Minggu, 01 Februari 2009

THE WRESTLER

Minggu, 01 Februari 2009


Randy "The Ram" Robinson (Mickey Rourke) seorang paruh baya yang telah bergelut hampir 20 tahun di arena gulat bebas professional atau lebih keren dikenal dengan istilah smack down. Selama hampir 20 tahun dia mendedikasikan hidupnya di panggung sandiwara penuh kekerasan yang entah mengapa membuat sebagian orang merasa terhibur melihatnya. Apa yang Randy dapatkan dari dedikasinya tersebut? Ketenaran pastinya.
Namun lihatlah kenyataan di luar “pangung”. Rumah saja dia tidak punya, bahkan nyaris kehilangan trailernya karena tidak sanggup membayar sewa. Hubungan dengan putri semata wayangnya, Stephanie (Evan Rachel Wood), jauh dari kesan harmonis. Randy malah lebih akrab menjalin pertemanan dengan penari telanjang nan seksi, Cassidy (Marisa Tomey).
Hingga suatu hari Randy terluka cukup parah, yang membuatnya harus istirahat dari “panggung” gulat bebas professional. Padahal sebentar lagi akan ada event besar sebagai perayaan atas eksistensinya selama 20 tahun di arena gulat bebas professional, yakni dipertemukannya kembali dia dengan “rival abadinya” Ayatullah (Ernest Miller). Atas saran Cassidy, Randy mulai berusaha menjalin hubungan lagi dengan putrinya. Mencoba bekerja di supermarket yang sebenarnya kurang begitu dia sukai. Dan Randy pun ingin menjalin hubungan yang serius dengan Cassidy.
Namun ternyata semuanya berjalan tidak seperti yang dia harapkan. Hubungan dengan putrinya yang awalnya mulai membaik, kembali hancur gara-gara kesalahan yang dia buat. Randy juga dikeluarkan dari pekerjaan karena mearas frustasi. kalu dirunut, semua gara-gara penolakan dari Cassidy, meski penolakan tersebut bisa dimaklumi mengingat alasan Cassidy cukup kuat. Di tengah rasa frustasinya, Randy pun nekat mengikuti pertandingan akbar yang telah dipersiapkan untuknya, dengan resiko kehilangan nyawanya.
Menyaksikan film The Wrestler besutan sutradara Darren Aronofsky berdasar naskah tulisan Robert D. Siegel ini kita akan mendapatkan kesan romantisasi dunia kekerasan, meski sebenarnya kekerasan yang semu, karena penuh sandiwara. Akibatnya, pada beberapa bagian terkesan cemen, terutama pada bagian sakit hatinya Randy akibat penolakan Cassidy.
Namun hal tersebut untungnya tertutupi dengan betapa detailnya cerita yang dihadirkan, selain pertarungan yang brutal dan berdarah (terutama pertarungan terakhir). Kita diajak untuk melihat dunia “di balik layar” seorang “actor” pegulat bebas professional. Betapa untuk menghadirkan tontonan yang keras nan menghibur, ada banyak langkah dan pengorbanan yang harus ditempuh. Para “actor’ tadi memang bukan seorang atlet, tapi lebih sebagai penghibur. Karenanya kepuasan penontonlah yang menjadi ukuran kesuksesan. Tidak peduli rasa sakit yang mereka dapatkan yang kadang tidak sebanding dengan uang yang didapat. Kita juga diajak sisi “genit” mereka demi sebuah citra. Yang mengesankan adalah rasa solidaritas yang tinggi antar pegulat.
Setiap orang memang mempunyai “panggung” tempat mereka beraksi dengan peran yang berbeda-beda. Semuanya tergantung dengan waktu, tempat serta audience yang ada. Di kehidupan bermasyarakat, peran yang kita mainkan sangat tergantung dengan status yang melekat pada diri kita. Bagi yang pernah belajar Sosiolgi (mantan nih hehehe) tentu akrab dengan istilah dramaturgy yang dipopulerkan oleh Erving Goffman. Bahwa setiap manusia memainkan sebuah “drama”, dengan panggung yang berbeda-beda. Setiap panggung mempunyai aturan, norma dan penerimaan yang berbeda antara panggung yang satu dengan panggung yang lain. Kalau Randy memilih arena gulat sebagai panggung tempatnya beraksi, Cassidy memilih panggung tarian panjang.
Yang namanya dunia panggung tentu berbeda dengan dunia nyata. Siapa yang mengira kehidupan Randy dan Cassidy di luar panggung segetir itu. Randy yang terlalu menghayati perannya di panggung, terlihat gagap ketika bersinggungan dengan dunia nyata. Frustasi. Dia lebih menikmati perannya di arena hingga menemukan kebahagiaan disana. Sedangkan Cassidy berusaha mengingkari kehidupan panggungnya, yang justru membuatnya menjadi manusia yang tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri, hingga kehilangan rasa bahagia.
Film ini terasa istimewa berkat permainan apik para pendukungnya. Mickey Rourke secara mengejutkan mampu menampilkan sebuah permainan yang memikat. Hilang sudah segala kesan “tabu” yang melekat pada dirinya berkat aksinya yang nakal di 9,5 Weeks dan Wild Orchid. Untung baginya Stallone urung terlibat dalam proyek ini. Marisa Tomey kembali menunjukkan tajinya dengan semakin ikhlas berpakaian minim, setelah sebelumnya santai berpolos ria di Before the Devil Knows You’re Dead.
The Wrestler kemungkinan besar bisa memunculkan kontroversi di beberapa Negara (Islam). Bahkan mungkin menolak untuk memutarnya. Adegan menjelang akhir durasi bisa jadi menjadi pemicunya. Namun buat penggila sinema, tentu hal tersebut tidak akan menghalangi melihat film yang satu ini. Sebuah film yang mengajak kita sekilas melihat dunia di balik panggung yang kadang lebih menarik dan dramatis untuk disimak. Jadi…di panggung mana dirimu akan tampil? 4/5

0 komentar:

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket