Kamis, 16 Juli 2009

TOKYO SONATA

Kamis, 16 Juli 2009

American Beauty merupakan salah satu film terbaik yang pernah Gilasinema, karena keberhasilannya memotret sisi kelam kemunafikan (keluarga) Amerika. Bagi yang menyukai film tersebut, rasanya sangat sayang untuk melewatkan Tokyo Sonata. Seperti halnya American Beauty, Tokyo Sonata memotret suramnya sebuah keluarga kelas menengah di tengah hiruk pikuknya kota Tokyo. Film ini berhasil meraih gelar Film Terbaik di ajang Festival Film Asia 2009.
Kita diperkenalkan kepada sebuah keluarga, dimana Ryuhei (Teruyuki Kagawa) berperan sebagai kepala rumah tangga. Suatu hari dia dipecat dari pekerjaannya dan entah karena malu atau tidak ingin membuat keluarganya putus harapan, Ryuhei enggan menceritakan hal tersebut kepada keluarganya, terutama istrinya yang selalu berusaha menjadi istri dan ibu yang baik, Megumi (Kyoko Koizumi). Sambil mencari pekerjaan yang sesuai keinginannya, dia banyak menghabiskan waktunya di taman, bahkan ikut antri makan gratis bersama kaum dhuafa.
Ditempat tersebut dia bertemu dengan teman lamanya yang juga mengalami hal serupa. Ryuhei bahkan sempat dilibatkan dalam sebuah sandiwara oleh temannya tersebut untuk menyelamatkan muka di hadapan keluarganya. Hingga suatu hari, temannya tersebut nekat bunuh diri yang juga menyebabkan istrinya ikut meninggal dunia. Kejadian ini lumayan menyentak Ryuhei, hingga mau menerima pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih di sebuah mal.
Ryuhei mempunyai anak, yang pertama sudah beranjak dewasa, Takashi (Yu Koyanagi yang akan membuat para cewek terkesan), yang memutuskan untuk mendaftar sebagai tentara Amerika Serikat yang sangat dibenci oleh ayahnya, setelah kurang begitu berhasil dengan pekerjaannya. Meski ditentang keras oleh ayahnya, Takashi nekat mendaftar dengan resiko terbunuh di medan perang karena dikirim ke Irak.


Kenji (Kai Inowaki), si bungsu, mendapatkan masalah di sekolah setelah berkonfrontasi dengan gurunya, hingga dia tidak merasa nyaman di sekolah. Suatu hari dia memutuskan ikut les piano. Meski dipuji oleh guru lesnya berkat bakat alam yang dia miliki, keinginan Takashi tersebut ditentang keras oleh Ryuhei yang menganggap bermain piano sebagai kegiatan yang kurang maskulin. Takashi tetap mengikuti les piano dengan sembunyi-sembunyi, dan tentu saja akhirnya terbongkar yang membuat sang ayah murka, hingga melakukan kekerasan.
Di sisi lain, Megumi mencoba menjalankan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga sebaik mungkin, meski seringkali tidak mendapatkan balasan setimpal dari suami dan anak-anaknya. Dia mencoba meredam keinginannya dan cenderung memilih diam melihat apa yang terjadi, termasuk kondisi sebenarnya yang menimpa suaminya. Namun ketika melihat Takashi mendapatkan perlakuan keras dari suaminya, dia mencoba berontak. Ketika seorang perampok memasuki rumahnya, bukannya merasa takut, dia malah memanfaatkan momen tersebut untuk meluapkan emosi dan mewujudkjan mimpinya meski sejenak.
Oleh sutradara Kiyoshi Kurosawa (tidak ada kaitannya dengan Akira Kurosawa) penonton diajak untuk menguliti kebobrokan yang menyelimuti keluarga Ryuhei. Kebobrokan yang mungkin disebabkan oleh jaman dan juga ketidakmampuan Ryuhei dalam beradaptasi dengan dunia yang terus berubah. Film ini terasa sangat actual dengan kondisi dunia sekarang ini. Meski mengambil setting Tokyo, rasanya kisah keluarga Ryuhei bisa terjadi di belahan Negara manapun.
Bagaimana globalisasi berdampak pada sebuah keluarga ditunjukkan dengan betapa mudahnya tenaga asing menggusur tenaga kerja dalam negeri, apalagi mereka yang tidak mempunyai skill khusus. Bagaimana perang Irak mempunyai dampak yang luas, hingga sebuah keluarga yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya pun bisa terkena imbasnya.
Tokyo Sonata juga seakan menjadi sebuah kritik terhadap para orang tua yang terlalu konvensional.


Bagaimana seorang ayah yang memposisikan dirinya sebagai pemegang kendali segala hal dengan alasan demi kebaikan anak dan keluarganya. Tanpa disadarai, kegagalan yang menimpa Ryuhei sebenarnya buah dari pola asuh yang kurang tepat, yang sayangnya dia terapkan kepada anak-anaknya. Film ini seakan ingin menegaskan, orang tua (ayah) idealnya tidak menghambat potensi yang ada pada anak, justru kalau bisa mendukungnya. Toh, kedepannya pasti akan ada buah yang bisa dipetik. Apapun hasilnya.
Selain berbekal cerita yang nyinyir, Kiyoshi Kurosawa juga berhasil menyajikan beberapa adegan yang kuat dan mengesankan. Perhatikan gambar ketika Ryuhei harus membersihkan mal yang terasa tragis dan ironis, atau ketika Ryuhei meluapkan emosinya dengan api menyala-nyala di dekatnya. Adegan ketika Takashi mempertunjukkan aksinya terasa sangat menggetarkan. Sayang, film seakan kehilangan arah sejenak ketika rumah Ryuhei dimasuki perampok, meski pada bagian ini Kiyoshi Kurosawa berhasil menyajikan humor yang teramat pahit. Untungnya segera terjawab dengan ending yang mantap.
Meski terkesan suram dan nyinyir seperti halnya American Beauty, Tokyo Sonata pada akhirnya jauh lebih optimis dan melegakan. Adegan ketika seberkas cahaya menerpa wajah Megumi menyiratkan optimisme akan kehidupan yang lebih baik. Adegan ini juga merupakan adegan terfavorit Gilasinema sepanjang film berlangsung. Film juga makin mantap dengan aksi para pemain yang penuh penjiwaan. Wajib tonton. 4,25/5

7 komentar:

Anonim mengatakan...

Hwaduh, aku nonton film ini tanpa teks,setengah ngerti setengah bengong. gak berani nulis resensinya. topik dan ceritanya lbh berat daripada Departures, walau gak kalah berkualitas.

gilasinema mengatakan...

Menurutku, Departures ceritanya jauh lebih berat, bicara soal kehidupan dan kematian, tapi aura Tokyo Sonata jauh lebih kelam dan menyesakkan
Departures untungnya masih menyusupkan beberapa adegan yang lumayan membuat senyum dan musiknya yang luar biasa

peps mengatakan...

aku baru aja kemarin liat departures, emang layak menang oscar :) cuman emang masalah selera kali ya, aku agak kurang suka sama ritme film2 jepang. cenderung membosankan :)

gilasinema mengatakan...

Film drama Jepang memang membosankan, kalau fisik dan mood lagi gak ok, bisa langsung ditinggal. namun dari beberapa yang sempat diliat, sangat layak ditunggu eksekusi ceritanya, karena seringkali kita mendapatkan "sesuatu" yang kadang tidak terduga.

Anonim mengatakan...

Emang betul. Di Jepang sendiri, org Jepang jauh lbh tertarik dgn anime/manga yg punya ide cerita dan plot yg jauh lebih menarik dan unik dibandingkan film (live action)nya.

awya mengatakan...

saya nonton departures enjoy saja tuh. mungkin karena saya tipe yg suka film diam kali ya. sumpah departures itu bikin nagis berdarah2 (lebay).

tema ceritanya sebenernya unik sekali, cuma eksekusi ceritanya agak mudah ketebak.

gilasinema mengatakan...

@Yusahrizal : itu mungkin kali yang bisa jawab keherananku ketika liat daftar box office nya Jepang. Kartun aja hasil box officenya bisa gila-gilaan

@awya: Mungkin menarik kali ya kalo ada yang mau ngangkat mereka yang ngurus ngaben

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket