Sabtu, 07 Maret 2009

AMERICAN TEEN

Sabtu, 07 Maret 2009


Lewat sebuah sekolah di Kota Warsaw, Indiana, kita diajak untuk melihat 5 (lima) pemuda yang menjalani tahun terakhir mereka di SMA. Mereka adalah, Colin, si bintang olah raga yang sangat ingin mendapatkan beasiswa dari prestasinya di bidang olah raga demi melanjutkan ke perguruan tinggi atau dia harus dikirim ke kamp militer oleh ayahnya. Megan si popular dan drama quenn yang mendapatkan tekanan dari ayahnya untuk masuk ke perguruan tinggi pilihan ayahnya, Hannah si artistic nan pemberontak yang ingin melanjutkan ke sekolah film di tengah kondisi keluarganya yang bermasalah, Jake yang canggung yang diributkan masalah kepercayaan diri, serta si Mitch yang charming dan lovely dengan karakter yang simpatik dan easy going.
Di masa akhir SMA, kelima pemuda tadi digambarkan menjalani (salah satu) masa-masa terberat dalam hidup mereka. Ditengah usaha meraih cita-cita, mereka dihadapkan pada permasalahan yang akibat terburuknya bisa menggagalkan impian yang bakal mereka wujudkan. Mulai dari masalah pertemanan, percintaan hingga masalah keluarga. Siapa yang mengira, di balik kepopulerannya, Megan menyimpan sebuah kepedihan berkaitan dengan salah satu anggota keluarganya, dan siapa yang mengira hidup Colin menjadi lebih mudah meski menjadi bintang olah raga. Colin dihadapkan pada kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan. Sungguh mernyakitkan apa yang dialami oleh Hannah yang multi bakat. Oleh ibunya sendiri dikatakan “you’re not special”.
Selain Mitch, keempat remaja lainnya ditengah-tengah tahun terakhir mengalami kejatuhan yang terasa menyakitkan bagi mereka. Bagusnya, mereka berusaha untuk mencoba kembali bangkit demi impian mereka. Dan ternyata mereka berhasil dengan caranya masing-masing. Maka tahun terakhir SMA yang awalnya terasa berat, pada akhirnya memberikan sesuatu yang indah. Masa akhir SMA seakan menjadi sebuah masa transisi menuju kedewasaan
Berbeda dengan film remaja umumnya, American Teen oleh sutradara Nanette Burstein seakan mencoba untuk memberikan gambaran yang jujur tentang sebagian kecil wajah remaja Amerika. Dengan mengambil setting di kota yang tidak begitu meriah, Nanette seakan ingin menampilkan wajah positif dari remaja Amerika yang dalam kebanyakan film digambarkan terlalu sibuk dengan urusan seks, drugs, perkelahian dan percintaan. Namun kalau kita cermati, dalam American Teen ini terasa klise sekali. Terutama dalam karakterisasi. Dalam setiap film remaja produk Holly umumnya terdapat karakter the jock (Colin), the hunk (Mitch), the geek (Jake), the drama bee (Megan) dan the rebel (Hannah). Adegan terakhir dimana manampilkan aksi terakhir Colin di lapangan basket, makin memperkuat kesan klise ini.
American Teen terasa (berusaha) jujur berkat pendekatan yang dipilih oleh Nanette. Selama 10 bulan antara tahun 2005 – 2006, dia bersama kru membuntuti 10 murid. Tak kurang 1000 jam footage dihasilkan, dan pada akhirnya menjadi sebuah tontonan padat dengan durasi kurang dari 100 menit dan tidak menampilkan 5 murid lainnya karena sudah merasa cukup dengan mereka yang akhirnya terpilih untuk dihadirkan di layar. Mereka yang dihadirkan benar-benar karakter asli, bukan actor/aktris. Hasil akhirnya tak ubahnya tontonan layaknya The Hills ataupun Laguna Beach. Bedanya apa yang dihadirkan di layar terasa lebih realis karena tidak adanya konflik yang kadang malah terkesan didramatisir. Pendekatan ini mirip dengan apa yang dihadirkan dalam Borat ataupun Super Size Me.
Namun tetap saja timbul pertanyaan. Apakah benar film ini benar-benar jujur? Pada salah satu adegan (beredarnya foto bugil salah satu murid) timbul kesan kalau adegan tersebut sudah di plot. Bagaimana mungkin para kameramen bisa menangkap momen tersebut? Penonton juga mungkin akan meragukan kejujuran perasaan yang diungkapkan oleh para remaja yang terpilih. Ingat, ada kamera yang menyorot yang mungkin bisa mempengaruhi motif seseorang dalam bersikap. Hal ini sempat ditanggapi oleh Hannah dalam sebuah wawancara, yang mengatakan kalau dirinya makin lama (10 bulan!) makin menganggap kamera tidak ada disekelilingnya. Benarkah demikian?
Namun demikian, dengan pendekatan yang dipilih, American Teen menjadi sebuah tontonan alternative di luar film remaja umumnya yang terlalu hedonis. Diluar beberapa konten dewasa (f word dan umpatan lainnya, ciuman dua cewek dan lain-lain) film ini rasanya sangat pantas menjadi sebuah tuntunan bagi para remaja. Dengan pendampingan tentu saja. Ada banyak hal yang bisa dipelajari lewat film ini. Siapa tahu setelah menyaksikan film ini, para remaja lebih termotivasi untuk mengejar apa yang menjadi impian mereka.
Sekali lagi, American Teen hanylah sekelumit gambaran remaja Amerika, karena yang namanya remaja mempunyai banyak dimensi yang menarik untuk dilihat dan dibahas. Gambaran ekstrem remaja di Amerika mungkin bias kita dapatkan di film-film garapan Gus Van Sant. Mau yang kontroversial? Film yang dihasilkan oleh Larry Clark sangat pantas dilihat, meski harus hati-hati denganbanyaknya harsh content yang secara konstan dihadirkan. Kalau ingin yang ceria, ya mending liat American Pie atau Mean Girls saja. 3,5/5

NB : Si Hannah akhirnya secara bertahap bisa mewujudkan impiannya. Dia terlibat di produksi film terbaru dari Judd Apatow. Selain itu pada suatu kesempatan, dia didekati Bryce Dallas Howard yang ingin Hannah mengajaknya kalau dia membuat film. Lucunya, Hannah merasa tidak mengenal aktris yang satu ini!

5 komentar:

AndoRyu mengatakan...

Kayaknya film tanggung yah. Mau menghibur tp terlalu serius. Mau serius tp masih agak streotype gitu. Jadi males nyarinya. Lagian film yg ngantri buat ditonton masih banyak. Pass deh..

Anonim mengatakan...

Iya nih....pada beberapa bagian memang terasa nanggung, tapi hasil akhirnya lumayan kok

Anonim mengatakan...

Mau nonton, tapi katanya ini film dokumenter, tapi poster yang ada di kanan bawah mengingatkan kita pada film remaja 80-an; Breakfast Club, bener enggak ?.

Anonim mengatakan...

Memang film dokumenter, namun dibuat kesan seolah-olah bukan dokumenter. Namanya kalau gak salah Mockumentary atau apalah :)
Dengan footage mencapai 1000 jam sutradara menjadi sangat leluasa merangkai cerita

Anonim mengatakan...

Banyak reviu di luar yang nyamain film ini dengan Breakfast Club.
Kalau aku belum liat Breakfast Club jadi belum bisa bandingin

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket