegan akhirnya. Adegan di lapangan terbang mengingatkan pada film apa gitu. Mencoba mentertawakan banyak hal, terutama seputar dunia hiburan, namun kurang menggigit dan kurang nyinyir.

36.ANDA PUAS SAYA LOYO
BURUK! GAK JELAS! GAK LUCU! MURAH! @#(*&^%%$$$#@#&)(^@@!!@@@$%&+|&%$#@3

37.LIAR
Film yang Rudi banget. Keras tapi romantis. Kayaknya Rudi mencoba mengingkari kelembutannya, yang juga nampak di film-film sebelumnya. Adegan pertarungan di tengah guyuran air yang mungkin terasa sensual bagi Rudi, merupakan bentuk pengulangan dari adegan perkelahian di Mengejar Matahari. Bukan karya terbaik dari Rudi, karena mudah dilupakan.

38.PUBER
Sinetron banget!

39.SETANNYA KOK BENERAN
Film yang akan lucu, gila dan seru banget kalau saja dibekali modal lebih. Apa yang tampak dilayar memperlihatkan keterbatasan modal. Jadinya ya lucu yang naggung.

40.OH BABY
Banyak pihak yang mengecam film ini, namun entah mengapa tersenyum sendiri melihat penampilan Cinta Laura di layar yang berusaha total meski tidak istimewa. Andai saja adegan tari nya lebih atraktif. Andai saja Randy diganti oleh bintang lain yang lebih bisa nge-dance.

41.SYAHADAT CINTA
Dengan peralatan yang kayaknya lebih komplet, film ini sebenarnya berpotensi menjadi lebih baik kalau saja skenarionya digarap lebih serius. Pemilihan pemain yang kurang tepat serta gaya berakting yang tak jauh beda dengan penampilan di sinetron membuat film ini menjadi begitu biasa.

42.LASKAR PELANGI
A WEEL MADE MOVIE!!! Meski akan terlihat biasa saja kalau di pajang di festival film internasional.

43.DOA YANG MENGANCAM
3/4 durasi film masih enak dinikmati dengan berbagai gugatan moral yang disemburkan, namun setelah film bermain-main di arena surealis, membuatnya menjadi menyebalkan karena tidak bisa paham apa yang ingin disampaikan 

44.GARA-GARA BOLA
Sebagai hiburan? Untuk film Indonesia ya sedikit diatas lumayan. Menghibur kok. Ditunggu karya-karya kedepannya.

45.3 DOA 3 CINTA
Film Indonesia yang khas Indonesia. Tidak mengherankan kalau film ini akan lebih menarik perhatian di ajang festival film Internasional dibandingkan dengan Laskar Pelang, berkat muatan lokalnya yang terlihat unik di mata internasional. salut untuk bagian kasting yang jempolan.

SELAYANG PANDANG FILM INDONESIA DI TAHUN 2008 (PART 1)




Tidak bisa dipungkiri, tahun 2008 merupakan tahun yang bagus bagi perkembangan film Indonesia. Jumlahnya meningkat pesat, meski tidak didukung dengan kualitas yang memadai, namun paling tidak membuktikan film Indonesia mempunyai potensi untuk berkembang ke arah lebih baik. Konsekuansinya, bagi pecinta film Holly di beberapa daerah mungkin dibuat sebal karena film yang mereka tunggu harus kalah antre dengan film Indonesia. Konsekuensi lain, film Indonesia kesannya saling sodok karena tidak diimbangi dengan perkembangan layar untuk memutarnya. Belum tayang tiga hari, satu judul film harus rela diganti dengan judul lain yang dinilai berpotensi mengeruk banyak uang.
Tahun 2008 disemarakkan dengan hadirnya banyak film bermuatan komedi dan seks. Hasilnya kebanyakan tidak lucu dan tidak saru. WAGU! Hanya menawarkan kelucuan yang dangkal dan menyakiti logika. padahal beberapa judul berpotensi menghasilakn komedi yang cerdas dan seksi. Para setan yang suka membunuh juga masih setia menyambangi bioskop meski tidak semeriah tahun sebelumnya. Mungkin para setan capek, hingga perlu beristirahat, atau mungkin mereka sedang ngambek karena di film setan bukannya makin seram, malah makin menggelikan.
Dari sekian banyak film yang diputar di bioskop, kalau boleh jujur sebenarnya hanya segelintir judul saja yang layak tayang di layar lebar, baik dari segi cerita maupun dari segi penggarapan teknis. Banyak film yang diputar masih berstandar sinetron. Tapi kok ya masih banyak yang melihatnya di bioskop. Sungguh sebuah pemborosan yang bodoh. Buat apa mengeluarkan uang minimal Rp. 15.000,00 kalau di TV saja sudah menyediakan. Atau kalau penonton Indonesia cerdas, tunggu saja 3 bulan kemudian ketika VCD dari film bersangkutan akan dirilis. Itu kalau para produser tidak menempuh cara ala Rudi Sudjarwo yang tidak akan merilis VCD/DVD atau memutar di TV film Sebelah Mata yang tetap tidak mampu menarik minat penonton untuk ke bioskop.
Banyak film Indonesia yang menipu hanya menjual sensasi, karena setelah melihatnya, tidak ada apa-apa di dalamnya. Yang ada hanya rasa jengkel. Jangan salahkan produser dengan kondisi ini, karena PENONTONLAH YANG BERSALAH. Film busuk ada karena ada yang menonton. BODOH!!! Dan sekali lagi kelemahan film Indo ada pada scenario yang dangkal serta pemilihan pemain yang terkesan tanpa kasting ketat. Tapi paling fatal memang SKENARIO! SKENARIO! SKENARIO!
Maxima yang pada tahun 2007 mulai mengancam dengan strategi dagang yang lain dari pada yang lain, di tahun 2008 makin berkibar dengan Dewi Perssiknya. Ada satu PH yang lumayan menarik perhatian, yakni Investasi Film Indonesia (IFI) yang di tahun 2007 menghasilkan Coklat Stroberi. Di tahun 2008, IFI merilis Radit&Jani, Coblos Cinta serta 3 Doa 3 Cinta. Jadi buat penonton Indonesia perlu memperhatikan PH yang merilis film. Kalau dari IFI jangan sampai melwatkannya. Tapi kalau film produk KK Dheraj dan Mitra Pictures, sangat dianjurkan untuk dilewatkan.
Berikut beberapa judul yang sempat Gilasinema tonton. Kebanyakan ditonton setelah VCD nya dirilis. Lebih irit buuuu……!



1.MEREKA BILANG, SAYA MONYET!
Menghadirkan twist ending yang memikat. Bolehlah disebut sebagai salah satu ending terbaik sepanjang sejarah perfilman Indonesia. Sebuah film yang penuh dengan olok-olok dan kemarahan, dan menjanjikan karya selanjutnya yang bakal lebih berkualitas. Berandai-andai, hasil akhir dari film ini kalau saja didukung dana yang cukup.

2.PEREMPUAN PUNYA CERITA
Nia Dinata makin sibuk membuat film yang berisi kumpulan cerita. Kadang terkesan curang, namun dimaafkan karena hasil akhirnya yang sangat layak tonton. Cerita Jogja meninggalkan kesan dengan cara bertutur yang lugas apa adanya. Rachel Maryam mencuri perhatian dengan olah aktingnya sebagai sosok berkebutuhan khusus.

3.KAWIN KONTRAK
Tak pelak sisi terbaik dari film ini adalah Wiwid Gunawan dan Lukman Sardi. Dengan tema yang amat sangat menarik digali, sayangnya tidak didukung dengan scenario yang mantap, dan pada beberapa bagian jatuh ke arah slapstick. Untungnya film masih enak dinikmati berkat gaya bertutur yang lincah serta setting yang tidak membosankan.

4.OTOMATIS ROMANTIS
Meski bosan dengan gaya guyonan Tukul dan Tora Sudiro, entah mengapa film ini tetap mampu menawarkan kelucuan. Filmnya sendiri sih secara keseluruhan tampil layaknya sinetron, terutama dari segi cerita yang amat sangat biasa.

5.RADIT DAN JANI
Upi yang selalu mencoba menyajikan dialog dan gambar yang apa adanya, justru menjadi kekuatan di tengah film Indonesia lainnya yang kadang terlalu muluk-muluk dan banyak maunya.

6.RAHASIA BINTANG
Film yang terlalu banyak maunya. Thriller psikologis, horror, roman hingga misteri. Jadinya ya gado-gado tapi dengan bumbu yang gak jelas rasanya. Keterlibatan aktor sekaliber Tio Pakusadewo sangat disayangkan. Untung ada Restu Sinaga yang lumayan sukses jadi psycho.

7.HANTU JEMPATAN ANCOL
Horor standar. Cowok hidung belang yang membunuh selingkuhannya yang kemudian menjadi setan? Hampir semua film horror garis ceritanya seperti itu. Nia Ramadhani sekali lagi membuktikan masih harus banyak belajar acting. Teriak saja jelek banget. Moment terbaik adalah ketika muncul Kiki Fatmala dengan dialog “Kenapa takut…aku kan Kiki Fatmala. Hihihihihihih……….!”

8.XTRA LARGE (XL)
Pengen liat kamera yang ikut nimbrung di layar? Nonton saja adegan di film ini yakni ketika istri teman Jamie Aditya digotong ke kamar setelah mencoba bunuh diri. Monty Tiwa mengulangi hasil yang kasar dan mentah seperti halnya Maaf, Saya Menghamili Istri Anda yang tidak karuan secara teknis. Tapi yang ini sudah lebih halus ding.

9.LOVE
Dilema juga memasukkan film ini sebagai produk Indo, mengingat sutradaranya yang dari Malay. Secara keseluruhan film ini sangat enak dinikmati mulai dari segi cerita, musik sampai acting para pemainnya, terutama chemistry yang kuat antara Sophan Sophian dan Widyawati.

10.SUSAHNYA JADI PERAWAN
Ya susah kalau penampilannya seperti itu. Dan rasanya judulnya kurang tepat deh. Harusnya SUSAHNYA JADI ARTES TANPA SENSASI. Gaya bertutur yang berbeda untuk ukuran film Indo dan penampilan Restu Sinaga yang cerewet dan menyebalkan cukup mengangkat film ini. Film ini juga menjadi film Indo pertama (tolong dibenarkan kalau salah) yang menampilkan poster filmnya di dalam sebuah adegan.
 
GILA SINEMA. Design by Pocket