Rabu, 10 Juni 2009

PUBLIC ENEMY NO. 1 ( L’ENNEMI PUBLIC NO. 1 )

Rabu, 10 Juni 2009

Jacques Mesrine. Bisa jadi masih banyak yang asing dengan nama ini. Namun tidak bagi orang Perancis, karena nama yang satu ini sangat “menghantui” di era 1960-an hingga 1970-an. Bukan karena reputasinya yang bagus. Jacques Mesrine dikenal karena aksinya berkaitan dengan beberapa perampokan, penculikan dan penyelundupan senjata. Aksinya tersebut membuat dirinya “dianugerahi” gelar Musuh Masyarakat Nomer Satu.


Public Enemy No. 1 ini sebenarnya bagian kedua dari film yang menceritakan lika-liku aksi Mesrine tadi. Seperti halnya Che garapan Steven Soderbergh, filmnya di pecah menjadi dua karena durasi standar (2 jam) dirasa tidak cukup untuk memaparkan aksi tokohnya. Gilasinema terus terang belum melihat bagian yang pertama yang diberi title L'instinct de mort (Death Instinct), namun setelah melihat Public Enemy No. 1, rasanya keduanya bisa ditonton secara terpisah.
Public Enemy No. 1 dibuka dengan adegan Mesrine (Vincent Cassel) bersimbah darah akibat sebuah serangan brutal. Secara kilas balik, selanjutnya kita diajak untuk melihat berbagai aksi Mesrine. Aksi Mesrine merampok sebuah bank di tengah siang bolong oleh sutradara Jean-François Richet dikemas secara natural hingga terkesan nyata, tanpa mengurangi serunya aksi Mesrine tadi. Adegan ini juga mengingatkan pada adegan yang muncul di film aksi tempo dulu. Kesan klasik makin kuat dengan iringan musik dari Marco Beltrami dan Marcus Trumpp.


Mesrine berhasil ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Namun berkat bantuan kroninya, dia berhasil meloloskan diri ketika akan disidang dengan menyandera Pak Hakim. Kembali dalam aksi selanjutnya, Mesrine berhasil dilumpuhkan dan dimasukkan ke dalam penjara dengan pengamanan penuh. Di sini dia bertemu dengan criminal lain, François Besse (Mathieu Amalric) yang kemudia membantunya melarikan diri (lagi).
Pelarian ini menjadi peristiwa yang menghebohkan dan mendapatkan perhatian yang lebih dari media. Bersama Francois, Mesrine mengalami era “keemasan” dengan berulang kali berhasil melakukan perampokan dan aksi meloloskan diri. Popularitas Mesrine makin meningkat, dan Mesrine tampak menikmati posisinya. Namun perilaku Mesrine makin tak terkendali, puncaknya ketika dia memutuskan untuk menculik pengusaha kaya. Hal ini membuat hubungannya dengan François merenggang. Hal ini tidak menghentikan langkah Mesrine untuk “melebarkan sayap” dengan menjalin hubungan dengan para pemberontak. Meski François meninggalkannya, masih ada Sylvie Jeanjacquot (Ludivine Sagnier) yang setia disisinya hingga akhir hayatnya.
Kebuasan Mesrine mampu menelan korban lebih dari 30 jiwa. Aksi kekerasannya yang brutal terhadap wartawan yang tulisannya tidak dia sukai menuai banyak kecaman. Tampaknya kesabaran aparat yang berwenang (pemerintah) mulai menipis, hingga pada suatu hari direncanakan sebuah aksi demi melumpuhkan Mesrine. Penonton sudah tahu apa yang menimpa, karena nasibnya telah ditunjukkan di awal film.
Oleh sutradara Jean-François Richet (yang pernah menelorkan Assault on Precinct 13) dibantu Abdel Raouf Dafri dalam penulisan naskah, sosok Mesrine (seperti biasa) tidak hanya digambarkan seorang bajingan murni. Beberapa adegan menampilkan sosok Mesrine yang cinta keluarga, meski bukan suami yang setia, serta di bagian lain ditunjukkan Mesrine yang buas dan manipulatif sekalipun masih mempunyai belas kasihan. Namun penulis cerita tidak berusaha mengkultuskan sosok Mesrine, karena bagaimanapun sosok yang satu ini bukanlah sosok panutan, meski tidak bisa dipungkiri banyak yang memuja sosoknya.


Bagi pecinta film aksi, menyaksikan film ini mungkin akan sedikit merasa kecewa karena minimnya aksi yang dihadirkan, apalagi dengan pendekatan yang senatural mungkin. Kekuatan film ini memang bukan pada adegan aksi ataupun cerita, karena kekuatan utama film ini ada pada Vincent Cassel. Aktor yang beruntung mendapatkan Monica Belucci ini (benci!benci!benci!) benar-benar total memerankan Mesrine. Demi perannya, dia rela tubuhnya terlihat tambun, dan karakternya yang kadang baik dan simpatik, namun kadang buas menyebalkan mampu dia perankan dengan mulus hingga yang ada rasa kagum bukannya benci.
Vincent Cassel sangat beruntung mendapatkan peran ini. Mesrine dikenal sebagai sosok yang punya banyak wajah, karena seringkali berganti penampilan demi mengecoh korban ataupun untuk meloloskan diri dari kejaran polisi. Perubahan penampilan ini (terutama tatanan rambut) benar-benar merupakan tantangan tersendiri bagi Vincent Cassel. Divisi make up sukses merubah-rubah wajah Vincent Cassel hingga seringkali susah untuk dikenali. Coba saja perhatikan penampilannya ketika menyamar sebagai polisi. Dan betapa penampilannya ketika menemui anak gadisnya di penjara terlihat seksi, apalagi dengan kedipan mata yang menggoda. Tak heran, banyak cewek yang tergila-gila padanya.
Dengan jalinan cerita yang sedikit membosankan, film ini sangat terselamatkan oleh aksi Vincent Cassel tadi. Tidak heran gelar Aktor Terbaik di ajang Cesar Award berhasil dia bawa pulang. Selain Vincent Cassel, film ini menghadirkan Mathieu Amalric, yang meraih gelar Actor Terbaik Cesar Award tahun sebelumnya lewat The Diving Bell and the Butterfly, selain muncul sebagai musuh Bond di Quantum of Solace. Di bagian pertamanya, Vincent Cassel berbagi layar dengan actor kondang, Gérard Depardieu. 3,5/5

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah, boleh jg nih buat pemanasan nonton musuh nomer satunya masyarakat amrik. Ntar dicari deh.
btw, akhir2 ini banyak nonton film berat yah, kebalikan sama aku yg lbh banyak nonton film ringan dan menghibur :P

gilasinema mengatakan...

Kalo bisa dua-duanya Bang :)
Aneh nih yang mbajak kok gak sekalian ya hehehe...
Gak semua berat sih Bang, cuman gak aku reviu aja

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket