Minggu, 07 Juni 2009

SYNECDOCHE, NEW YORK

Minggu, 07 Juni 2009


Kalau Agatha Christie merupakan nama yang ingin Gilasinema temui (wawancarai) di dunia roh, Charlie Kaufman adalah sosok yang merangsang (duh…pilihan katanya) Gilasinema untuk melongok isi kepalanya sekedar ingin tahu apa sih yang ada didalamnya hingga mampu menyajikan cerita-cerita yang kreatif dan orisinil. Being John Malkovich, Adaptation dan Eternal Sunshine of the Spotless Minds sungguh menggemaskan dan meninggalkan kesan mendalam. Kini hadir Synecdoche, New York yang sayang untuk dilewatkan.
Seperti karya sebelumnya, butuh perhatian dan pemahaman lebih dalam menikmati Synecdoche, New York. Pun demikian Gilasinema masih kesulitan untuk menangkap apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Charlie Kaufman. Dan memang, butuh lebih satu kali tonton untuk bisa sedikit demi sedikit mengurai maksud penulis “sinting” tersebut. Dan seperti biasa, Charlie Kaufman melekatkan karakter utamanya dengan pekerjaan di bidang seni.
Ada dua hal menonjol dalam kehidupan Caden Cotard (Philip Seymour Hoffman), kerisauan akan berbagai hal yang melemahkan tubuhnya (baca : penyakit) serta betapa hidupnya dikelilingi oleh banyak perempuan. Berbagai hal tidak beres memasuki dan merusak tubuhnya yang menyebabkan dirinya dilempar dari spesialis yang satu ke spesialis yang lain. Akibatnya, dia terkesan rewel karena terlalu mengkhawatirkan segala sesuatu yang tidak mengenakkan tubuhnya.
Hidupnya seakan riuh dengan hadirnya banyak perempuan mulai dari istrinya yang juga seniman (diperankan Catherine Keener), anak perempuannya, Hazel (Samantha Morton) yang memujanya, aktris (Michelle Williams) yang dinikahinya setelah istrinya meninggalkannya dan masih banyak lagi. Bahkan pada akhirnya terpilih seorang perempuan (Dianne Wiest) untuk memerankan dirinya. Namun, tampaknya Caden tidak berbakat menjalin hubungan dengan lawan jenis, karena selalu berakhir kurang manis.
Ditengah riuhnya permasalahan serta karakter yang berseliweran (plus karakter misterius yang selalu mengikuti Caden), kita selanjutnya disuguhi kisah tentang obsesi Caden untuk mementaskan drama panggung berdasarkan kisah hidupnya. Sebuah proses yang membutuhkan waktu amat panjang dan susah untuk dipahami, karena setelahnya, Charlie Kaufman mengaburkan batas antara dunia rekaan dengan realitas. Meski sudah terbiasa dengan gayanya ini, tetap saja penonton mengernyitkan kening. Terus terang, dibandingkan ketiga judul diatas, Synecdoche, New York lebih sulit untuk dipahami.
Akhirnya muncul dialog yang sedikit membantu pemahaman Gilasinema, yakni ketika muncul dialog,

“None of those people is extras. They’re all leads in their own stories”.

Semuanya bermuara pada persoalan eksistensi manusia (individu), sebuah hal yang makin sulit diraih, ditengah banyaknya godaan yang membuat eksistensi mengabur menjadi bayang-bayang menyedihkan. Dan ketika masing-masing individu berusaha mempertahankan eksistensi masing-masing, kekacauan (chaos) tidak bisa dihindarkan akibat terjadinya gesekan kepentingan.
Pencarian eksistensi merupakan sebuah proses panjang, yang dimulai dengan pertanyaan akan makna hidup itu sendiri. Pencarian makna hanya akan bisa diresapi kalau kita bisa mengenali dan memahami diri kita sendiri dan menerimanya. Pada akhirnya semua tergantung kepada pilihan yang diambil.

“There are a million little strings attached to every choice you make. You can destroy your life every time you choose. …and they say there’s no fate, but there is, it’s what you create.

Caden sebagai pekerja teater pada akhirnya menyadari, apa yang dia lakukan merupakan proses pengenalan dan pemahaman akan hidupnya.
There's theater in life, obviously, and there's life in theater.

Hidup tak ubahnya sebuah seni (teater) dimana didalamnya terdapat sebuah proses kreatif yang membutuhkan pendalaman serta penuh improvisasi ditengah banyaknya aturan dan pertanyaan. Proses kreatif yang membuat kita menjadi MANUSIA.
Sekali lagi, Synecdoche, New York merupakan sebuah sajian yang tidak cukup ditonton satu kali, dan apa yang dihadirkan membuka peluang untuk multi tafsir. Banyak pertanyaan yang mungkin masih menggelanyut di benak kita usai menontonnya, namun tidak perlu kuatir, karena seperti yang Charlie Kaufman bilang pada sebuah wawancara:

“Well, it doesn’t speak to you. It speaks to other people. There are other things in the film that maybe, hopefully, will speak to you”


Bagi penggemar Charlie Kaufman, film ini sangat sayang untuk dilewatkan. Apalagi jajaran cast-nya yang teruji kredibilitasnya, yang pastinya menjanjikan suguhan acting yang memikat. Sekedar saran, tonton film ini dalam kondisi prima, karena selain materinya yang berat, durasinya juga lumayan panjang (dua jam lebih sedikit). Setelah menyaksikan Synecdoche, New York , Gilasinema makin bernafsu membedah kepala Charlie Kaufman, supaya dia merasakan kepusingan yang dialami penonton. Kepusingan yang mengasyikkan. 3,75/5

11 komentar:

hakimicture mengatakan...

Horee... akhirnya ada yang nonton film ini. Asli, enggak sempat ketonton, padahal sudah beli dvd bajakannya pertengahan Mei lalu. Iyah, om Kaufman kalo bikin cerita enggak pernah normal. Being John Malkovich itu juga gila. Spike Jonze yang setelah itu menyutradarai Adaptation juga cocok mengaplikasikan ide gila Kaufman. Banyak scene yang membuat saya tertawa terbahak-bahak : salah satunya adegan ketika Craig (John Cusack) berebut dengan Lotte (Cameron Diaz) untuk mencium bibir Maxine (Catherine Keener)dimana ternyata Maxine lebih memilih bibir Lotte dan menampar Craig. Dan yang lebih gila ketika sutradara dengan visionary gila seperti Michel Gondry diberi skrip Kaufman,yang hasilnya bikin kita takjub ketika menonton Eternal Sunshine of the Spotless Minds.

Gabby Hakim mengatakan...

kayaknya menarik nih, besok hunting dvdnya ahh.. :p

gilasinema mengatakan...

Coba deh tonton film ini.Kegilaan Kaufman makin menjadi karena jg menyutradarai langsung naskah yg dia tulis.Dia layaknya anak kecil yg dpt mainan dan memainkannya sesuka hati.Lihat yg dia lakukan terhadap plot dan juga perlakuannya terhadap para tokoh yg ada.
O iya...aku dapet film ini di Ambassador ;-)

peps mengatakan...

aku udah nonton juga, agak ribet tapi suka banget sama dialog2nya..

ieraiera mengatakan...

baru beli dvdnya dilapak bang kumis....buat gw Eternal Sunshine of Spotless mind itu one of the best movie in my life..:D
karna gilasinema ngasih 3,75/5 dan ini proyeknya Kaufman, jadi sepertinya layak tonton...minggu depan aja

gilasinema mengatakan...

Karya Kaufman yang paling membekas bagiku ya Being John Malkovich. Mungkin karena pada saat itu terasa mengejutkan dengan gaya bertutur yang lain daripada yang lain

ieraiera mengatakan...

om, setelah lama tergeletak di kamar, baru aku tonton nih dvd nya kemaren...gila nih film....me likey

gilasinema mengatakan...

Sama gilanya :P

tony mengatakan...

pusying nontonnya, tapi asyik.

gilasinema mengatakan...

Charli Kauffman memang paling jagomemusingkan penonton. tapi,penontonnya kok ya mau-mau saja ya hehehe...

kramerian mengatakan...

yang punya link donlod bagi dong :malu

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket