Senin, 05 Mei 2008

NO COUNTRY FOR OLD MEN

Senin, 05 Mei 2008

Coen Bersaudara selalu menghasilkan film dengan gaya bertutur yang tidak lazim, serta penokohan yang ganjil dan unik, terutama tokoh utama. Film No Country for Old Men sebenarnya tidak berbeda jauh dari karya Coen Bersaudara sebelumnya semacam, Fargo, The Ladykillers, The Big Lebowsky atau O Brother, Where Art Thou. Yang membedakan adalah, bisa dibilang No Country for Old Men merupakan karya yang paling berdarah – darah dari mereka. Namun seperti film – film sebelumnya, film ini tetap menghadirkan sindiran – sindiran terhadap sisi kelam manusia. dan kali ini sindiran itu disampaikan lebih keras, hingga terasa sebagai sebuah tamparan.

Moss (Josh Brolin) pada suatu hari menemukan sekoper uang sejumlah $2 juta. Uang terswebut ternyata adalah uang haram milik bandar narkoba. Tanpa menyadari bahaya yang mengintainya, Moss berusaha mempertahankan harta temuan tersebut. Chigurh (Javier Bardem) diutus oleh sang Bandar untuk mendapatkan kembali uang tersebut. Chigurh adalah sosok pembunuh berdarah dingin yang memilih korbannya berdasarkan mood yang sedang menghampiri. Dia juga menjadi sasaran buruan dari Sherrif Bell (Tommy Lee Jones). Selanjutnya kita diajak untuk mengikuti intrik ketiga tokoh tersebut. Kita seperti dihadapkan pada sebuah kisah di hutan belantara. Ada pihak yang memburu dan ada pihak yang diburu.

Mulai disini kita disuguhi rangkaian adegan yang runut, penuh kejutan dan berdarah – darah, namun mengasyikkan. Perburuan tersebut menjadi menarik berkat karakter para tokohnya yang tidak lazim. Mulai dari Moss yang awalnya digambarkan mahir dan gemar berburu, tiba – tiba dihadapkan sebagai buruan. Chigurh dengan rambut anehnya yang melempar koin sebelum membunuh dengan senjata yang tidak biasa namun menghasilkan luka yang dahsyat, serta Bell yang ogah menarik pelatuk pistol dalam menjalankan aksinya dan selalu satu langkah di belakang pihak yang diburunya.

Kisah pemburu dan buruan mungkin sudah banyak diangkat di layar. Namun No Country for Old Men tetap tampil mengasyikkan. Kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi kepada para tokoh yang hadir di film ini, terutama ketika sudah berhadapan dengan Chigurh. Belum lagi beberapa sindiran yang kadang hadir di tengah – tengah kisah perburuan tadi. Dan jangan lewatkan pengolahan gambar yang dihadirkan. Musik yang minim makin menambah suram tontonan yang satu ini.

Meskipun di layar kita disuguhi adegan kekerasan secara simultan, sebenarnya Coen Bersaudara mencoba untuk menggugat kekerasan itu sendiri. Terkesan ironis memang, mengingat penggambaran eksekusi beberapa tokohnya. Film ini mencoba menyoroti berbagai kekerasan yang terjadi dewasa ini, yang kadang hadir demi alasan yang absurd. Betapa manusia sudah dibutakan oleh hal – hal yang bersifat materi. Betapa nilai – nilai lama (kebijakan dan kebajikan) tidak lagi mempunyai tempat di dunia yang makin keras ini. Adegan dimana Chigurh memberi uang kepada seorang anak remaja rasa – rasanya menjadi salah satu adegan terpenting dan kuat dalam film ini.

Kita juga disuguhi gambaran dimana hukum seakan – akan sudah kehilangan taringnya, karena masing – masing orang sudah menciptakan hukum sendiri. Sosok Sherrif yang sudah memasuki usia senja dan tampak kelelahan cukup untuk menggambarkan hal ini. Kontras dengan sosok Chigurh yang hadir begitu dingin dan kejam.

Sosok criminal dan pendosa tampaknya menjadi keahlian dari Coen Bersaudara. Hampir semua film yang mereka hasilkan menghadirkan tokoh – tokoh yang dibutakan oleh materi. Tokoh – tokoh yang rela melakukan apa saja demi sesuatu yang mengikis rasa kemanusiaan mereka. Sebelum pada akhirnya mereka menyadari betapa tidak ada artinya apa yang mereka kejar tersebut.

Salah satu kekuatan yang kerap hadir dari film karya Coen Bersaudara adalah permainan acting para pemainnya yang kuat. Entah formula apa yang dipakai oleh mereka, hingga pemain film yang tampil dalam film besutan Coen Bersaudara (kecuali dalam Intolerable Cruelty) selalu mampu menghadirkan penampilan terbaik mereka. Begitupun dalam No Country for Old Men. Javier Bardem, Josh Brolin dan Tommy Lee Jones mampu memberi suguhan acting yang nikmat. Kalaupun hanya Javier Bardem yang berhasil masuk Oscar, itu hanyalah masalah momentum. 4/5

1 komentar:

Anonim mengatakan...

awalnya aq g paham ma film ni.......
penyampaianny agak lain ma film2 yg slama ni q tonton...
aq harus mikir 'lebih' buat paham pa mksd dan alur crita.....
tapi mang tegang plus berdarah-darahnya dapet bgt.....keren.....
penjahatnya bikin yg nonton ja takut....diem tapi sadis....top

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket