Jumat, 23 Mei 2008

DER FALSCHER ( THE COUNTERFEITERS )

Jumat, 23 Mei 2008

“It takes a clever man to make money, it takes a genius to stay alive”

Pada penyelenggaraan Oscar 2008 kemarin banyak yang terkejut ketika film – film unggulan semacam The Diving Bell and The Butterfly serta 4 Months, 3 Weeks, 2 Days tersingkir dari daftar nominasi Film Asing Terbaik. Lebih mengejutkan lagi ketika film Der Falscher (The Counterfeiters) dari Austria garapn sutradara Stefan Ruzowitzky ditasbihkan sebagai Film Asing Terbaik. Hal ini tak ayal menimbulkan penasaran, sebagus apa sih film ini hingga bisa menyisihkan film favorit para kritikus film.

Tidak berbeda dengan film lain yang masuk nominasi di kategori yang sama, Katyn (Polandia), film ini mengambil latar belakang cerita di era kekejaman Nazi. Seperti umumnya film bersetting era Nazi, yang ditonjolkan adalah bagaimana seorang Yahudi mencoba bertahan hidup di tengah bahaya pembantaian.

Diangkat dari memoir yang ditulis oleh Adolf Burger, dikisahkan Solomon (Karl Markovics), seorang pemalsu/peniru (counterfeiter) yang menjadi tumpuan orang – orang yang ingin menyelamatkan diri dari kejaran Nazi, mulai dari pembuatan identitas palsu sampai dengan paspor. Solomon hidup nyaman dengan bergeliman harta berkat keahliannya sebagai seorang pemalsu yang hasil “karyanya” selalu lolos dari pemeriksaan. Kondisi ini membentuk Solomon menjadi pribadi yang sombong lagi menjengkelkan. Naas, pada suatu hari dia berhasil tertangkap tangan oleh tentara Nazi. Dan dimulailah kehidupan yang berbalik 180 derajat di kamp konsentrasi milik Nazi.

Berbeda dengan sekapan yang lain, Solomon digambarkan sebagai sosok yang cerdas, sehingga selalu mencari cara agar tidak “dijemput”. Kehebatannya dalam memalsu, mendapatkan perhatian dari pemimpin kamp konsentrasi, Sturmbannführer Friedrich Herzog (Devid Striesow). Karena keahliannya tadi, dia tidak “dijemput” namun diberdayakan untuk membuat uang palsu demi keuntungan Jerman. Bukan usaha yang mudah, karena nyawa Solomon beserta tawanan yang lain menjadi taruhannya. Sedangkan untuk membuat sebuah tiruan, bukanlah pekerjaan mudah, apalagi di tengah kondisi yang begitu mengancam.

Dengan segala cara, Solomon berusaha membuat uang palsu yang tidak akan terdeteksi demi kelangsungan nyawanya. Masalah timbul, ketika Solomon dihadapkan pada seorang peniru yang lain, yang berprinsip tidak mau bekerja sama dengan Nazi dan merencanakan aksi membebaskan diri demi menyelamatkan keluarganya. Tentu saja hal ini mendapatkan tantangan dari Solomon yang egois dan tidak punya sanak keluarga. Yang diinginkan Solomon adalah bagaimana dia tetap hidup.

Namun setelah melihat kekejaman demi kekejaman yang dilakukan oleh tentara Nazi, dalam sebuah adegan diperlihatkan Solomon dikencingi, nurani Solomon mulai muncuil pertentangan. Belum lagi satu persatu temannya menemui ajal dengan cara yang tragis. Pada saat yang sama, nyawa Solomon terancam karena tak kunjung menyelesaikan salah satu tugas yang diberikan. Akankah Solomon bertahan dengan cara yang dia pilih, dan bagaimanakah nasib Solomon dan tawanan yang lain? Satu yang pasti, Solomon bisa selamat dari kamp konsentrasi tersebut, mengingat film ini menggunaan alur kilas balik.

Tidak mengherankan mengapa juri Academy Award memilih film ini sebagai yang terbaik. Berbeda dengan film berlatar belakang kekejaman Nazi, tokoh utama dalam film ini digambarkan seorang criminal yang begitu individualis dan mencintai uang. Secara visual, film ini tidaklah terlalu istimewa. Penggambaran kekejaman Nazi banyak hadir di film sebelumnya, begitupun gambaran penderitaan kaum Yahudi. Namun film ini kuat secara tema. Bagaimana kita memanfaatkan kelebihan yang kita miliki untuk membantu nasib orang lain. Dan seperti tagline dari film ini “It takes a clever man to make money, it takes a genius to stay alive” , selama ada otak untuk berfikir, ada harapan untuk bertahan hidup. Kelebihan yang kita miliki akan lebih berguna kalau dilandasi dengan rasa kemanusiaan yang kental, bukannya memanfaatkannya untuk mempersulit hidup orang lain. 3,5 / 5

0 komentar:

Posting Komentar

 
GILA SINEMA. Design by Pocket