Selasa, 13 Januari 2009

HAPPY – GO – LUCKY

Selasa, 13 Januari 2009


Di tengah dunia yang semakin bermasalah ini, apa sih senjata yang ampuh agar kita bisa menjalani hidup dengan enak? Poppy (Sally Hawkins) menggunakan jurus selalu optimis, selalu ceria dan menjadi positif. Oleh sutradara dan penulis cerita kita diperkenalkan dengan tokoh Poppy ini dengan sebuah adegan yang mengena di awal film. Dengan riangnya, Poppy bersepeda di tengah lalu lalang kendaraan menuju ke sebuah toko buku. Di toko tersebut dia menuju ke bagian buku anak, menyapa penunggu toko dengan ramah meski mendapat reaksi yang dingin. Ketika keluar dia mendapati sepedanya sudah raib. Apa yang dia lakukan? Bukannya merasa kehilangan, dia malah lebih merasa menyesal karena tidak diberi kesempatan mengucapkan selamat tinggal kepada sepedanya!
Prolog yang sangat jenaka ini seakan memberi persiapan kepada penonton sebagai bekal menyaksikan polah tingkah Poppy selanjutnya. Berusia awal kepala tiga, single, naïf, gemar memakai pakaian yang kaya warna, entah sesuai atau tidak dan tinggal seatap dengan temannya, Zoe (Alexis Zegerman), Poppy ini ternyata seorang guru SD. Meski kesannya slengekan dan tidak mempunyai konsep yang jelas, Poppy mempunyai dedikasi yang tinggi akan profesinya. Dia selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada anak asuhnya.
Di tengah segala kesibukannya, Poppy menuruti sarannya untuk mengikuti kursus mengemudi. Dipandu oleh Scott (Eddie Marsan) yang kepribadiannya sangat bertolak belakang, Poppy mulai belajar mengemudi setiap seminggu satu kali. Poppy yang ramah dan ceria serta optimis, dipertemukan dengan Scott yang berkarakter kasar, kaku serta banyak menggerutu dan pesimis, tak pelak menimbulkan gesekan yang menimbulkan kelucuan yang segar. Tentu saja lucu khas British.
Selain mengikuti kursus mengemudi, Poppy juga mengikuti les menari flamenco dan alat musik trampoline. Dia juga mengikuti terapi untuk mengatasi masalah tulang belakangnya, serta menyempatkan berkunjung ke rumah saudaranya yang mempunyai karakter yang berbeda dengannya. Belum cukup? Di tengah-tengah film kita dikejutkan dengan interaksinya dengan tunawisma gila yang kotor dan bertingkah seolah-olah bisa memahami apa yang dirasakan oleh orang tersebut!
Secara garis besar, film ini memang mengajak penonton untuk melihat Poppy sebagai karakter dihadapkan dengan berbagai karakter yang bertolak belakang dengannya. Konfrontasi antar karakter inilah yang menuntun cerita, hingga mencapai puncaknya ketika Scott mengalami ledakan emosional akibat tidak tahan dengan karakter Poppy. Mike Leigh sangat berhasil menampilkan sebuah konfrontasi karakter tadi hingga menjadi sebuah tontonan yang bernas, lincah, menghibur serta menyentil.
Karakter Poppy begitu kuat. Semua yang melekat pada dirinya ada alasannya. Mengapa dia memilih bersepeda, mengapa dia digambarkan sebagai seorang guru dan mengapa kostumnya penuh warna seperti itu (perhatikan pakaian dalam yang dia kenakan ketika mengikuti terapi, bh pink, celana dalam oranye dan memakai stocking jarring-jaring!). Acungan jempol untuk Sally Hawkins yang mampu menterjemahkan karakter Poppy dengan amatsangat baik. Namun demikian, Poppy juga menjadi sosok yang misterius. Penonton pasti bertanya, apa yang membentuknya mempunyai karakter meriah seperti itu, bagaimana masa lalunya? Sebuah misteri yang pastinya akan sangat menarik untuk dikupas yang sayangnya dibiarkan tetap sebagai misteri oleh Mike Leigh.
Tokoh Poppy yang digambarkan sebagai guru yang ceria dan optimis ini ternyata didasarkan pada tokoh yang hadir dalam buku karangan Eleanor H. Porter berjudul Pollyanna: The First Glad Book yang karena sukses dibuat sekuelnya dengan pengarang yang berbeda-beda. Pollyana dalam buku tersebut digambarkan sebagai sosok yang selalu optimis, berpikir positif, periang dan selalu berusaha membangkitkan semangat orang-orang yang ada disekitarnya. Saking melekatnya karakter Pollyanan ini hingga kata ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang dengan karakter yang disebutkan diatas. Coba kamu cari didalam kamus arti kata dari "pollyannaish" atau "Pollyannaism".
Tidak ada manusia yang sempurna. Begitupun dengan Poppy dengan jiwa positifnya. Ternyata tidak semuanya bisa dia sikapi dengan riang dan positif. Ternyata ada beberapa hal yang mampu membuat Poppy merasa sedih dan marah, yakni ketika mendapati asuh didiknya yang merupakan generasi penerus untuk kehidupan yang lebih baik, mendapatkan dan melakukan kekerasan serta ketika mendapati kebaikannya di salah artikan. Meski tidak diungkapkan, tergambar dalam wajahnya sebuah pertanyaan, mengapa bisa terajdi seperti itu? Untungnya Poppy masiih mempunyai senjata yang lain, yakni keyakinan. Yakin segalanya akan baik-baik saja.
Menyaksikan Happy-Go-Lucky, terus terang sangat menyegarkan. Apalagi di tengah gempuran film Oscar yang mayoritas beraura suram dan muram. Setelah menyaksikan film ini rasanya timbul semacam perasaan optimis, bahwa hidup akan menuju kearah yang lebih baik. Meski kalau kita amati kenyataannya tidak demikian. Yah paling tidak bisa menjadi semacam pelarian sejenak dari segala kepenatan yang mebuat depresi. Bagi yang pernah terinspirasi dengan karakter seperti Forrest Gump, Patch Adams, Simon Birch atau Amelie, film ini sangat sayang untuk dilewatkan. Happy-Go-Lucky adalah tipe film yang sangat asyik dibahas bersama teman-teman sambil minum teh atau kopi. Segaaaaar…….! 4,25/5

4 komentar:

AndoRyu mengatakan...

Wah, bila gilasinema yang pelit nilai memberikan nilai lebih dari empat berarti ini pilem wajib dicari. Jangan2 ngasih lebih gara2 keseringan bermuram durja menonton pilem suram dan muram.

Anonim mengatakan...

Hahahaha....pelit ya... :)
Terus terang memang selalu ada subyektifitas dalam kasih rating, tapi diusahakan porsinya gak melebihi 30%. Jadi tetap mencermati kekuatan elemen-elemen didalamnya.
Apresiasi film juga tidak bisa dilepaskan dari suasana hati, makanya dianjurkan dalam melihat sebuah film, kalo bisa lebih dari satu kali. Itupun kalo banyak waktu luang, alias kurang kerjaan seperti diriku :)

Anonim mengatakan...

belum nonton. bentar lagi main di blitz. udah janji mau nonton sama istri :p

Anonim mengatakan...

waaaaah ratingnya tinggi sekali ahahaha...
tapi emank bagus sih filmnya....nontonnya serasa melayang dari kursi bioskop hehe...saking cerianya sampe bikin pengen lompat2...
film ini ga cuma cerita tentang optimisme dan kebahagiaan loh, tapi menurut gue, bercerita juga tentang otonomi perempuan...maknanya bisa lebih dalam lagi kalo diomongin dalam konteks jender...hehe...

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket