Kamis, 26 November 2009

LOOKING FOR ERIC

Kamis, 26 November 2009

Eric Bishop (Steve Evets) usianya tidak muda lagi. Di usia yang idealnya diisi dengan ketenangan justru menjadi masa terberat dalam hidup Eric. Gara-gara diminta bantuan oleh anak perempuannya, dia harus berhadapan dengan istri yang telah lama dia tinggalkan, Lily (Stephanie Bishop). Di tengah kegalauan ini dia juga harus menghadapi dua anak angkatnya yang beranjak remaja dan tidak menunjukkan rasa hormat sedikitpun.


Kondisi ini membuat Eric menjadi sosok yang keras, pemurung dan cenderung banyak mengumpat. Teman-teman bekerjanya di kantor pos selalu siap membantunya, namun usaha mereka menemui kegagalan, bahkan hanya untuk sekedar membuat Eric tersenyum. Hanya kepada Eric Cantona sajalah Eric bisa mengeluarkan segala unek-uneknya.
Tentu saja dalam hal ini bukanlah Eric Cantona yang sebenarnya. Karena saking mengidolakan Sang Raja, Eric menghadirkan sosok Eric Cantona di dunia nyata, layaknya John Nash dengan sosok imajinernya di A Beautiful Mind. Berbeda dengan sosok imajiner John Nash yang destruktif, Eric Cantona justru membantu Eric dalam membuka selubung demi selubung yang menjerat hidupnya, terutama dalam usahanya menata ulang kehidupan cintanya dengan Lily.


Ketika hubungan Eric dan Lily menuju kearah yang indah, Eric dihadapkan pada masalah yang menimpa salah satu anak angkatnya. Masalahnya tidak main-main karena berkaitan dengan anggota gank tertentu. Eric yang juga ingin membuktikan pada dua anak angkatnya bahwa dia berhak untuk dihormati, berusaha membantu dengan menemui langsung gank tersebut. Bukannya dibuat takut, para gank tadi justru membuat Eric makin tampak memalukan. Disinilah Eric Cantona kembali berperan sebagai malaikat penyelamat.
Looking for Eric hadir sebagai bukti makin kuatnya hubungan Ken Loach dan Paul Laverty. Yang satu sebagai sutradara, sedangkan satunya lagi sebagai penulis naskah. Keduanya sudah lebih dari 5 kali bekerja sama, dan rencananya masih akan ada beberapa karya lagi yang bakal mereka hadirkan. Sinergi keduanya menghasilkan beberapa karya yang diakui festival film bergengsi, terutama Cannes. Puncaknya ketika The Wind That Shakes the Barley sukses menggondol Palme d'Or di tahun 2006.


Looking for Eric juga sempat bertarung di Cannes 2009, dan banyak yang menjagokan Steve Evets dalam perebutan Aktor Terbaik, meski tentu saja harus kalah dari Hans Landa yang brillian. Looking for Eric, menurut Gilasinema mengangkat inti cerita bagaimana kita memandang diri sendiri dan bagaimana memandang orang lain. Kita selalu memandang kehidupan orang lain jauh lebih baik dibandingkan kehidupan kita. Akibatnya kita cenderung bersikap kejam terhadap diri kita sendiri.
Padahal, belum tentu kehidupan orang lain itu lebih baik dibandingkan apa yang kita jalanai. Wang sinawang orang Jawa bilang. Yang namanya manusia selalu dihadapkan dengan masalah, Kalau merasa tidak punya masalah, pasti ujung-ujungnya mencari-cari masalah hehehe…Looking for Eric juga mengangkat persoalan pemujaan terhadap sosok yang kita anggap hebat. Sosok yang sebenarnya manusia biasa. Kenapa mereka menjadi terlihat hebat, sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan usaha keras yang mereka tempuh. Pemujaan/pengidolaan sah-sah saja, dan akan lebih baik kalo kita bisa belajar dari tokoh tersebut dan diterapkan dalam menjalani hidup kita. Kalau tidak cocok? Berarti saatnya berganti haluan.


Kesalahan dan kegagalan yang dialami oleh Eric membuat dirinya menjadi pribadi yang enggan berbagi masalah dengan orang lain. Kesalahan memang lazim terbuat, namun selalu ada jalan untuk memperbaikinya. Kegagalan bukanlah akhir segalanya. Dan kalau semua yang terjadi terasa terlalu berat untuk ditanggung sendiri, tak ada salahnya minta bantuan orang-orang terdekat demi sebuah hasil akhir yang manis. Solidaritas ini yang juga dikemukakan dalam Looking for Eric yang meski secara visual tidaklah istimewa namun bagus buat bahan renungan. Penampilan Eric Cantona juga saying untuk dilewatkan lho. 4/5

1 komentar:

Anonim mengatakan...

waww...!!!

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket