Senin, 14 September 2009

THE BOAT THAT ROCKED

Senin, 14 September 2009

Bermasalah dengan sekolahnya, Carl (Tom Sturridge), dikirim oleh ibunya ke sebuah kapal dimana ayah walinya Quentin (Bill Nighy), mengelola sebuah radio. Bukan sembarang radio, karena selain keberadaannya yang tidak lazim, di tengah lautan, Radio Rock beroperasi diera dimana jenis musik masih dibatasi oleh pihak yang berkuasa, dalam hal ini diwakili oleh Dormandy, (Kenneth Branagh) dan “rekannya” Twatt (Jack Davenport). Keduanya digambarkan sibuk memerangi keberadaan Radio Rock yang gemar memutar jenis musik pop dan rock and roll.
Keresahan pihak pemerintah tidak hanya pada jenis musik yang diputar, tetapi juga disebabkan oleh beberapa disc jockey yang dianggap kelewatan. Melalui Carl yang lugu dan perjaka, kita diperkenalkan pada para penyiar seperti The Count (Philip Seymour Hoffman), Angus (Rhys Darby), Dave (Nick Frost) yang berperilaku seolah dirinya sex machine dalam balutan tubuh tambun, Midnight Mark (Tom Wisdom) yang irit omong yang justru digilai para kaum hawa dan ada Smooth Bob (Ralph Brown) yang keberadaanya sering tidak disadari. Hadir juga penyiar dengan perilaku normal, Simon (Chris O'Dowd).


Selain para penyiar, dikapal mesum tersebut juga ada beberapa karakter lainnya, seperti Felicity (Katherine Parkinson) si tukang masak pengemar sesama jenis kelamin, Harold (Ike Hamilton) dan Thick Kevin (Tom Brooke) yang selalu gagal mendapatkan cewek. Karakter yang meriah tadi masih ditambah lagi dengan kehadiran Gavin (Rhys Ifans) yang digambarkan seorang DJ legendaries.
Dengan banyaknya karakter yang dihadirkan, dan ditingkahi dengan musik yang melimpah ruah, The Boat That Rocked menjadi sebuah tontonan yang amat sangat meriah dan berisik. Cerita mengalir dengan amat sangat lancar dan cepat, seakan tidak menyisakan ruang bagi penontonnya untuk bernapas. Cerita berkembang dengan liar dan kurang focus. Kadang, yang ada malah rentetan adegan demi adegan yang kesannya sekedar untuk seru-seruan. Ketidaknyambungan cerita mungkin saja disebabkan penyuntingan akibat cerita awalnya yang mencapai lebih dari 3 jam.
Karakter utama dari film arahan Richard Curtis memang Radio Rock itu sendiri yang menghasilkan aksi berupa musik yang membuat jengah pihak yang berkuasa. Akibatnya, dengan barisan cast yang amat sangat banyak, tidak ada karakter yang bisa tampil menonjol, bahkan ada beberapa yang cenderung numpang lewat sekedar menyemarakkan suasana.


Sebagaimana film olahan sutradara yang sebelumnya menghasilkan film dengan penuh cinta semacam Four Wedddings and A Funeral, Notting Hill hingga Love Actually, Richard Curtis tidak lupa menyelipkan berbagai macam jenis cinta, mulai dari cinta yang dilandaskan nafsu, cinta pada pandangan pertama hingga cinta seorang anak pada ayahnya. Namun yang paling menonjol adalah kecintaan pada musik.
Saking cintanya pada musik, Richard Curtis menjadi amat sangat kedodoran dalam usahanya menghadirkan sebuah cerita yang bulat. Kalau diumpamakan, The Boat That Rocked pada akhirnya menghasilkan sebuah bentuk yang tidak karuan (liar). Terlihat sekali Richard Curtis diperbudak oleh musik. Dengan modal awal sekitar 200 lagu, Richard Curtis dengan serakahnya mencomot lebih dari 50 lagu untuk menghasilkan kisah musikal layaknya Mamma Mia atau Across the Universe.


Masalahnya, dua film tadi dihasilkan dari pabrik yang sama, hingga mempunyai jiwa dan benang merah yang jelas. Berbeda dengan The Boat That Rocked yang menyajikan musik dari beragam musisi. Musik-musiknya memang ok dan fresh layaknya film-film Richard Custis sebelumnya, namun jadinya malah terkesan dipaksakan.
The Boat That Rocked juga semakin terasa kurang memuaskan karena hadiinya beberapa hal yang sudah ada sebelumnya, hingga penonton seakan mengalami déjà vu. Penempatan sosok muda di sebuah kelompok dengan perilaku rock and roll tidak beda dengan Almost Famous. Plot cerita yang mempertentangkan pihak pemerintah dan penentang arus mengingatkan pada St. Trinian’s. Pertentangan tokoh Amerika dan Inggris, mengulang pertentangan Hugh Grant dan Billy Bob Thornton di Love Actually. Ratapan lipsync dari Simon, sudah kita lihat sebelumnya di Bridget Jones’s Diary.


Pada akhirnya, The Boat That Rocked bisa diumpamakan layaknya sayur dengan kadar bumbu yang berlebihan. Too tasty. Masih bisa dinimati sih, tapi hanya sekedar untuk seru-seruan, terutama dengan hadirnya dialog mesum dan beberapa adult content. Dengan kemeriahan yang dihadirkan (terutama endingnya yang gila-gilaan), The Boat That Rocked terasa sangat ringan dan menghibur. Sebuah tontonan yang patut dipilih untuk melepas kepenatan.
Bagi mereka yang mencintai musik era 1960-an, The Boat That Rocked menjadi tontonan yang amat sayang untuk dilewatkan, Kuping kita bakal dimanjakan dengan hadirnya musik-musik asyik olahan band/penyanyi keren macam The Beach Boys, The Who, Jimi Hendrix, Otis Redding, The Supremes, Cat Stevens, Dusty Springfield, David Bowie hingga Duffy. Sebuah tontonan yang merayakan musik. 3,25/5

0 komentar:

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket