Sabtu, 05 Juli 2008

WAR, INC

Sabtu, 05 Juli 2008



John Cusack dikenal sebagai actor yang cerdas. Meski film – filmnya jarang menjadi hit (kecuali Con Air) namun penampilannya selalu mendapatkan apresiasi yang cukup positif, baik dari kritisi film maupun dari penonton. Meski termasuk kurang produktif, John Cusack tampaknya mempunyai fans yang cukup loyal.
Selain sebagai actor, John Cusack juga dikenal sebagai penulis yang cerdas. Hal ini terlihat dari beberapa film yang naskahnya dia tulis atau terlibat di dalamnya, seperti Grosse Point Blank yang dipuji – puji kritikus. Dan dibalik wajah imutnya, ternyata John Cusack memendam semacam rasa sebal terhadap kebijakan yang diambil oleh negaranya dalam hal Perang Irak. Dalam waktu yang hampir bersamaan, John Cusack merilis dua film yang bertujuan mengkritik kebijakan politik luar negeri dari George W Bush, yakni War, Inc dan Grace is Gone.
Dalam War, Inc, John Cusack berperan sebagai seorang agen rahasia bernama Brand Hauser. Di awal film kita diajak untuk melihat aksinya yang dingin. Selanjutnya Hauser mendapatkan tugas untuk membunuh Omar Sherif (Lyubomir Neikov) di Turaqistan. Turaqistan ini seperti halnya Irak, sedang dilanda konflik, dan Amerika berada disana berusaha menjadi malaikat perdamaian. Padahal motif sebenarnya adalah penguasaan sumber daya alam, yang dalam hal ini dimenangkan perusahaan Tamerlane. Omar Sharif tadi dianggap merecoki kepentingan bisnis dari Tamerlane, sehingga wajib disingkirkan.
Berkedok sebagai Ketua dari Tamerlane Trade Mission, Hauser mulai menjalankan aksinya. Segalanya harusnya berlangsung dengan mudah. Namun yang terjadi kemudian jauh meleset dari perkiraan. Terutama ketika seorang reporter, Natalie Hegalhuzen (Marisa Tomei), dan seorang super star mirip Britney Spears, Yonica Babyyeah (Hilary Duff), mulai memasuki hidup Hauser. Hidup Hauser yang sebelumnya digambarkan sepi sendiri bermain solitaire, kini terasa riuh dengan hadirnya dua wanita tadi, dan menyebabkan konsentrasinya terpecah.
Sama dengan yang dialami oleh Hauser, film ini menjadi bingung dalam memfokuskan cerita. Cerita yang awalnya terasa menggigit dengan hadirnya beberapa sindiran keras terhadap perilaku Amerika di negeri orang, selanjutnya lebih disibukkan oleh permasalahan personal dari Hauser. Konflik yang seharusnya menarik menjadi terasa lembek dan kurang tenaga. Menjadi sebuah film biasa.
Padahal, di sepertiga durasi awal, film ini mampu menghadirkan sesuatu yang segar dan terasa cerdas. Beberapa sindiran terasa menohok dan menggelikan. Bagaimana Amerika menanamkan pengaruh di negeri orang tergambar dengan frontal dalam film ini. Mulai dari kehadiran restoran cepat saji, berbagai hal penunjang hidup konsumtif (billboard dimana-mana) sampai penampilan Yonica yang berpenampilan renyah layaknya Britney Spears atau Lindsay Lohan.
Kemunafikan Amerika disajikan secara telanjang di film ini. Pada salah satu adegan, digambarkan seseorang yang menopang papan tentang toleransi, namun ternaya dipunggung orang itu terdapat tattoo bertuliskan “F#$% Haji!”. Dan dalam usahanya menarik simpati, Tamerlane (Amerika) menampilkan pentas seni oleh para korban perang, lengkap dengan penjelasan spesifikasi senjata yang melukai mereka oleh asisten Hauser, Marsha Dillon (Joan Cusack). Masih belum puas? Si pemberi perintah, Vice President (Dan Ackroyd), digambarkan memberi instruksi lewat video call ditoilet ketika dirinya sedang buang air besar sambil membaca koran!
Seperti disebutkan diatas, film ini terasa menarik di sepertiga durasi awal dan terasa biasa di menit – menit berikutnya. Namun untungnya hal tersebut tertutupi dengan permainan para actor/aktrisnya. John Cusack seperti biasa mampu memainkan peran apa saja dan selalu kompak dengan kakaknya Joan Cusack. Marisa Tomey yang sahabat dekat Cusack mampu mengimbangi dengan baik. Hillary Duff memberi kejutan dengan penampilannya yang sexy, liar sekaligus rapuh. 2,75/5

0 komentar:

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket